Setneg Serial Lecture: Berbagi Cerita dengan KGPAA Mangkunegara X

Siapa yang tidak kenal dengan Gusti Bhre, atau lebih lengkapnya Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara X? Beliau merupakan penguasa Pura Mangkunegaran yang juga merupakan putra bungsu dari Mangkunegara IX dan Gusti Kanjeng Putri Mangkunegara IX. Gusti Bhre yang bernama lengkap Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo  ini menghabiskan masa kecilnya di Jakarta, meskipun sering menghabiskan waktu liburan di Solo dan terlibat dalam berbagai kegiatan adat di Mangkunegaran.

Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo adalah lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan telah aktif membantu pengelolaan Pura Mangkunegaran sebelum dinobatkan. Gusti Bhre resmi dikukuhkan sebagai KGPAA Mangkunegoro X pada usia 24 tahun, menjadikannya sebagai Mangkunegoro termuda dalam sejarah panjang perjalanan Pura Mangkunegaran Solo yang membentang hingga 265 tahun. Penobatannya sebagai Mangkunegara X dilakukan pada 12 Maret 2022 di Pendapa Ageng Pura Mangkunegaran, dan acara ini dihadiri oleh beberapa tokoh penting termasuk Presiden RI Joko Widodo dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

Nah, pada Serial Lecture yang diadakan secara rutin oleh Pusat Pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara (PPKASN) Kementerian Sekretariat Negara, pada 26 Oktober 2024 lalu saya didapuk sebagai MC yang menghadirkan Sri Paduka Mangkoenagoro X sebagai narasumber/bintang tamu. Saat tawaran itu datang, senyum saya merekah dengan lebar, ear to ear, hati saya pun berbunga-bunga. Bukan, ini bukan karena saya sedang dalam masa puber kedua, melainkan karena ini adalah kesempatan pertama saya untuk menjadi pembawa acara dengan seorang raja muda sebagai tamu.

Persiapan dan riset kami lakukan demi menghidupkan acara. Bersama rekan saya Satriyo Wibowo, kami berdua menyiapkan gelaran tersebut dengan sebaik mungkin dan sehidup mungkin, karena public figur tersebut merupakan salah satu idola anak muda. Jadi bagi duo MC yang usianya sudah bukan lagi anak muda ini tentu perlu beberapa penyesuaian supaya tidak membosankan, ya. Kami berdua menggali berbagai referensi tentang Gusti Bhre, mengikuti perkembangan aktivitasnya, dan memahami topik-topik yang relevan dengan minat audiens muda. Kami bahkan menonton beberapa wawancara sebelumnya untuk mendapatkan wawasan tentang gaya dan kepribadian beliau.

Hari yang dinantikan pun tiba. Ruang auditorium telah disulap sedemikian rupa menjadi panggung yang penuh dengan vertical garden sebagai latar belakang kami. Saya dan Satriyo sudah bersiap dengan cue card panduan wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan menarik dan segmen interaktif seputar tema β€œMerawat Budaya Membangun Jati Diri Bangsa (Inovasi Kepemimpinan di Pura Mangkunegaran)”. Briefing singkat pun telah dilakukan kepada MC dan bintang tamu. Pertama kali melihat sosok beliau, batin saya berkata, Gusti Allah itu baik banget memberikan saya kesempatan mewawancara sosok besar yang dikagumi banyak orang, Gusti Bhre. Sosok yang telah ada di hadapan saya ini sebenarnya sama seperti anak muda lainnya, hanya saja dia tampak lebih kharismatik karena betapapun beliau adalah seorang raja. Posturnya tinggi semampai, dengan pembawaan sangat tenang.

Ketika wawancara dimulai, saya bisa merasakan energi positif dari Gusti Bhre. Beliau menjawab setiap pertanyaan dengan bahasa yang santun dan jelas. Setiap kata yang diucapkannya memancarkan kedalaman pengetahuan dan kecintaannya terhadap budaya. Beliau memberikan inspirasi tidak hanya melalui kata-katanya, tetapi juga melalui tindakan dan komitmen nyata terhadap pelestarian budaya serta kesejahteraan masyarakat.

Dalam wawancara tersebut, Gusti Bhre menjelaskan bahwa budaya selalu mengiringi ke manapun kita berada. Beliau juga berbagi kisah tentang pengalamannya dalam menjalankan nilai-nilai luhur para pendahulunya, bahwa sebagai pemimpinGusti Bhre masih mengamini pepatah Jawa β€œTiji Tibeh”, mati siji, mati kabeh, atau yang berarti mati satu, mati semua, yang merupakan ajaran/nilai semangat kebersamaan dan kedekatan antara pemimpin dan masyarakatnya.

Beliau juga menuturkan bagaimana Pura Mangkunegaran telah menjadi pusat kebudayaan yang aktif dalam melestarikan warisan leluhur, seperti tarian tradisional, musik gamelan, dan upacara adat. Tak lupa beliau juga menekankan pentingnya peran anak muda dalam melanjutkan dan mengembangkan tradisi ini agar tetap relevan di era modern. Menurutnya, inovasi dalam melestarikan budaya bukan berarti mengubah esensi dari tradisi itu sendiri, tetapi menemukan cara-cara baru untuk memperkenalkannya kepada generasi muda, misalnya melalui media digital dan program edukasi kreatif.

