Mommy Wars: Berhenti Membandingkan

parenting

Ada kalanya saya lelah menyimak perdebatan tak kunjung akhir di antara para ibu. Perdebatan tentang apa yang (dianggap) paling baik untuk anak-anak/keluarga mereka. Seperti misalnya pilihan antara menjadi ibu bekerja atau ibu rumah tangga, pemberian ASI atau susu formula, bubur instant atau bubur homemade, melahirkan secara normal atau sectio, popok sekali pakai atau cloth diapers, memilih tidak berkata ‘jangan’ atau tetap menggunakan kata ‘jangan’, dan lain-lain.

Ketika Alea masuk usia MPASI, saya paham bahwa saya akan memasuki masa ‘tantangan’ menjadi seorang ibu. Bukan hanya akan menghadapi masa-masa bayi melakukan Gerakan Tutup Mulut atau melepeh makanannya, tapi lebih dari itu; saya akan menghadapi ‘mommy wars’, masa ‘persaingan’ antara para ibu di mana ada anggapan bahwa keberhasilan MPASI adalah salah satu bentuk achievement dan milestone sebuah motherhood.

Dari semua madzab MPASI, saya memilih aliran yang fleksibel saja. Saya tidak anti terhadap makanan instant, tapi tetap salut kepada para ibu yang bisa memberikan MPASI homemadehomecooking yang semua bahannya organik. Tapi meski begitu, bukan berarti kalau saya memilih bubur bayi instant atau biskuit bayi sebagai makanan MPASI bayi saya, saya adalah orang yang pilih gampangnya. Bukan juga berarti saya tidak melek gizi untuk bayi saya. Saya tetap belajar, banyak baca referensi, diskusi, plus konsultasi dengan DSA anak saya sebelum melakukan apapun untuk bayi saya. Selama masih aman, masih diperbolehkan oleh DSA, ya saya lanjut. So, buat saya pribadi, tidak ada masalah apakah seorang ibu memberikan MPASI instant atau organik untuk bayinya. Begitu juga dengan pemberian ASI atau susu formula.

Pada suatu hari ketika saya mengikuti diklat, dan harus pumping di jam istirahat siang, saya bersama beberapa ibu menyusui lainnya pumping di salah satu ruang di Pusdiklat sambil ngobrol. Di situ kebetulan ada satu teman yang sebenarnya bayinya masih usia ASI, tapi dia tidak pumping seperti kami. Awalnya saya pun heran, kenapa kok tidak pumping? Padahal kalau sudah waktunya pumping tapi tidak di-pumping kan sakit ya. Jujur saya melihat tatapan sedih ketika dia melihat kami sedang pumping. Dia bercerita, sejak bayinya lahir sampai dengan saat itu usia si bayi menginjak 6 bulan, dia belum pernah menyusui bayinya. Bukan dia tidak mau, atau tidak ingin, karena naluri seorang ibu pasti menginginkan adanya bonding dengan anaknya, yang salah satu caranya dengan menyusui. Benar adanya, seorang ibu harus dalam keadaan bahagia, rileks, tidak dalam kondisi tertekan ketika menyusui. Namanya ibu baru, kalau belum luwes/lancar ketika menggendong atau menyusui ya wajar. Tapi tidak dengan si teman, dia tidak mendapatkan bimbingan yang layak tentang bagaimana seharusnya menyusui, menggendong, dan memperlakukan bayi, yang didapat justru ‘bullying‘ dari sang ibu, orang dekatnya sendiri. Dia dianggap belum siap menjadi ibu, karena menggendong/menyusui saja tidak tahu caranya. Duh, saya beneran sedih dengar ceritanya. Dan sudah bisa ditebak, perpaduan antara bingung, panik, sedih, dan tertekan itu menghasilkan kombinasi yang ‘sempurna’ tidak keluarnya air susu. Jangan ditanya sudah usaha apa saja yang sudah dijalani oleh si teman demi bisa menyusui bayinya, tapi kondisi psikis yang kurang kondusif dan tekanan yang dirasakan hampir setiap harinya menyebabkan ASI-nya malah tidak keluar sama sekali. Di situlah cerita berawal kenapa si bayi harus mengonsumsi susu formula sejak awal kehidupannya.

