Bomb Blast (again) Here ..

jw marrot bombingKemarin, Jumat tanggal 17 Juli 2009 Jakarta kembali diguncang bom di Ritz Carlton & (again) JW Marriot. Kebetulan saya waktu itu sudah di kantor siap dengan aktivitas kerja saya. Jelas kagetlah. SMS dari rumah langsung sampai, menanyakan kabar & kondisi saya, apakah baik-baik saja. Tak heran karena lokasi kantor saya hampir berdekatan dengan 2 lokasi itu (terutama JW marriot). Kantor saya di Rasuna Said – Kuningan, sementara JW Marriot ada di lingkar Mega Kuningan , lumayan dekatlah. Kalau beberapa tahun lalu saya belum menjadi warga Jakarta & hanya tahu lokasinya lewat gambar di televisi & internet/surat kabar. Tapi sekarang, saya hampir  tiap hari melewati depan JW Marriot kalau pulang kantor (via belakang Ambassador Mall) & beberapa kali lewat depan Ritz Carlton kalau menghindari rute banjir di belakang kedubes daerah Jl. Denpasar.

Kalau ditanya apa perasaan saya sekarang, jujur saya ngeri, takut & paranoid. Ini adalah 2 tahun saya di Jakarta. Kalau soal musibah, terror, dll memang bisa terjadi dimana saja & kapan saja & bisa menimpa siapa saja. Justru itulah ngerinya. Bayangkan, setelah kondisi yang sudah lumayan kondusif setelah aksi terror bom di tahun 2003, lha kok ya sekarang ada bom lagi. Apakah masa kurang lebih 6 tahun tanpa kegiatan pengeboman itu sudah dianggap sebagai suatu kondisi aman? Jadi tingkat pengamanan mengendur? Entahlah..

Kalau mau jujur nih (semoga bisa jadi koreksi juga), saya sering mengalami & melihat dengan mata kepala sendiri adanya beberapa kelonggaran sistem pengawasan di beberapa gedung & mall,  seems they just did it cursory,  terkesan hanya sebagai formalitas memeriksa pengunjung beserta their luggage. Kalau pagi saya datang ke kantor  atau misal sore saya ke mall, sebelum masuk gedung seperti biasa pasti ada formalitas pengecekan tas dengan metal detector, tapi kadang juga banyak enggaknya tuh. Malah justru saya doang yang masuk via pintu metal detector  tas saya cuma di oper dari satu security ke security lainnya tidak dibuka, tidak di cek. Pernah saya justru yang memberikan tas saya buat diperiksa malah securitynya yang mempersilahkan saya masuk tanpa diperiksa.

Security : “masuk aja mbak gapapa..”
Saya : “emang udah ga diperiksa pakai di metal detector lagi ya pak?”
Security : “kadang masih pakai sih mbak.. cuma kalau pagi gini suka saya matikan, hemat baterei..”

Alamak.. hemat baterai katanya.. :O .Wah, longgar sekali ya pengawasan gedung-gedung di Jakarta kalau kaya gini caranya ya. Ok, saya tidak menggeneralisir  security treatment untuk para pengunjung tiap gedung/mall seperti itu. Yang saya khawatirkan justru ditengah lengahnya mereka inilah justru kondisi yang akan dimanfaatkan para bomber. Kita tidak menyangka kan kalau siapapun bisa “nyaru” jadi bomber? Buktinya saja mereka bisa nyaru jadi tamu di hotel, atau nyaru jadi pengunjung restoran.. nah apa bedanya dengan nyaru jadi karyawan gedung tertentu? Who knows? 😕

Di luar sana (entah), mungkin sang mastermind pengeboman ini sedang tertawa menepuk dada. Merasa rencananya telah berhasil. Kira-kira apa ya yang ada di otak mereka atau hatinya terbuat dari apa? Batu, semen, besi, atau apa? Dimana ya letak sisi manusianya? Gimana ya kalau salah satu diantara korban itu justru adalah keluarganya sendiri.. Nyawa kok dibuat mainan.. 🙁

Terlepas dari apapun motif & siapapun mastermind dibalik pengeboman itu (mau Al Qaeda & Jamaah Islamiyah network atau bahkan suspect lain diluar itu) , no more I can say.. Mengucapkan turut berbelasungkawa yang sedalam-dalamnya atas meninggalnya Mr. Tim MacKay beserta korban-korban lainnya, semoga arwah para korban diterima disisi Allah SWT & semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan.. Semoga tidak ada lagi kejadian seperti ini lagi ya Tuhan.. Amien ya rabbal alamien..