Topik pembicaraan yang mencakup pandangannya tentang peran anak muda dalam pelestarian budaya dan inovasi di era modern berhasil menarik perhatian dan antusiasme dari semua yang hadir. Gusti Bhre memberikan contoh konkret tentang inisiatif-inisiatif yang telah dilakukan di Pura Mangkunegaran, seperti workshop seni dan budaya yang melibatkan anak-anak sekolah dan komunitas setempat. Beliau juga berbagi cerita tentang kolaborasi dengan seniman dan kreator konten untuk menciptakan karya-karya yang menggabungkan elemen tradisional dan modern.

Audiens terlihat sangat terkesan dengan bagaimana Gusti Bhre mampu mengaitkan nilai-nilai tradisional dengan tantangan dan peluang zaman sekarang. Gelar wicara yang dibawakan dengan serius namun santai itu tidak hanya memberikan wawasan, tetapi juga memotivasi banyak orang untuk lebih menghargai dan berkontribusi dalam pelestarian budaya. Saya pun merasa terinspirasi oleh dedikasi dan visi beliau, yang mengingatkan kita semua bahwa menjaga dan merawat budaya adalah bagian penting dari membangun jati diri bangsa.

Pada akhir acara, saya menyadari bahwa pengalaman ini tidak hanya tentang bertemu seorang idola, tetapi juga tentang belajar dan mendapatkan wawasan baru. Saya dan Satriyo merasa sangat beruntung bisa menjadi bagian dari momen berharga ini, dan kami berdua sepakat bahwa kesempatan ini telah menambah kekayaan pengalaman profesional kami sebagai Master of Ceremony.

Teruntuk PPKASN Kementerian Sekretariat Negara, terima kasih atas kesempatan dan kepercayaan yang telah diberikan pada kami.

–Devieriana —

foto dokumentasi pribadi

Continue Reading

Sebuah ‘Project Rahasia’

Di Jumat pagi yang sibuk. Ting! Sebuah pesan masuk ke handphone saya.

“Devi, kamu ikut rapat di Ruang Rapat Sesmen, sekarang ya…”

Saya pun bergegas menuju Gedung Utama dan langsung menuju ke ruang rapat. Dalam hati saya bertanya-tanya sendiri, tumben saya dipanggil Bapak untuk ikut rapat di sini? Apa ada hubungannya dengan event acara hari Senin, 6 Januari 2017?

Sesampainya di sana, ternyata benar, rapat ini untuk mempersiapkan acara untuk hari Senin, 6 Februari 2017 lusa. Hah, lusa?!

Mensesneg via staf TU dan tim Sespri menginformasikan bahwa beliau ingin membuat sebuah acara pemberian penghargaan kepada para pejabat/pegawai yang telah berhasil membuat inovasi-inovasi dan perubahan positif bagi kantor tercinta ini. Tapi beliau ingin acara ini sifatnya surprise, bungkus saja dengan tajuk acara “silaturahmi dan pengarahan oleh Mensesneg”. Jangan sampai ada yang tahu, kecuali panitia saja. Begitu wanti-wanti Mensesneg via staf beliau.

Btw, begitu tahu format acaranya seperti itu seketika pikiran saya langsung terarah kepada moment ketika Obama menganugerahkan Presidential Medal of Freedom with Distinction kepada Wakil Presidennya, Joe Biden. Presidential Medal of Freedom with Distinction merupakan tanda penghormatan tertinggi dari pemerintah Amerika Serikat kepada warga sipil mereka yang dianggap telah memberikan kontribusi dan jasa luar biasa bagi Amerika Serikat. Nah, acara ini sepertinya kurang lebih seperti itu, tapi massal.

Sebenarnya di hari Selasa, 7 Februari 2017 ada acara pelantikan pejabat Pimpinan Tinggi Pratamadi lobby Gedung Utama, tapi demi efektifnya acara, beliau menginstruksikan agar acara pelantikan digabung saja dengan acara silaturahim. Wah, bakal jadi acara pelantikan terspektakuler sepanjang sejarah pelantikan di Sekretariat Negara nih. Karena baru kali ini lho ada pelantikan 3 orang Eselon II yang biasanya cuma dihadiri oleh para pejabat Eselon I saja, tapi kali ini dihadiri oleh kurang lebih 600 pejabat eselon I-IV di lingkungan Kementerian Sekretariat Negara, plus para undangan.

Kalau pelantikan, berhubung format acaranya sudah tetap, jadi persiapannya tidak terlalu heboh. Beda dengan acara kedua yang baru nemu rundown-nya saja, sementara format acaranya akan seperti apa belum jelas. Apakah akan dibuat formal, semi formal, atau tidak formal sama sekali? Lalu bagaimana dengan pengaturan tata ruangannya? Apakah class room style, theatre style, banquet style, U shape style, atau custom sajalah sesuai arahan Pak Menteri jika ada? Sama sekali belum ada gambaran yang pasti.