Pun ketika saya harus menjalani sectio ketika melahirkan Alea, ada beberapa teman yang menanyakan kenapa kok tidak melahirkan secara normal saja, kan lebih ‘bagus’. Bahkan ada yang bilang, seorang perempuan akan lebih sempurna ketika melahirkan secara normal. Duh! Andai riwayat kehamilan saya normal-normal saja, mungkin saya juga akan mengambil pilihan untuk melahirkan secara normal. Tapi kondisinya saya mengalami placenta previa, di mana plasenta bayi saya menutup jalan lahir. Jadi, gimana ceritanya saya mau ngotot ngeden kalau jalan lahirnya saja tertutup plasenta? Dengan kondisi yang force majeur seperti itu apa iya saya dianggap belum sempurna sebagai seorang perempuan hanya gara-gara saya melahirkan secara sectio? Padahal, apapun cara yang harus dijalani, setiap ibu adalah sejatinya wanita, karena mereka rela bertaruh nyawa untuk melahirkan buah hati mereka ke dunia.

There’s a story behind everything. Sudah saatnya kita menghentikan mommy wars dan mulai menyadari bahwa sebenarnya kita berada di sisi yang sama kok; kita pasti ingin memberikan yang terbaik untuk buah hati dan keluarga. Kalau setiap ibu punya treatment yang berbeda untuk bayinya ya wajar saja karena saya kondisi setiap bayi tidak sama, pun dengan situasi yang dihadapi oleh masing-masing ibu. Tanpa disadari, ketika kita menge-judge orang lain ini-itu lantaran dia tidak menjalankan hal yang ‘tidak seharusnya’ itu sama saja menyakiti orang lain karena bagaimanapun sudah melabel dengan asumsi tentang bagaimana sosok ‘ibu yang baik’ itu.

Masih banyak tugas besar yang harus kita jalani dalam mendidik dan membesarkan buah hati daripada sibuk berdebat dan saling membandingkan. Sometimes you know what path you’ll choose, but sometimes, you just make your choice and hope for the best. Apapun pilihan yang kita ambil semoga itulah yang terbaik untuk buah hati kita. Let’s love more, and judge less…

So, tetap semangat, Bunda!

[devieriana]

 

ilustrasi dipinjam dari sini

foto-foto tentang mommy wars bisa dilihat di sini

Continue Reading

Demam, Mau Pinter?

Sebenarnya saya kurang percaya sama yang namanya mitos. Ada hal-hal yang selama masih bisa dilogikakan, saya akan cenderung lebih percaya logika ketimbang mitosnya. Seperti mitos-mitos kehamilan dan perawatan anak, selalu saya usahakan untuk membandingkannya dengan opini dokter atau pakar yang lebih paham, bukan apa-apa, supaya kita tetap menjadi orangtua yang logis, smart, dan tetap aware. Namanya juga orangtua yang anaknya lahir dan hidup di era internet jadi mau tidak mau kita juga harus menyesuaikan diri.

Seperti misalnya ketika Alea tiba-tiba demam tinggi, ada yang bilang, “Udah, gapapa. Tenang aja, itu berarti anak kamu mau pinter…” Saya sih mengamini, semoga begitu adanya. Memang, konon, kalau anak tiba-tiba demam tinggi tandanya mau pinter, atau ada kebisaan baru, atau ada suatu perubahan yang terjadi dalam tubuhnya. Mitos ini sudah ada sejak zaman nenek moyang kita. Tapi apa iya seorang anak yang ‘mau pinter‘ itu harus didahului dengan demam/sakit?

Alea selama ini alhamdulillah jarang sakit. Ketika akan bisa tengkurap atau tumbuh gigi pun biasa saja, tidak disertai demam terlebih dahulu. Memang ada, bayi-bayi yang ketika akan tumbuh gigi badannya demam karena terjadi radang di gusinya. Kalau Alea demam/flu sih pernah, namanya kondisi badan manusia pasti ada up and down-nya, seperti orang dewasa kan juga begitu. Apalagi kondisi badan bayi/balita yang masih rentan terhadap virus, kondisi lingkungan yang tidak selamanya bersahabat, dan aktivitas bayi/balita yang cenderung meningkat. Jadi kalau bayi/balita mulai demam/batuk/pilek itu bagian dari tumbuh kembang mereka.

Nah, ceritanya saya ada dinas ke Bogor. Sepulang dinas, ketika Alea sedang memeluk saya, kok agak badannya terasa agak ‘anget‘ ya? Ketika saya ukur dengan termometer, memang benar ada sedikit kenaikan suhu badan, menjadi 38 derajat celcius. Tapi berhubung Alea tidak mengalami penurunan aktivitas, tetap semangat merangkak ke sana-ke mari, dan makannya pun lahap seperti biasa, jadi saya tidak seberapa khawatir. Jadi treatment-nya hanya saya beri minum air putih yang lebih sering, plus ASI kapan pun dia minta, plus sedia obat penurun demam anak yang diberikan oleh dokter just in case demamnya makin tinggi.