[devieriana]

gambar dari sini

Continue Reading

Rencana Tuhan Yang Tak Kumengerti

Dulu, setiap kali saya mengalami kegagalan atau kesedihan, yang saya salahkan adalah keadaan & Tuhan. Anggapan saya : Tuhan itu gak pernah sayang sama saya secara total!. Dari sekian banyak keberhasilan yang Allah beri selalu diimbangi dengan kegagalan yang saya terima. Tidak pernah terpikir dalam otak saya ketika Allah menjawab doa & keinginan-keinginan saya melalui cara-cara yang tak pernah disangka, bahkan kadang justru melalui kesedihan & kegagalan yang saya alami.

Seperti halnya ketika saya ingin membuat orangtua saya bangga, Tuhan memang memberi saya kesempatan lulus SMA dengan NEM kepala 5, orangtua saya bangga. Tapi tidak diikuti dengan lolosnya saya di UMPTN. Saya merasa gagal. Apalah artinya NEM segitu kalau saya gagal di UMPTN? Ah, Tuhan memang tidak serius mengabulkan doa saya ah 🙁 . Pikir saya waktu itu..

Sampai akhirnya saya memutuskan untuk mengambil program diploma Kesekretariatan di Universitas Brawijaya – Malang, Tuhan kembali memberi kesempatan pada untuk lulus dengan IPK diatas 3.7 & sekali lagi alhamdulillah bisa membuat orangtua saya dengan bangga duduk di deretan VIP. Tapi apakah lantas dengan lulus cumlaude itu diiringi dengan jaminan cepatnya saya memperoleh pekerjaan? NO.. It’s a BIG NO! Kembali saya mengalami kegagalan & lagi-lagi saya berpikir,  “Aduh Tuhan.. kenapa selalu setengah-setengah sih kalau ngasih keberhasilan sama saya?” *bletak*

Kalau pun iya saya akhirnya bekerja, bukan di sebuah perusahaan berskala nasional, tapi ya alhamdulillah saya sudah bekerja & punya penghasilan sendiri. Kembali saya kurang puas & mengeluh. Sampai saya pindah-pindah kerjaan pun nasib baik belum juga beranjak mengikuti saya 🙁

Sampai akhirnya, Tuhan memberi kesempatan buat untuk bekerja di salah satu perusahaan telekomunikasi selular terbesar di Indonesia. Perusahaan yang awalnya too high for me to reach, rasanya nggak mungkin banget bisa bekerja disitu. Tapi kok ya ndilalah Tuhan kasih saya kesempatan bekerja disana, sampai sekarang..

Selesai masalah pekerjaan, ganti masalah jodoh. Saya kembali mengeluh pada-Nya :

“Aduh Tuhan, kok saya nggak cepet-cepet nikah sih? Umur saya toh sudah cukup. Lagipula saya juga nggak memilih yang muluk-muluk. Asalkan dia bisa memberi nafkah untuk keluarga & perhatian sama saya & anak-anak kelak, insyaallah cukup kok..”.

Sampai akhirnya saya dipertemukan dengan suami saya yang.. OMG benar-benar jauh beda dengan saya &  teman-teman gaul saya. Watak & sifat yang jauhnya bumi langit sama saya. Sempat mikir lagi : “ah, Tuhan lagi becanda ya? Ini sih kejauhan, samasekali jauh dari ekspektasi saya, profil yang nggak pernah saya bayangkan. .” *dikeplak sama Tuhan nih lama-lama* —> “katanya tadi minta yang biasa aja gapapa, sekarang protes kok gak kaya temen-temen kamu, gimana sih?!” (gitu kali Tuhan ngomongnya ya? ;))).