Hingga akhirnya, hari Minggu siang, tanggal 5 Februari 2017, semua panitia yang terlibat di 2 acara tadi memutuskan untuk ketemuan di lokasi acara untuk menyelaraskan segala sesuatu yang berkaitan dengan teknis dua acara yang akan inline besok.

Setelah koordinasi, latihan, simulasi, sinkronisasi, edit sana-sini, makan snack, dan gladi berkali-kali, sekitar pukul 19.30 disepakatilah konsep dan format acara yang sesuai atau (paling tidak) mendekati dengan arahan Pak Menteri. Pffiuh, akhirnya… *usap peluh*

Sesampainya di rumah saya belum bisa langsung tidur. Setelah menemani Alea bobo, masih langsung lanjut koordinasi jarak jauh dengan panitia dan tentu saja partner MC saya. Kebetulan di acara kedua, saya akan memandu acara secara duet, jadi butuh bahan buat ‘tektokan’ omongan. Pastinya butuh chemistry dan kerja sama, kapan harus ngomong sendiri, kapan harus bareng, dst.Saya sendiri menyerah pada rasa kantuk tepat pukul 01.00 dini hari dan menyerahkan estafet bahan MC-an ke partner MC saya, Si Dimas untuk disempurnakan lagi.

Semua panitia yang terlibat benar-benar mencurahkan tenaga dan konsentrasinya untuk acara yang secara guyonan kami sebut project ‘Bandung Bondowoso’ ini. Hahahaha, iyalah. Jika ditotal, kami hanya mempersiapkan acara ini selama 3 hari saja (Jumat, Sabtu, Minggu). Padahal ini termasuk acara besar, dan baru pertama kalinya ada di Kementerian Sekretariat Negara. Pastinya butuh persiapan yang banyak sekali dan lumayan ribet.

Pukul 07.30 tim protokol pelantikan sudah bergerak ke Krida Bhakti untuk gladi dan persiapan acara pertama, yaitu pelantikan, sekaligus koordinasi terakhir terkait acara kedua yaitu silaturahim dan pengarahan oleh Mensesneg. Whoaa, jujur agak deg-degan. Satu saja doa kami, semoga kedua acara ini berjalan lancar, tidak ada kendala, dan Pak Menteri berkenan.

Satu persatu tamu dan undangan mengisi Gedung Krida Bhakti yang pagi itu tampak semarak sekali. Walau tak bisa dipungkiri ada banyak wajah penasaran yang terlihat pagi itu. Hihihik, maaf ya… kami terpaksa harus merahasiakan acara ini, karena memang demikian arahan Pak Menteri, biar surprise.

Acara pertama berjalan khidmat dan lancar. Selang 5 menit seusai pelantikan, bersama partner MC saya hari itu (Dimas), langsung memandu acara kedua, yaitu silaturahim dan pengarahan oleh Mensesneg.

Jujur, saya agak geli melihat berbagai ekspresi dan kasak-kusuk para undangan yang hadir tentang dua agenda yang berlangsung hari Senin kemarin. Apalagi di sesi pengarahan oleh Mensesneg. Berbagai ekspresi tergambar di raut wajah para undangan. Ada yang tegang, ada yang datar-datar saja, ada yang serius, ada yang senyum-senyum, tapi yang ngantuk juga ada.

Mensesneg menyampaikan arahannya dalam beberapa slide, yang intinya menginformasikan berbagai inovasi yang telah hadir di Kementerian Sekretariat Negara, sekaligus menyampaikan rasa terima kasih yang setulusnya kepada para pejabat/pegawai yang telah memberikan kontribusi positif kepada kantor tercinta dalam bentuk inovasi-inovasi yang kreatif. Dalam kesempatan itu Mensesneg juga meminta maaf, karena selama 2.5 tahun ini sudah jadi orang yang cerewet, bawel, dan menyebalkan kepada seluruh pegawai di lingkungan Kementerian Sekretariat Negara. “Saya terpaksa harus menjadi Devil Advocate. Its not me, but I have to do that. Saya mohon maaf Bapak Ibu”, ujar beliau.

Ketika slide sudah menampilkan kata ‘Terima Kasih”, di situlah peran kami sebagai MC sejatinya baru dimulai. Bagaimana memulai acara dan menggiring mood hadirin yang awalnya serius menjadi lebih santai dan cair.

Oh ya, di pintu masuk, panitia sudah membagikan beberapa kertas origami berwarna-warni kepada beberapa pejabat yang hadir. Pasti beliau-beliau itu sempat bertanya-tanya, “ini kertas buat apaan?”. Di sesi inilah misteri kertas origami itu terpecahkan, hihihik.

Mekanisme penyebutan para nominasinya kami sudah atur sedemikian rupa supaya tidak terlalu ribet. Ada 47 inovasi tercatat, yang dikelompokkan ke dalam 8 kategori lengkap dengan para nominee dan pemenangnya, dan siap untuk diumumkan. saat kami mulai memanggil para pejabat pemegang kertas dengan warna tertentu untuk maju dan menerima penghargaan inovasi dari Mensesneg, di situlah suasana yang tadinya hening, tegang, dan serius berubah menjadi pecah, riuh, dan penuh tepuk tangan.