-----------Alea memang tidak rewel, tapi dia jadi lebih manja. Maunya dekat dengan saya. Hingga tidur pun dia tidak mau tidur di tempat tidur, maunya tidur di gendongan. Hingga akhirnya semakin malam, saya rasakan kok suhu tubuhnya semakin tinggi, dan puncaknya sekitar pukul 12 malam suhu tubuhnya mencapai 39.3 derajat celcius. Jujur, saya mulai panik. Tidak biasanya Alea demam setinggi ini. Paniknya karena obat penurun panasnya tidak bereaksi, dan suhu tubuhnya semakin tinggi, sementara dokter spesialis anak pasti tidak ada yang buka kalau Sabtu/Minggu. Masa iya harus ke UGD? Jangan dulu deh. Selain mengompres dahinya dengan air hangat suam-suam kuku, saya juga mencoba metode skin to skin, untuk menurunkan demam pada bayi. Hingga akhirnya saya ikut tertidur dalam kondisi duduk setelah berjaga sampai hampir pukul 4 pagi.

Ketika saya bangun, Alea masih dalam keadaan tidur pulas. Saya raba dahi, badan, dan telapak kakinya. Alhamdulillah suhu badannya mulai turun. Ketika saya ukur, suhu badannya sudah turun menjadi 37.9 derajat celcius. Sedikit lega, walaupun badannya masih terasa agak panas.

Hari itu Alea menjalani aktivitas seperti biasa. Dia makan dengan porsi seperti biasa, minum vitamin seperti biasa, tapi untuk air putih saya berikan lebih sering supaya dia lebih sering pipis jadi demamnya bisa lebih cepat turun lagi. Dan siangnya suhu badannya berangsur-angsur menjadi normal, terakhir saya ukur suhunya 36.7 derajat celcius. Alhamdulillah. Keesokan harinya saya sengaja ambil cuti dadakan untuk stand by, jaga-jaga kalau suhu badannya naik lagi. Tapi syukurlah suhu badannya stabil, jadi hari Selasa saya bisa kembali ngantor.

Percaya/tidak percaya, seminggu setelah kejadian demam tinggi itu dia mulai bisa jalan. Awalnya 1-3 langkah, lalu jatuh. Hari berikutnya menjadi 5 langkah, dan seterusnya hingga akhirnya lancar dengan sendirinya. Ah, saya jadi terharu… *kecup Alea*.

----------Jadi entahlah, ada hubungannya atau tidak antara demam dan ‘mau jadi pinter‘ itu tadi kok ndilalah pas habis demam dia bisa jalan. Padahal sih kalau menurut pemeriksaan dokter, waktu demam kemarin dikarenakan oleh virus. Tapi berhubung daya tahan tubuhnya bagus, jadi demamnya tidak terlalu lama.

Kalau yang pernah saya baca, demam itu semacam alarm dalam tubuh yang ‘menginformasikan’ bahwa sedang terjadi ‘sesuatu’ dalam tubuh (anak) kita. Jadi sama sekali tidak ada hubungannya dengan ‘mau pinter‘. Kalau memang habis demam kebetulan dia nambah kebisaan ya memang sudah waktunya.

Kalau kata dokter, penyebab demam anak itu banyak sekali, tetapi kalau demam yang terjadi pada bayi/balita/anak kebanyakan disebabkan oleh infeksi virus atau flu yang disertai batuk/pilek. Kebetulan waktu itu Alea memang juga pilek. Pada umumnya, penyakit yang disebabkan oleh virus ini bersifat self limiting disease, atau akan sembuh dengan sendiri oleh kekebalan/pertahanan tubuh dirinya. Jadi memang tidak perlu obat khusus. Ketika ada virus/kuman yang masuk ke dalam tubuh, secara otomatis tubuh akan memberikan reaksi dengan cara menghasilkan zat yang menyebabkan suhu tubuh naik. Dengan suhu tubuh yang naik ini akan membuat sel pertahanan tubuh dapat bekerja lebih optimal. Begitulah penjelasan dokter yang menangani Alea waktu itu.