OK, doa saya menikah dengan orang yang “biasa saja” itu tadi terkabul. Walau awalnya tetep penasaran kenapa saya menikahnya justru bukan dengan si A atau si B yang jauh lebih match sama saya. Jujur waktu itu masih muter-muter dengan keputusan saya sendiri. Bukan berarti saya nggak cinta sama suami lho ya.. 😀 . I do love him with all my heart. Tapi sekali lagi yang namanya jodoh itu nggak bisa dipaksakan ya. Walaupun secinta-cintanya kita sama seseorang kalau Yang Diatas bilang NO, ya nggak bakalan kejadian.. 🙂

Sampai akhirnya saya hamil. Sifat & watak suami yang keras versus ego saya yang ketinggian menghasilkan percikan-percikan api di kehidupan rumah tangga kami. Biasalah perang antar suku ;)). Sampai saya bilang sama Tuhan :

“Ya Allah, semoga si kecil kelak bisa jadi peredam emosi kami, semoga bisa membuat suami saya jauh lebih lunak sikapnya, semoga bisa lebih rukun lagi ya Allah. Semoga Engkau lapangkan jalan rezeki keluarga kami ya Allah.. Semoga nantinya akan ada perubahan kearah yang lebih baik.. Amien.”

Saya nggak pernah sadar kalau doa itu ternyata didengar & dikabulkan. Tapi dikabulkan dengan cara yang sama sekali tidak pernah saya sangka, bahkan cenderung menyedihkan. Si kecil meninggal dalam kandungaan usia 6 bulan. Itu pengalaman yang paling menyedihkan yang pernah kami terima. Tapi tahukah perubahan apa yang terjadi terhadap suami (& saya) setelah itu? Ajaib, suami menjadi lebih sabar, lebih perhatian, lebih ngemong, dan pokoknya jauh lebih baik dari sebelumnya, hingga sekarang. Yang awalnya saya mau resign setelah melahirkan ternyata tidak jadi & alhamdulillah saya diangkat jadi Team Leader Quality Assurance di callcentre Telkomsel Regional Jakarta. Alhamdulillah.. Belum lagi saya sempat berleha-leha menjadi TL di regional Jakarta, kembali Allah kasih kesempatan pada saya untuk jadi TL QAO Nasional..

Sama dengan halnya jodoh. Orang-orang yang saya anggap ideal buat saya di masa lalu, mendadak semuanya disingkap keburukannya oleh Allah. Subhanallah.. Saya jadi bersyukur punya pasangan seperti suami saya yang sekarang, yang sederhana, apa adanya, nggak neko-neko & (insyaallah) tidak pernah membagi hatinya untuk siapapun.

Sampai sekarang masih suka merinding kalau mengingat doa-doa saya dijawab oleh Tuhan dengan jalan yang tidak  pernah saya sangka-sangka. Suka malu hati kalau ingat marah-marahnya saya sama Dia. Kalau selama ini saya cuma sekedar menghibur kalau ada teman/keluarga yang susah : “selalau ada hikmah yang bisa kita ambil disetiap kegagalan &  musibah yang kita terima”. Tapi kali ini saya bisa sangat yakin :

“yes, absolutely.. there’s a blessing in every disguise..” 🙂 .

Ya Allah, maafkan aku yang terlalu banyak menuntut ini ya.. [-o<

[devieriana]

Continue Reading

Stop Child Abuse !!

child abuse
child abuse

Entah sejak kapan pastinya saya mulai peduli dengan kekerasan pada anak (child abuse). Apakah sejak saya mulai membaca trilogi kisah nyata David Pelzer True Story (A Child Called  It, The Lost Boy, A Man Named Dave) & buku-buku karya Torey Haydens & perjuangannya melawan child abuse via autumn campaign “Talk Till It Stops”.

 

Di satu sisi saya merasa sangat bersyukur terlahir di tengah keluarga yang harmonis & hangat. Kalaupun saya pernah dijewer atau dicubit masih dalam skala yang wajar, tidak sampai yang sampai saya mengalami trauma akibat child abuse-lah. Masih ingat dalam memory saya, ketika masih kecil melihat betapa Papa sangat menyesal telah memarahi & membuat saya menangis. Masih saya ingat juga ketika malamnya setelah kejadian itu Papa mendekati tempat tidur saya & menyangka saya sudah lelap (padahal pura-pura tidur), Papa mengucap maaf sambil mengecup kening saya sambil berbisik, “Wuk, maafin Papa karena udah bentak kamu  tadi ya..” (tiwuk itu panggilan sayangnya Papa/Mama ke saya & adik perempuan saya). Saya hanya bisa pura-pura tidur dengan posisi diam padahal sudah mau nangis dari tadi. Begitu Papa keluar kamar.. langsung deh nangis bombay :((