Alhamdulillah, acara berjalan lancar. Bahkan hingga kami menutup acara, semua kegembiraan masih tergambar jelas di raut wajah para pemenang. Ada raut kelegaan pula yang tergambar di wajah para panitia yang sudah bekerja keras demi kelancaran acara ini. Kalau pun ada kekurangan di sana-sini ya wajar, karena persiapannya hanya 3 hari, itu pun 2 harinya Sabtu dan Minggu.

Saya patut menjura kepada totalitas seluruh panitia. Dalam waktu sesingkat itu semua bisa tertangani, mulai mempersiapkan trophy, piagam penghargaan, video, presentasi, dll terkait teknis acara. Semua bekerja sesuai dengan fungsi dan porsi masing-masing tapi tetap saling dukung dan terintegrasi satu sama lain.

Senang bisa bekerja sama dengan kalian, hai para alumnus Hogwarts! Kalian luar biasa!

 

[devieriana]

 

NB: Foto-foto acara akan di up date nanti ya, hehehe…

Continue Reading

Kesibukan yang Random Itu

Lama juga ya saya tidak up date postingan apapun di blog yang sudah banyak sarang laba-labanya ini. Biasalah alasannya klise, belum ada kesempatan yang pas buat up date blog. Di kantor pas kerjaan lagi ‘panen raya’, kalau pas sudah di rumah sudah malas buka laptop karena sudah keburu capek dan ngantuk. Belum lagi beberapa waktu lalu Alea sakit, jadi ya harus konsentrasi merawat dia sampai sembuh. Biasalah, kalau di daycare kan kalau sakit satu virusnya nular ke teman lainnya, tapi sekarang sih alhamdulillah sudah sehat, dan akhirnyahari ini bisa posting sesuatu.

Hari ini saya meliburkan diri, daycare-nya Alea kebetulan diliburkan karena hari ini bertepatan dengan demo 212 di Monas. Lebih ke tindakan preventif sih, dikhawatirkan terjadi kejadian seperti tanggal 4 November kemarin yang sempat rusuh. Untungnya saat itu eyangnya Alea masih di rumah, jadi Alea nggak ke daycare. Tapi hari ini, mau tidak mau saya harus meliburkan diri karena kalau pun saya bawa Alea ke kantor, dia tidak akan bisa istirahat dengan properly, saya pun bekerja juga nggak bakalan tenang karena harus membagi konsentrasi ke pekerjaan dan Alea yang pasti aktivitasnya bakal ada saja, tidak mau diam. Jadi kesibukan saya akhir-akhir ini selain kerja ya pastinya momong bocah karena eyangnya sudah kembali ke Surabaya, jadi Alea full sama saya.

Seperti halnya tahun-tahun sebelumnya, bulan-bulan terakhir menjelang akhir tahun adalah bulan-bulan sibuk. Terutama persiapan peringatan HUT Korpri yang tahun inindilalahsaya didapuk jadi koordinator peserta lomba menyanyi tunggal dan baca Pembukaan UUD 1945 di satuan kerja Sekretariat Kementerian dan Kedeputian.

Baca Pembukaan UUD 1945 sajapakai dilombakan? Iya, karena sebenarnya tidak mudah membaca Pembukaan UUD 1945 itu, kalau sekadar baca saja sih bisa kelarlah, tapi kalau membaca secara ‘benar’, lumayan ada tantangannya. Dulu ketika awal-awal menjadi petugas upacara, sayaspesialisasi pembaca Pembukaan UUD 1945. Sempat bosan sendiri, masa tiap kali tugas kok ya kebagianjadi pembaca UUD. Kenapa bukan jadi MC atau baca yang lain saja, selain UUD 1945. Tapi akhirnya saya malah menemukan keseruan tersendiri ketika bertugas sebagai pembaca UUD 1945, karena di sana saya bisa ‘mengolah’ intonasi dan memberi ‘jiwa’ di dalamnya. Alhamdulillah sih sejauh ini responnya positif dan katanya baru kali ini pembacaan Pembukaan UUD 1945 itu beneran disimak oleh peserta upacara, hahaha… ada-ada saja.

p_20161123_111029

Lomba baca Pembukaan UUD 1945 ini penyelenggaranya adalah Sekretariat Militer Presiden, lombanya pun dilakukan di sana. Setiap satuan kerja diperkenankan untuk mengirimkan maksimal 2 orang wakil peserta. Berhubung yang mendaftar ke saya lebih dari 2 orang, berarti saya harus melakukan seleksi internal meliputi baris berbaris, dan olah vokal. Tidak semua paham peraturan baris berbaris, tidak semua mampu mengolah vokal sehingga memunculkan suara yang terdengar ‘utuh’ dan ‘gagah’ ketika membaca Pembukaan UUD 1945. Singkat cerita, alhamdulillah salah satu peserta yang kami kirimkan meraih juara 3. Merupakan sebuah prestasi yang lumayan bagus, mengingat dia sama sekali belum pernah menjadi petugas upacara, dan butuh sedikit effortuntuk mengolah suaranya yang cenderung cempreng kalau sedang hilang fokus hingga jadi suara yang bulat dan ‘utuh’ :D.

