Don't Judge the book from it's cover ..

Seringkali kita terjebak & terpesona oleh tampilan luar, fisik yang menarik, kemasan yang aduhai. Padahal belum tampilan luar sebagus isinya & disitulah kita seringkali tertipu. Kadang kita hanya mau menerima seseorang yang sama dengan kita, yang sejajar, yang selevel dengan kita. Mengecilkan keberadaan orang lain yang kita anggap aneh & tak sepadan.

Sebenarnya ini adalah posting lama di blog saya, yang menceritakan tentang seorang unemployment bernama Susan Boyle, seorang wanita usia 47 tahun yang nekad mengikuti ajang pemilihan Britain Got Talent 2009. Jika melihat tampilan fisiknya yang “enggak banget” siapapun bakal mikir, “dih, emang situ bisa apa sih? Apa? nyanyi? Yakin suara kamu bagus? Kagak kalah bagus sama kaleng rombeng?”, sambil melihat dengan sinis dari atas kebawah. Sama halnya dnegan kita yang saat pertama kali memandang seseorang yang di mata kita kurang ok, aneh, atau pandangan underestimate yang lain, banyak kalangan yang mencibir & meremehkan penampilan Susan yang jauh dari cantik (jika kita melihat dengan ukuran & kacamata calon artis, calon superdiva, calon selebritis, calon mahabintang atau superstar yang idealnya ya pasti dari segi fisik ada selling point-nyalah : cantik, langsing, enak dilihat, fabulous).

Tapi apa yang terjadi setelah beberapa waktu mereka merendahkan Susan? Membuat komentar miring, mentertawakan, dll. Apa reaksi mereka ketika Susan mulai menyanyi? Ekspresi mereka bukan hanya ternganga, kagum, tapi juga sampai rela memberikan standing applause untuk suaranya yang dahsyat, tak terkecuali para juri yang tadinya juga memandang sebelah mata. This reality show was so inspiring. Menyadarkan mata banyak orang bahwa tak selamanya yang terlihat buruk itu pasti buruk. Tak selamanya seseorang yang berpakaian kumal, sangar & bertato itu pasti penjahat. Tak selamanya orang yang lemah itu terlihat selemah apa yang kita sangka.

Belajar menerima seseorang in a whole package, lengkap dengan segala kelebihan & kekurangannya. Karena dibalik kekurangan pasti ada kelebihan yang kita tidak sangka-sangka.

[youtube=http://www.youtube.com/watch?v=deRF9oEbRso&hl=en_US&fs=1&rel=0]

I dreamed a dream in time gone by
When hope was high and life worth living
I dreamed that love would never die
I dreamed that God would be forgiving

Then I was young and unafraid
And dreams were made and used and wasted
There was no ransom to be paid
No song unsung, no wine untasted

But the tigers come at night
With their voices soft as thunder
As they turn your hope apart
As they turn your dreams to shame

And still I dream he’d come to me
That we would live the years together
But there are dreams that cannot be
And there are storms we cannot weather

I had a dream my life would be
So different from the hell I’m living
So different now from what it seemed
Now life has killed the dream I dreamed

(I Dreamed A Dream – Les Miserables)

gambar dipinjam dari sini

Continue Reading

Maaf, level kita beda..

foto20080710085619-news

Pagi tadi ketika saya baru turun dari motor & melepaskan helm, melintas didepan saya seorang bapak renta mendorong gerobak barang loakan. Sudah cukup renta, punggungnya bungkuk, badannya kurus, tapi ada yang tak biasa yang saya lihat dari pancaran wajahnya.. dia tersenyum & terlihat menikmati sekali pekerjaannya. Walau saya yakin kehidupan seperti itu diluar kuasanya, diluar kehendak & kemauannya. Sedikit trenyuh saya melihatnya, tapi di sisi lain saya kagum ada orang serenta itu masih ada semangat mencari nafkah. Padahal seharusnya dia sudah menikmati kehidupan masa tuanya bersama anak cucunya.