 

Anak-anak hanya makhluk lugu tak berdosa yang tak berhak mendapatkan penyiksaan dalam bentuk apapun dari orang dewasa di sekitarnya. Baik itu berupa kata-kata (pelecehan secara verbal), maupun siksaan secara fisik. Apalagi jika ditinjau dari data di Media Indonesia menyebutkan tingkat kasus kekerasan pada anak semakin meningkat dari tahun ke tahun. Namun sebagaimana anomali sosial yang muncul di masyarakat, daari sedemikian  banyaknya data diatas itu hanyalah “tip of an iceberg”, artinya dari data tersebut sebenarnya ada ribuan (atau bahkan lebih) kekerasan yang tak terungkap atau sengaja ditutupi oleh pelaku maupun korban child abuse. Dengan banyaknya kasus kekerasan pada anak yang tidak terungkap ini seolah-olah kotak pandora kekerasan tertutup rapat. Sebab pelaku tindak kekerasan tersebut seringkali justru adalah orang-orang terdekat dari para korban. Seperti misalnya, orang tua (ayah dan ibu), dan kerabat dekat (paman, bibi, kakek, nenek dan kakak), atau bahkan orang yang tidak dikenal.

 

Beberapa hari yang lalu malah sempat lihat tayangan di televisi yang mengabarkan ada seorang balita yang meninggal akibat dihajar oleh ayah tirinya. Masyaallah.. sudah separah itukah kenakalan yang dilakukan si anak sampai tega-teganya si ayah menghakimi anak tirinya yang masih balita? Ada juga berita tentang seroang anak yang hanya gara-gara tidak mendengar ketika ayahnya memanggil langsung disiram kopi panas & dihajar hingga babak belur.

 

Kok mereka gak sadar ya, bahwa sesungguhnya anak yang tinggal bersama mereka hanya titipan? Seharusnya meereka banyak bersyukur telah dikaruniai keturunan, seharusnya mereka melihat begitu banyak orangtua di luar sana yang belum dikaruniai keturunan. Mengapa yang sudah diberikan keturunan kok malah menyiksa titipan-Nya? Analoginya, kita ke supermarket, kita titip helm & jaket ke petugas penitipan barang. Apa iya petugasnya berhak untuk merusak barang yang kita titipkan? Enggak kan?

 

Sebagaimana salah satu puisi Kahlil Gibran yang berjudul “Anakmu bukan anakmu” :

Anak adalah kehidupan, mereka sekedar lahir melaluimu tetapi bukan berasal darimu.
Walaupun bersamamu tetapi bukan milikmu, curahkan kasih sayang tetapi bukan memaksakan pikiranmu karena mereka dikaruniai pikirannya sendiri.

Berikan rumah untuk raganya, tetapi tidak jiwanya,
karena jiwanya milik masa mendatang, yang tak bisa kau datangi bahkan dalam mimpi sekalipun.

Bisa saja mereka mirip dirimu, tetapi jangan pernah menuntut mereka jadi seperti sepertimu.
Sebab kehidupan itu menuju ke depan, dan tidak tenggelam di masa lampau.

Kaulah busur, dan anak-anakmulah anak panah yang melucur.
Sang Pemanah mahatahu sasaran bidikan keabadian.
Dia menentangmu dengan kekuasaanNya,
Hingga anak panah itu melesat, jauh serta cepat.

Meliuklah dengan suka cita dalam rentangan tangan Sang Pemanah,
Sebab Dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilat
Sebagaimana pula dikasihi-Nya busur yang mantap”.

 

Karena kita juga tidak ingin mengalami kondisi seperti apa yang dikatakan oleh Freud (ahli psikologi analis) : pengalaman traumatis yang dialami seseorang akan tersimpan jauh di alam bawah sadar seseorang, dan dalam kondisi tertekan akan menciptakan perilaku menyimpang melebihi dari efek trauma yang pernah dialaminya.