Selesai mengoordinatori lomba pembacaan Pembukaan UUD 1945, lanjut ke lomba menyanyi tunggal. Ada sedikit ‘insiden’ di lomba ini. Setiap satuan kerja hanya diberi alokasi nomor peserta sebanyak 14 nomor, terdiri dari 7 nomor peserta lagu pop,dan 7 nomor peserta lagu dangdut. Sejak awal dibuka, animo peserta lomba menyanyi lagu pop lebih banyak dibandingkan dengan lagu dangdut yang hingga mendekati waktu lomba hanya ‘laku’ 1 nomor saja. Tapi ya sudahlah, daripada tidak ada sama sekali, kan?

Di detik-detik mendekati lomba di mulai, saya mulai mengabsen satu persatu calon peserta. Ternyata ada 1 peserta lagu pop yang hingga mendekati injury time baru kasih kabar kalau dia masih rapat di kementerian lain. Lah, kalau dadakan cari peserta kan agak susah ya, memangnya kita penjual tahu bulat? Setelah ditawarkan ke sana ke mari dan berbuah tidak ada yang berminat ikut lomba, akhirnya ya sudahlah saya akhirnya ikut lomba menggantikan peserta yang mengundurkan diri dadakan tadi. Padahal aslinya saya tidak mau ikut lomba, biar kasih kesempatan buat yang lain. Tapi ya dari pada nomornya mubadzir, akhirnya saya ikutan juga. Tanpa ada waktu latihan, tanpa persiapan apa-apa, saya download saja lagunya Sam Smith dari youtube, lanjut burn ke cd. Oh ya, di babak penyisihan ini para peserta menyanyikan lagu pilihan masing-masing dalam format minus one karaoke.

Saya menyanyi nyaris tanpa beban. Lolos syukur, nggak juga tidak apa-apa, namanya juga lomba menyanyi ala-ala. Walaupun tak dipungkiri saya sempat keder juga melihat kualitas vokal peserta lain yang luar biasa. Ndilalah, pas pengumuman kok saya dan rekan seperjuangan saya dari satuan kerja yang sama dinyatakan masuk final. Itu berarti kami akan tampil dengan iringan live band. Dari beberapa lagu pilihan yang sudah dipilih oleh panitia, saya memilih lagu Keliru, Ruth Sahanaya untuk dinyanyikan ketika final nanti. Bukan apa-apa, sepertinya hanya itu lagu yang paling sesuai dengan vokal saya yang pas-pasan ini dan kebetulan liriknya juga nggak ribet. Saya hanya sempat latihan sekali saja bersama band ketika pengambilan nada dasar, selebihnya hanya sempat mendengarkan lagi dalam perjalanan menuju kantor itu pun di hari H. Doh, Devi!

Ada yang lucu ketika final berlangsung. Ketika semua perwakilan didukung oleh suporter yang super heboh, beda dengan kami berdua yang nyaris tanpa suporter, hihihik. Bukan apa-apa, kebetulan, di hari yang sama dengan penyelenggaraan final lomba menyanyi itu biro saya juga ada gathering ke Puncak, jadilah para peserta gathering sudah sebagian berangkat ke Puncak, dan menyisakan beberapa orang saja yang kebetulan berhalangan ikut. Plus ternyata para penonton di situ tidak tahu mana peserta perwakilan dari Sekretariat Kementerian dan Kedeputian yang lolos masuk final. Kasian amat ya…. ;))

img_20161127_194213

Bagi yang berkenan melihat video lomba nyanyi ala-ala bisa dilihat di sini, pardon my ‘sember’ voicelho ya :D. Singkat cerita, alhamdulillah ada berkahnya juga ternyata, saya dinyatakan sebagai juara 2. Saya sudah siap mau pulang, karena sepertinya tipis harapan bakal menang, karena saya lihat ada peserta lain yang jauh lebih bagus ketimbang saya. Juara 3 saja saya lolos, nggak mungkinlah juara 2 apalagi juara 1, pikir saya. Tapi sekali lagi, rezeki tidak akan tertukar, mungkin tahun ini rezeki saya, ikut lomba nyanyi dadakan, dan jadi juara 2. Semoga jurinya sedang tidak khilaf, dan tidak salah hitung ya…

Kesibukan lainnya sih standar, memandu acara pelantikan pejabat Eselon II, III, dan IV di lingkungan Kementerian Sekretariat Negara, dan sempat juga memandu acara ‘dadakan’ di Pengukuhan Dewan Pengurus KORPRI Kementerian Sekretariat Negara yang bertepatan dengan peringatan HUT KORPRI Ke-45 yang jatuh pada tanggal 29 November 2016. Ya sebenarnya acaranya sendiri sih tidak dadakan, request ngemsinya yang dadakan. Sepertinya kita harus selalu siap untuk acara-acara dadakan deh. Eh, adakah yang ikut upacara di Monas? Saya sih kebagian sidak bersama teman-teman Biro SDM lainnya, hihihik. Ternyata sidak itu bikin gempor kaki ya 😐

Kesibukan berikutnya apa? Masih ada 2 agenda acara lainnya yang sedang menunggu di tanggal 4 Desember dan 6 Desember 2016. Tanggal 4 Desember 2016 saya akan memandu acara puncak HUT KORPRI ke-45 di lingkungan Kemensetneg dan Setkab, sedangkan tanggal 6 Desember 2016 saya dipercaya memandu acara kerja sama antara Dharma Wanita Persatuan Kementerian Sekretariat Negara, Komisi Pemberantasan Korupsi, Australia Indonesia Partnership for Justice (AIPJ), dan The Australian Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) dalam penyelenggaraan acara “Saya Perempuan Anti Korupsi”. Sebuah acara yang pernah saya ikuti juga beberapa waktu lalu di Hotel Sari Pan Pacific. Harapan saya selalu sama, semoga acara yang saya pandu semuanya berjalan lancar.