Itulah sekilas pemandangan mengharukan yang saya lihat pagi ini. Kalau soal kelas masyarakat seperti kakek itu di Indonesia saya yakin banyak sekali. Mereka hidup alakadarnya, jangankan punya rumah, bisa makan sehari sekali saja rasanya sudah bersyukur sekali.

crocs-jpg

Tapi saya kembali tercengang ketika beberapa hari yang lalu ketika di salah satu channel berita di televisi menayangkan betapa panjang antrian menuju ke salah satu toko sepatu yang  berasal dari USA. Pengunjung rela antri & berdesak-desakan hanya untuk mendapatkan sepatu CROCS yang telah didiskon sebesar 70%, padahal sih kalau menurut saya sih (maaf mungkin saya seleranya agak kampung ya jadi kurang bisa menilai mana sepatu keren, mana yang bukan)  modelnya biasa-biasa saja. Tidak ada istimewanya dengan model sepatu itu.  Toh kalau sudah dipakai apa iya orang lain sampai se-aware itu mengenali brand sepatu tertentu? Kecuali pengamat mode atau kolektor barang-barang branded mungkin ya..

Ironis sekali dengan pemandangan antrian warga miskin yang sedang mengantri pembagian Bantuan Langsung Tunai. Hanya demi Rp 200.000,-  s/d Rp 300.000,- mereka rela mengantri berjam-jam bahkan ada yang sampai pingsan kelelahan. Jangankan untuk berpikir membeli sepatu, nama mereka tercantum dalam daftar penerima BLT saja mereka sudah senang sekali, karena itu adalah harapan mereka bisa memenuhi sedikit kebutuhan hidup mereka dalam beberapa hari ke depan.

Pernah saya berdiskusi dengan salah seorang sahabat saya tentang tingkat kemiskinan di Indonesia.  “Aku heran, sebenarnya negara kita itu negara miskin atau kaya sih? Ngakunya bukan negara kaya, tapi bisa ngantri beli I-phone ataau Blackberry & barang-barang branded lainnya..”.  Demikian komentar sahabat saya ketika saya bercerita tentang antusiasme pelanggan ketika membeli gadget keluaran terbaru milik perusahaan tempat saya bekerja saat ini. Jujur saya bingung mau menjawab apa. Kalau menurut teori diatas kertas dengan kenyataannya di lapangan memang jauh berbeda. Apalagi saat melihat daya beli masyarakat & tingkat kebutuhan barang-barang bermerk di negara kita cukup tinggi.

Ada lho teman saya yang kalau barang-barangnya kurang berkelas rasanya kurang puas, dengan alasan : “aku kan butuh penampilan & image, darliiing. Ini untuk tandatangan buku aku…”. Bayangkan, hanya untuk sebuah pena saja dia rela merogoh kantong kisaran Rp 6 juta sepasang. Tak heran karena pulpen yang saya maksud adalah keluaran Mont Blanc Meisterstück 149 Fountain Pen dengan  mata pena terbuat dari emas 18 karat. Atau benda-benda branded lainnya yang tidak mungkin saya sebutkan disini satu-persatu lantaran terlalu banyak & belum tentu semuanya familiar dengan merk itu. Anyway, memangnya beda ya hasil tandatangan antara paakai pulpen merk PILOT dengan Mont Blanc?

Saya sih sadar ya,  tingkat ekonomi, profesi, status sosial, pergaulan masing-masing orang pasti beda, dan itulah yang menentukan kelas & strata masing-masing orang di lingkungan sosialnya. Kita yang pandai-pandai menyesuaikan  & membawa diri ke lingkungan mana kita akan berdiri.

Bukan berarti saya setuju dengan kelas-kelas sosial yang ada sekarang ya.. tapi lebih menjaga supaya bisa lebih relaks ketika bergaul dengan lingkungan yang sesuai dengan kita. Maksud saya begini : ketika kita yang termasuk kalangan rata-rata ini (saya bilang rata-rata karena kan tidak semuanya kalangan high end)  masuk ke dalam lingkungan high end yang namanya rasa minder, malu, kurang percaya diri itu pasti ada (saya pakai sudut pandang “rata-rata” ya. Kalau kebetulan Anda fine-fine saja blended di lingkungan sosial manapun ya tidak masalah). Ujung-ujungnya apa? Kurang nyaman kan saat berada bersama mereka? Obrolan kurang “nyambung” karena topiknya berbeda dengan yang biasa kita obrolkan bersama teman-teman di lingkungan kita, atau mungkin yang dibahas sudah out of space-nya kita. Jadilah kita kurang tune in dengan mereka. Kalau cuma sekedar kurang percaya diri sih masih mending. Kalau ujung-ujungnya kita sampai ingin menjadi seperti mereka, dengan gaya hidup yang sama persis bagaimana? Apa ga ngoyo namanya? Sementara uang di kantong pas-pasan tapi kita “ngebet” ingin beli I-phone seperti salah satu teman di lingkungan itu, contohnya seperti itu. Atau, kita yang hanya seorang staff di kantor yang biasa-biasa saja tapi berhubung kita “gaulnya” dengan teman-teman yang suka pakai baju keluaran Michael Kors & stiletto  keluaran Manolo Blahnik atau Jimmy Choo, misalnya. Ya jelas tidak akan pernah sampai. Seperti yang saya bilang tadi, ngoyo yang ujung-ujungnya stress..