Mitos itu antara percaya dan tidak percaya sih. Ada teman yang ketika hamil sama sekali tidak diperbolehkan makan lele, karena lele dipercaya dapat membuat kepala bayi membesar sangat cepat sama seperti kepala ikan lele sehingga akan menyulitkan proses persalinan. Dia juga tidak makan belut karena belut kan licin, khawatir anaknya tidak bisa diatur. Padahal belut dan lele itu kandungan nutrisinya bagus, kolesterolnya rendah, mengandung lemak baik yang bisa mencegah kelelahan pada ibu hamil, dan juga mengandung protein dan mineral yang baik untuk pertumbuhan janin. Dulu, oleh dokter saya malah disuruh makan apa saja yang enak-enak, hehehe…

Jadi, ini tips dari dokternya Alea, kalau anak tiba-tiba demam, selama dia masih riang, masih beraktivitas seperti biasa, orang tua tidak perlu terlalu panik. Level aktivitas anak kita adalah indikator yang jauh lebih akurat daripada angka pada termometer. Kecuali dia mengalami dehidrasi dan kejang, itulah saat kita mulai waspada.

Jadi, benarkah demam itu tanda anak mau pinter?

 

 

[devieriana]

Continue Reading

Malaikat Sayap Kapas ..

little angel

Langit tampak pucat & basah..
Tampak tak tidur setelah menangis semalaman..
Tubuhku lunglai seolah tak bernyawa..
Tulang belulangku lunak bak tulang ayam presto..
tak mampu menyangga puluhan kilogram
daging hidup yang membungkusnya..

Mataku mengering, korneaku mengeras..
Seluruh ruang mendadak kosong.. sunyi
Sang waktu enggan merayap..
Dia duduk diam ikut enggan bergerak..

Mendadak..
kepak sayap ribuan gagak hitam membahana di sekelilingku..
Kidung kematian pun mengiring nyaring
diantara keruh & pekatnya langit siang..

Sebentuk malaikat mungil sekelebat menyeruak..
meronta keluar dari buncitnya perutku..
terbang pelan, kemudian meninggi ke arah gumpalan awan putih..
tersenyum sambil melambaikan tangan kecilnya padaku..
berbisik lirih padaku yang mati suri..

“kutunggu Mama di surga..”

Jeritku nyaris tak terdengar..
luruh bersama merahnya darah & putihnya kafan..

– Jakarta, 12 Agustus 2008 –

gambar imut itu dipinjem dari sini

[devieriana]

Continue Reading

Ngidam : Keinginan Bayi atau Ibunya?

pregnant ladyKita sering mendengar kata ‘ngidam‘, kan? Buat para wanita yang sudah pernah merasakan hamil dan ngidam pasti tahu bagaimana rasanya ngidam. Ngidam adalah suatu rasa yang “kepengen banget” terhadap sesuatu yang kebanyakan dirasakan oleh para ibu hamil, dan kadang suka jadi alasan, “eh, ini keinginan bayinya, lho”, walaupun sekarang mengalami menjadi kata-kata umum untuk menggambarkan sesuatu yang benar-benar kita inginkan.

Kita coba spesifikkan ke ngidamnya para ibu saja, ya. Yang namanya ngidam datangnya suka sekonyong-konyong, mendadak, dan tidak bisa diprediksi. Tidak pandang waktu, cuaca, situasi, dan kondisi. Bisa saja pagi-pagi buta, tengah malam, atau tengah hari bolong. Jenis keinginannya pun tidak tanggung-tanggung, dan terkadang juga aneh. Permintaannya mulai ‘kelas standar’ sampai ‘kelas mahal’. Yang standar sih cuma minta mangga muda (yang setelah dibelikan sekilo cuma diiris ujungnya aja habis itu udahan), ada juga yang tengah malam minta sepaket nasi kuning lengkap. Nah yang kaya gini nih yang mulai aneh…, tengah malam buta mana ada yang jual nasi kuning, coba? Kalau teman saya lebih lucu lagi, pengen makan bakso tapi minta ditaruh dalam mangkok gambar ayam jago, dan yang jualan harus berkepala gundul. Yaelah, mau makan bakso aja ribet bener, ya? ;)) Kalau yang kelas berat contohnya tiba-tiba pengen mobil, rumah mewah, sampai dengan perhiasan emas dan berlian, dan berbagai macam keajaiban ngidam lainnya. Kalau yang emas berlian itu isterinya teman saya, hihihi… Kadang masih suka takjub aja kalau dengar ceritanya, “Pah, tadi pas abis bangun tidur mendadak aku pengen gelang emas yang ada mata berliannya… Beliin ya, Pah. Ini yang minta bayinya lho. Kalo nggak diturutin nanti bayimu ngileran!”  Nah, kalau ini sudah mulai nggak jelas, nih. Beneran itu keinginan bayinya? 😕