Hmm, sepertinya sih yang di depan mata baru 2 acara itu saja sih, entah ke depannya nanti ada acara apa lagi selain upacara dan pelantikan tentu saja.

Jadi, begitulah beberapa kesibukan saya beberapa waktu ini, mohon dimaklumi kalau jarang up date. Toh sepertinya kalau blog abal-abal ini banyak sarang laba-labanya juga kayanya sudah biasa ya, alasannya pun klasik dan klise, hihihik…

Selamat berakhir pekan, kawan! Have a good day!

 

[devieriana]

Continue Reading

Tentang Memandu Acara di Rumah Mantan Kepala Negara

20161217_225821

 

Pada suatu malam, ketika saya hampir lelap menemani Alea tidur, smartphone saya berbunyi. Dari layar terbaca nomor salah satu kepala bagian di Biro Umum.

“Ya, Pak…”
“Devi lagi di mana?”
“Di rumah, Pak. Mau kelonan sama Alea, hehehe. Kenapa, Pak? Ada yang bisa kubantu?”
“Ya ada dong. Masa saya nelepon kamu malam-malam nggak ada yang bisa kamu bantu, hehehe. Besok ngemsi di rumah Pak SBY, ya…”

Glek! Kantuk saya mendadak lenyap.

“Oh.. acara apaan, Pak?”
“Serah terima rumah dari negara ke mantan Presiden. Acaranya besok jam 09.00 di Mega Kuningan ya.”
“Rundown-nya, Pak?”
“Abis ini aku kirim. Ok, ya Dev. Jangan lupa lho ya, besok jam 9 pagi…”
“Ok, siap, Pak!”

Setelah telepon ditutup saya panik sendiri. Ini sudah hampir pukul 9 malam, dan dapat telepon mendadak untuk acara besok pagi yang pastinya bukan acara ‘biasa-biasa’ saja, dan tidak mungkin saya mengemsi tanpa persiapan matang, sekalipun acaranya semi formal.

Dari hasil koordinasi yang saya lakukan malam itu dengan 2 orang pejabat dari Biro Umum belum sepenuhnya fix karena mereka pun masih dalam koordinasi dengan Kepala Biro Umum dan keluarga Cikeas. Tapi dari gambaran rundown secara kasarannya sih memang acaranya memang tidak terlalu formal. Setidaknya saya masih ada gambaran bentuk acaranya seperti apa.

Serah terima rumah tersebut sedianya akan dilakukan langsung oleh Mensesneg, namun ternyata di hari yang sama ternyata Mensesneg berhalangan hadir karena di waktu yang sama juga harus mendampingi Presiden di acara lainnya, sehingga penyerahan kunci dan berkas-berkas lainnya diwakili oleh Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara, Bapak Setya Utama.

Selama ini saya lebih banyak dipercaya untuk memandu acara-acara di kantor; seperti pelantikan, acara-acara sosialisasi, focus group discussion, hari ulang tahun KORPRI, dan sesekali memandu acara di luar kantor secara freelance. Jadi, meskipun saya bekerja di lingkungan yang sangat dekat dengan istana, dan sekalipun Sekretariat Presiden itu berada di bawah koordinasi Kementerian Sekretariat Negara, tapi berhubung saya bukan ditempatkan di lingkungan Sekretariat Presiden jelas perintah untuk memandu acara di rumah Pak SBY ini menjadi pengalaman pertama bagi saya.

Keesokan harinya, tanggal 26 Oktober 2016, saya berangkat bersama teman-teman Biro Umum. Alhamdulillah, jalanan menuju ke arah Mega Kuningan tidak terlalu padat, mungkin karena kami berangkat dari jalanan yang berlawanan arah dengan jalur kemacetan.

Tak lama, kami pun sampai di Mega Kuningan Timur VII, Jakarta Selatan; tepat di belakang Kedutaan Besar Qatar. Dari jauh nampak sebuah rumah megah bergaya modern kontemporer. Terdiri dari bangunan dua lantai, dindingnya berwarna kombinasi cokelat tua, krem dan hitam. Sebuah tiang bendera beserta bendera merah putih berkibar di depan rumah tersebut. Rumah tersebut sekilas sudah rapi, walaupun masih perlu finishing touch di sana sini. Tampak beberapa mobil sudah berjajar rapi. Sepertinya memang beberapa tamu dan undangan sudah ada yang hadir lebih dulu. Sementara tuan rumah, Bapak SBY beserta keluarga masih dalam perjalanan dari Cikeas menuju Jakarta.