Kaya-miskin, strata/status sosial, semuanya hanyalah status semu manusia di dunia yang fana ini. Tuhan tidak pernah menilai seseorang dari tingkat kekayaannya, status sosialnya, banyaknya barang bermerk yang dia miliki. Tapi lebih melihat what you have inside. Semua yang saya sebutkan tadi hanya titipan-Nya. Harta benda, anak, jabatan, status sosial, semuanya adalah titipan Tuhan. Dia berhak meminta dari kita sewaktu-waktu, mencabutnya seperti pohon yang tercerabut dari tanah, menimpakan musibah ketika umatnya mulai lalai.

[devieriana]

picture source : http://foto.inilah.com/topik.php?id=3188

Continue Reading

Semoga Allah memberikan segala kemudahan ..

sunflower2020blue20sky20300x300

 

 

Ya Allah ya Tuhan kami, kurniakan kami rahmat dari sisiMu, dan berilah petunjuk kepada kami dalam urusan kami dengan segala petunjuk, Mudahkanlah urusan kami ya Allah, permudahkanlah jangan disulitkan karena Engkaulah yang maha memudahkan, segala yang susah adalah mudah bagi-Mu. Ya Allah, sempurnakanlah dengan segala kebaikan dengan rahmat-Mu, Ya Allah wahai yang paling mengasihani daripada segala yang mengasihani..

 

 

 

 

.. teruntuk sahabatku..

.. semoga Allah memberikan segala kemudahan buatmu..

.. Amien ..

Continue Reading

Tuhan tak pernah salah ..

woman20reading20quran

 

 

Allah akan mengabulkan doa kita dengan 3 cara-Nya :

 

1. Jika Allah mengatakan Ya !
Maka kita akan mendapatkan apa yg kita minta..

 

2. Jika Allah mengatakan Tidak !
Maka kita akan mendapatkan yang lebih baik..

 

3. Jika Allah mengatakan Tunggu !
Maka kita mendapatkan yang terbaik sesuai kehendak-Nya.
Allah tidak pernah terlambat, Dia tidak juga tergesa gesa, namun Dia selalu tepat waktu..

 

 

 

Continue Reading

Untuk Anakku …

house-kids_drawing1

 

 

Tuhan,

 

Tumpukan mainan balok kayu kecil,
kutemukan dalam sebuah kotak tua,
yang pernah menjadi kesukaan anakku. . .
terlihat sudah lama tak disentuh . . .

 

dulu anakku sering mengajakku
bermain balok-balok itu . .

 

Jawabku, mainlah sendiri dulu, sebentar lagi . . . .
Saat kutengok dia,
Tertidur dengan balok kayu digenggamnya. . .

 

Sebuah buku tentang mewarna. . .
kutemukan tidak jauh dari kotak tua,
Sebagian sudah diberi warna,
lucu dengan daun berwarna biru. .
dan gunung berwarna kuning. . .

 

dulu anakku sering mengajakku
bersama, mewarnai bukunya. . .

 

Jawabku, warnailah dulu sendiri, sebentar lagi . . .
Saat kutengok dia,
Tertidur dengan crayon dalam genggamannya. . .

 

Waktu sangat cepat berlalu,
Anakku kini menjelang dewasa. . .
Tak pernah lagi mengajakku bermain balok. . .
ataupun mewarna bukunya. . . .

 

Kini kubermain balok . . .
dan kuteruskan mewarna buku. . .
sendiri . . .

 

Hal kecil yang pernah aku abaikan dulu . . .
Ternyata terasa sangat indah sekarang. . .
Kalau bisa ingin kuputar balik waktu ini. .

 

Ada penyesalan dalam hati . .
Keindahan dariMu melalui anakku
telah aku sia-siakan

 

Ampuni aku Tuhan,
dan ajari aku Tuhan, agar esok tidak menyesali
apa yang kulakukan hari ini

Amin . . .

 

 

.. we do love you kids ..

– sebuah renungan untukku & suamiku –

 

 

 

 

Continue Reading