 

Hargailah nyawa & hidup mereka sebagaimana para orangtua kita menghargai nyawa & merawat kita dengan segenap jiwa. Kita tidak pernah tahu nasib apa yang akan kita lalui kedepannya, siapa tahu mungkin justru kita akan bergantung padanya ketika usia kita mulai senja.

 

 

gambar ngambil dari sini

 

Continue Reading

Urip Iku Sawang Sinawang ..

grass

Itu kata-kata yang sering saya dengar sejak saya masih imut (itu bahasa narsisnya :  masih kecil :-p  ) .  Kata-kata itu berasal dari bahasa Jawa yang kurang lebih artinya begini : “selalu melihat orang lain lebih baik, lebih beruntung, lebih enak daripada kita”. Padahal kenyataannya ya belum tentu kaya gitu. Cuma berdasarkan penglihatan kita aja, belum tentu bener 100% karena kita cuma melihat kulit luarnya doang.

Kaya misal nih, buat yang masih single pasti ngeliat yang sudah merit itu 100% lebih enak daripada yang masih single, bahagia, hidupnya lebih teratur, pokoknya enak bangetlah. Yang sudah merit malah nyangkanya enakan yang belum merit. Lho kok? Iyalah, buat yang masih single tuh enak banget bisa lebih bebas, mau hangout kemana-mana bareng temen, lebih punya waktu buat diri sendiri, menyenangkan diri sendiri, belum diribetin masalah anak/suami/istri, pokoknya masih punya banyak waktu buat diri sendirilah.

Begitu juga masalah kerjaan.  Yang 1 ngeliat, “wah, kerjaan si Anu enak banget deh. Keluar mulu tiap hari, bisa cuci mata, sekalian madol juga tuh. Dateng-dateng tar jam 16.30an, tinggal setengah jam udah deh pulang. Ga kaya gue, 8 jam mesti mantengin komputer, berkutat sama angka-angka, telpon, emailing & segambreng laporan yang amit-amit bujubuneng banyak banget”. Si Anu  ternyata berpersepsi beda, “kerjaan elu tuh yang enak banget. Lu dateng, kerja di depan komputer, ruangan ber-AC masih bisa ngemil sambil ngupi-ngupi. Lah gue, di kantor paling cuma 1 – 2 jam cuma buat nyiapin bahan buat presentasi ke klien, selebihnya gue ada di lapangan, belum kena macetnya padahal udah janjian sama klien jam sekian. Balik ke kantor udah harus ada progress report kerjaan gue apa aja yang udah target, udah jalan berapa persen. Kadang jam segitu otak gue udah ga connect mantengin laporan. Mana bos gue galaknya naudzubillah.. Pusing gue..”  . Nah lho, ga seenak yang kita kira kan? 😉

Atau, “enak ya jadi elu, suami udah jadi pegawai tetap di perusahaan segede & se-establish ini, lu juga udah mantep posisi kerjaannya. Gue ngeliatnya what a perfect life of you both”. Reply dari objek yang diiriin ternyata beda jauh banget, di luar perkiraan. Nih ya : ” Hah, apanya yang enak sih mbak. Kita nikah kemarin juga masih duit utangan kok, belum lunas. Belum lagi cicilan mobil & biaya operasionalnya bayarnya kerasa banget mbak. Rumah juga masih ngontrak, biaya kontrak rumah di Jakarta udah berapa duit tuh mbak. Suamiku yang keliatannya sehat-sehat aja sebenernya dia itu sering sakit. Kemarin aja dia abis ke dokter habis Rp 500.000,- cuma buat nebus obat yang cuma 6 biji, belum ongkos dokternya, therapynya per minggu. Ukkh, siapa bilang enak sih mbak? Enakan juga kamu, ga kebebanan apa-apa”.  Dan segudang masalah lain yang sering kita pikir orang lain hidupnya tuh jauh lebih enak, lebih asik,  lebih segalanya dari kita.  Bener ga? Pasti pernah dong mikir kaya gitu, mmh bukan pernah tapi sering.. Iya apa iya? 😀