Sesampai di tempat acara saya langsung mencari lokasi tempat acara akan berlangsung, sengaja tidak banyak berkeliling dan foto sebagaimana yang dilakukan rekan-rekan yang lain. Selain memang agak ramai, saya prefer menyiapkan diri saja. Ya kan saya belum tahu medannya bagaimana, hadirinnya seperti apa, dan acaranya nanti berjalan seperti apa. Masa ya mau pecicilan duluan, segala sudut difotoin. Oke, ini pasti pencitraan, sok nggak mau foto-foto. Padahal aslinya gatel pengen pepotoan. Ya, kan? Nganu, saya mengandalkan fotografernya Bapak aja. Masa iya sih MC-nya nggak difoto, hihihik.

Tak lama, saya melihat rombongan keluarga Bapak SBY memasuki halaman dan mulai menyalami satu persatu tamu yang hadir, termasuk saya. Oh, ikut disalami ya? Ya iya tho ya, kan saya ada di situ, dekat sama mikropon. Masa iya saya dianggap tumpeng?

20161217_225951

Sekitar pukul 10 acara baru dimulai karena masih harus menunggu Mas Agus sekeluarga hadir di acara tersebut. Mas Agus, Mbak Anissa, dan Aira langsung bergabung dengan kami setelah ngobrol beberapa jenak dengan para tamu dan undangan yang hadir.

Acara pun dimulai. Saya memandu acara seperti biasa saya memandu acara di kantor. Walaupun kali ini ditambah dengan sedikit efek deg-degannya, alhamdulillah semua berjalan lancar hingga akhir acara; potong tumpeng, dan ramah tamah (menikmati hidangan bersama-sama). Dari acara ini harapan saya sederhana saja, semoga saya tidak mengecewakan ya, Pak/Bu.

Sungguh sebuah kehormatan bagi saya yang (jujur) level ngemsinya masih abal-abal ini dipercaya untuk memandu acara di kediaman seorang mantan presiden. Semoga acara ini menjadisalah satu pemacu semangat saya untuk bisa lebih meningkatkan kompetensi, profesionalisme, dan kemampuan saya di dalam hal memandu acara ya, aamiin…
[devieriana]

 

foto: pribadi

Continue Reading

Busy November

Tak terasa bulan November sudah berlalu di depan mata, dan sekarang ‘tiba-tiba’ sudah masuk bulan Desember aja. Kalau dipikir-pikir waktu setahun itu kok ya cepet banget, ya?

November kemarin jadi bulan sibuk bukan hanya buat saya tapi juga buat kantor. Jadi kalau November kemarin saya sama sekali tidak posting apapun di blog ini harap dimaklumi ya, hiks…

Sejak awal bulan sudah digeber dengan diklat Kehumasan, dilanjut dengan dinas-dinas, ngemsi-ngemsi, dan lomba-lomba. Kalau soal penggunaan suara pokoknya di bulan November itu maksimal banget, ya MC indoor, ya MC outdoor, ya nyanyi indoor, ya nyanyi outdoor, ya MC acarA formal, ya acara lomba aerobik yang pakai teriak, “AYO SUARANYA MANAAAA?!’ Pokoknya MC serbagunalah, emang gedung doang yang serbaguna? Hahaha…

Eh, trus, kok tumben ada lomba-lombanya? Iya, sebenarnya setiap bulan November itu diperingati sebagai hari ulang tahun KORPRI. Kebetulan tahun ini KORPRI berulang tahun yang ke-44. Setelah dua tahun lamanya berhibernasi, dan jauh dari keriaan, tahun ini ulang tahun KORPRI kembali diperingati dan diramaikan dengan berbagai lomba olah raga dan seni.

Kalau dilihat dari jenis lombanya, sudah jelas saya bukan partisipan lomba olah raga. Lha wong senam rutin tiap hari Selasa dan Jumat saja saya skip melulu, apalagi ikut lomba olah raga beneran. Sudah bisa ditebaklah saya ikut lomba apa. Iya, saya memeriahkan lomba menyanyi saja. Itu pun alhamdulillah, nggak menang; cuma sampai 9 besar saja, hahaha. Eh, tapi jujur, saya malah bersyukur dengan kekalahan itu karena justru mengurangi beban saya sendiri. Bayangkan saja, saya di-booking sebagai MC acara puncak peringatan HUT KORPRI di lingkungan kantor saya sejak awal November, dan rencananya para pemenang lomba menyanyi harus tampil di atas panggung untuk memperdengarkan suaranya. Sedangkan saya dan teman-teman band saya pun sudah dimasukkan dalam list penampil. Masa iya, saya yang ngemsi, saya juga yang tampil menyanyi solo, plus tampil bersama teman-teman band saya. Kok rasanya eksis amat, ya? Itulah kenapa saya malah bersyukur ketika saya tidak dinyatakan sebagai pemenang lomba menyanyi.

Saya mau cerita sedikit tentang lomba menyanyi kemarin ya. Ini adalah lomba menyanyi kedua yang saya ikuti di lingkungan kantor. Anggap saja lomba tingkat abal-abal, karena memang yang ikut ya para pehobi nyanyi saja, bukan yang pro. Saya sebenarnya sudah tidak mau ikut, tapi berhubung ada disposisi atasan yang meminta saya untuk ikut jadi ya sudahlah, saya ikut saja, itung-itung memeriahkan.