Sebenarnya ngidam itu harus atau enggak sih selama hamil? Apakah benar mitos yang menyebutkan kalau ngidam tidak keturutan nanti anaknya suka ngiler? Ngidam itu keinginan ibu atau bayinya? Apakah ngidam itu sebagai ‘sarana’ mencari perhatian suami/keluarga? 😕

Pas saya hamil untungnya tidak sampai ngidam kelas berat, paling unik cuma mendadak makan mie instant yang dibikin di warung tegal depan gang, sama pengen foto-foto di taman bunga ;)). Kalau makan mie instan itu harus berantem dulu sama suami, alasannya kan kurang higienis dan nggak sehatlah. Bahkan dibikinkan suami yang bentuknya sama persis pun sama bikinan mas-mas di warung depan, lengkap dengan telur dan sayuran, nggak saya makan dan akhirnya  dimakan sendiri sama suami saya ;)). Kalau keinginan foto-foto itu munculnya jam 12 malam. Hahaha, serem ya? ;)). Nah, kalau ini saya masih bisa compromise sama suami, kita foto-fotonya besok paginya saja di TMII, kebetulan besok hari Minggu.

Nah, sekarang coba bandingkan dengan ngidamnya beberapa teman yang pengen dibelikan mobil, handphone baru, sampai gelang emas berukir ini itu & bermata berlian. Ini bukan saya iri lho, cuma ‘kagum’. “Ya namanya juga bawaan bayi say, nanti kalau nggak dituruti bayinya bisa ngiler-ngiler lho..,” begitu pembelaan sang bunda kalau saya komentari, “ngidammu kok mahal banget, ya ;))” Beruntung suami-suami mereka pas orang mampu, jadi soal permintaan-permintaan yang sesuatu itu nggak masalah. Lain lagi kalau suami pas budget-nya pas-pasan terus isterinya minta dibeliin barang-barang kaya tadi, apa ya cuma bisa mengelus dada? ;))

Kalau dilogikakan, mana mungkin bayi sekecil itu sudah mengerti perhiasan, pakai milih pula harus yang modelnya begini-begitu. Lha wong, melihat keadaan di luar perut ibunya saja dia belum mengerti, apalagi masalah mobil, rumah, handphone dan aneka jenis dan bentuk perhiasan itu tadi.  Jadi kasihan sama bayinya, demi alasan ngidam, bayi kok seolah jadi dibuat ‘tameng’ untuk meluluskan keinginan sang ibu, ya? “Oh, jadi kamu mau ngomong ‘ngidam’ itu aslinya  keinginan ibunya, gitu?” Mmmh, kayanya sih begitu ;))*dijambak*. Agak terkesan ‘aji mumpung’ gitu. Mumpung hamil, kan perhatian suami tercurah ke bunda dan calon buah hati nih. Belum tentu kalau pas lagi nggak hamil semua keinginan bisa dituruti ;)) *digerus pake ulegan*

Jadi bagaimana menurut kalian, sebenarnya ngidam itu keinginan bayi atau ibunya? :-?. Ah ya, biar kali ini saya nulis  postingan dengan ending menggantung :))

[devieriana]

gambar diambil dari sini

Continue Reading

And.. it happened again ..

Innalilahi wa inna illaihi rajiun .. Kayanya baru beberapa waktu lalu saya mendengar kabar duka tentang salah satu anak buah yang mengandung & kehilangan bayinya, eh tadi malam jam 21.00 mendadak saya terima sms yang mengejutkan lagi.. Salah satu mantan teman sekantor yang sekarang udah resign & menetap di Bogor yang lagi hamil 7 bulan juga kehilangan bayinya..

Shock lagi. Seperti mimpi.. Rasanya baru kemarin saya ikut sedih karena salah satu anak buah saya kehilangan bayinya, sekarang salah satu teman baik saya juga mengalami hal itu, sudah usia kandungan 7 bulan pula.. Jadi keinget lagi , saya juga kehilangan bayi saya saat usia 6 bulan dalam kandungan karena tali plasentanya terpilin-pilin sehingga si bayi tidak dapat asupan makanan & oksigen..

Sedih bangetlah, pasti. Tapi ya wis diikhlaskan aja, apapun itu, pasti Allah udah punya rencana yang indah buat kalian, buat kita.. Kita kan nggak pernah tahu apa rencana Allah selanjutnya. Insyaallah segala kebaikan akan tercurah setelah kita mendapat musibah ini..

Amien3x ya rabbal alamieen..

Tabah ya dear .. >:D<

* dedicated to Noeny & Faisal *

[devieriana]

Continue Reading