Di babak semifinal/penyisihan, rencana yang ikut sih sekitar 90 peserta yang terbagi dalam 2 sesi lomba. Lomba pertama diadakan di hari Jumat, 19 November 2019, dan sesi kedua diadakan di hari Senin, 23 November 2015, yang masing-masing terdiri dari 45 peserta, walaupun pada kenyataannya banyak peserta yang mengundurkan diri karena kegiatan kedinasan. Jadi, sepertinya sih jumlah pesertanya tidak sampai 90 orang.

Dua hari menjelang hari H, saya masih galau mau menyanyikan lagu apa. Hingga akhirnya pilihan lagu saya jatuh pada My Cherrie Amour-nya Stevie Wonder. Entahlah, mungkin suara saya cocok menyanyikan lagu-lagu lawas nan klasik macam begitu, karena di lomba 2 tahun sebelumnya pilihan lagu saya pun tak jauh dari lagu lama, Somewhere Over The Rainbow.

Juri lomba kali ini berbeda dengan tahun sebelumnya, kali ini ada 3 juri yang diambil dari luar, jadi harapannya bisa lebih netral dalam menentukan para calon finalis dan pemenang nantinya. Ya sudahlah, nothing to lose saja, kalau sudah rezeki tak akan ke mana kok.

Dan, tadaaa! Saya dinyatakan masuk final dan harus memilih salah satu di antara 25 lagu pilihan. Saya kembali galau. Masalahnya adalah, lagu-lagu itu tidak ada yang saya suka, hihihihik. Tapi ya sudahlah, ketika sesi pengambilan nada, pilihan saya jatuh ke lagu Kaulah Segalanya milik Ruth Sahanaya, tapi kata panitia lagu itu sudah dua orang yang memilih, jadi mereka menyarankan untuk memilih lagu yang lain. Nah, rempong lagi nih judulnya, padahal jiwa raga saya sudah siap menyanyikan lagu Kaulah Segalanya. Sampai akhirnya, pilihan saya jatuh pada lagu lamanya Rafika Duri, Tirai. Beuh, lawas banget! Ya sudah, biar nggak lawas-lawas banget dan terdengar lebih catchy, saya meminta untuk diversikan bossanova saja, sama seperti lagu Tirai di album Rafika Duri yang bertajuk Romantic Bossas, yang diaransemen ulang oleh Tompi.

Di hari H, modal saya hanya do my best, karena tak disangka ternyata bapak-bapak saya beserta teman-teman semuanya hadir memberikan dukungan. Antara haru dan seru, karena ternyata sayalah satu-satunya yang mewakili satuan kerja Sekretariat Kementerian dan Kedeputian, selebihnya adalah perwakilan dari Sekretariat Militer Presiden, Sekretariat Kabinet, Sekretariat Presiden, Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden.

Beda dengan lomba terdahulu. Dulu, mau dengar pengumuman saja saya deg-degan luar biasa, hahaha. Sekarang, biasa saja. Mungkin karena tidak ada beban. Jadi ketika diumumkan bahwa yang menjadi juara 1 dari Sekretariat Militer Presiden, juara kedua dari Sekretariat Presiden, dan juara ketiga dari Sekretariat Kabinet, saya sangat-sangat legowo. Kalaupun kekalahan saya itu salah satunya karena lagu yang saya bawakan bukan versi aslinya, hmmm… dalam bayangan saya nih ya, selama saya tidak menyalahi ketentuan yang ada di dalam rule of the game, ya seharusnya sah-sah saja memodifikasi aransemen lagu. Toh, di berbagai lomba pencarian bakat juga lagu-lagunya selalu diaransemen ulang menjadi lagu yang punya sentuhan baru.

Tapi ya, bagaimana pun keputusan juri adalah mutlak, dan pastinya sudah ada pertimbangan tertentu kenapa Si A, Si B, Si C jadi juara. Walaupun keluar dari aula Pak Deputi ngomel-ngomel karena keputusan dewan juri yang dianggap aneh, saya cuma bisa cengengesan. Ya jelas ngomel dong, kan perolehan medalinya jadi makin ketat sama Setmil dan Setpres, hahaha…

Teman-teman band saya cuma haha-hihi saja melihat vokalisnya malah kalah, hahahaha. Nggak ding, mereka tetap support kok.

Him: Are you sad?

Me: Eh, nggak dong…

Him: Lomba nggak jelas itu. Juri yang bener itu ada di penonton. Lagian penyanyi yang bener itu bukan cuma suara, mental sama attitude juga. Lagian, kamu udah nggak levelnya ikut lomba-lomba kaya gitu, Mbak…

Eh, makasih lho support-nya. Sorenya pas ketemu mereka buat persiapan tampil tanggal 29 November 2015 di acara pucak peringatan HUT KORPRI, saya pun habis diledekin mereka.

“Eh, kamu ntar nyanyi Lost Star-nya Adam Levine aja… Bintang yang kalah…”

Asyem! Hahaha…

 

[devieriana]

 

PS: foto-fotonya menyusul aja deh. Tapi kalau mau sekadar kepo bisa diintip di instagram ya..

Continue Reading