Itulah yang namanya rumput tetangga lebih hijau daripada rumput di halaman sendiri. Padahal kalau kita main ke tempat tetangga malah dia yang ngira rumput kita yang jauh lebih hijau dari rumput di halamannya sendiri. Itulah karena kita melihat orang lain hanya dari perspektif kita yang serba terbatas, ga pernah kita rasakan gimana orang lain menjalani hidupnya karena kita tidak involve langsung dalam kehidupannya sehari-hari. Kita hanya bisa judging, menebak, mengira-ngira, menciptakan persepsi sendiri yang kadang ya belum tentu bener. Memang ga ada yang aneh, ga ada yang mengherankan, ga ada yang salah kok dengan persepsi itu. Ya memang itulah setting defaultnya manusia. Seperti yang sudah saya bilang tadi, “urip iku sawang sinawang”. Belum tentu kehidupan orang lain itu seindah yang kita kira kok. Jadi lebih bagus mensyukuri aja apa yang udah Tuhan kasih buat kita. Untuk apapun itu, kesehatan, usia, keselamatan, pekerjaan, jodoh, keluarga yang hangat, keberkahan atas rezeki & segala kesempatan baik yang udah Tuhan kasih ke kita.

Thank you Lord, thank you, thank you for every blessing You give.. I Love You ..  🙂

 [devieriana]

ilustrasi: http://cartoonstock.com

Continue Reading

Tuhan, andai saya boleh memilih ..

merenung1

 

” Dev, andai saja ya aku boleh menentukan jalan hidup mana yang aku pilih, andai aku boleh memilih sendiri jodohku, andai aku boleh mengabulkan apa saja keinginanku..”

Itu curhat salah seorang sahabat saya, kemarin siang ..

 

Hmm.. kalau semua “andai” itu bisa kita lakukan, trus apa gunanya Tuhan? ngapain harus ada Tuhan kalau kita bisa “triiing.. voilaa..” apa yang kita inginkan dalam sekejap ada di depan mata, apa yang jadi keinginan kita langsung terkabul, ga akan ada namanya kegagalan, orang salah arah & salah langkah dalam hidupnya, semua berjalan sesuai rencana..  Tapi apa iya kalau sudah menjadi “tuhan” kecil seperti itu lantas kita bisa puas, kehidupan akan seluruhnya berhasil sesuai rencana? Apa ga malah jadi kacau balau karena berjalan sesuai dengan keinginan masing-masing, bisa bentrok sana-sini, tidak ada sentralisasi, jadi “otonomi daerah” semua.

 

Saya yakin pemikiran seperti diatas pasti pernah mampir ke otak masing-masing orang, tapi kembali laagi ke akal sehat, yakinkah kita ketika semua serba dituruti, apapun keinginan & cita-cita kita serba in a minute langsung jadi, apa malah ga bikin kita jadi cerdas, ulet, & berusaha? Yang ada bakal menambah populasi orang malas di dunia ini. Bener ga? “Aku mau uang yang banyak, yang ga usah pake kerja”.. TRIING.. berkarung-karung uang sudah ada di depan mata. “Aku mau nikah sama si X dong, soalnya aku suka sama dia”.. TRIIING.. Si X sudah jadi suami/istri kita. “Aku mau lulus cumlaude tapi ga usah pake kuliah dong..”.. Yee, mana bisa begitu? enak aja.. hehehehe.. 😀

 

Pun halnya memilih pasangan hidup, pekerjaan, jalan hidup, dll. Saya percaya semua itu pasti ada “jodohnya”. Maksud saya begini, semua ditakdirkan untuk berpasang-pasangan (bukan hanya pasangan hidup), pun halnya dengan pekerjaan. Si A gonta-ganti tempat kerja dari perusahaan X ke perusahaan Y, ga cocok, resign ngelamar ke perusahaan Z, eh kok enak ya.. gaji gede, posisi enak, kerjaan gampang & lingkungan kerja yang kondusif. Hal yang seperti itu yang saya namakan jodoh. Begitu juga dalam menentukan pasangan hidup pun, kalau saya boleh memilih nih, saya bakal pick one orang yang saya sukai,  Si Anu misalnya. Tapi balik lagi, yakinkah kita jika si Anu ini jadi pasangan hidup kita, kita bakal jadi orang yang lebih baik daripada sekarang? Mesti mikir dulu deh. “Hhalaaaahh… kalau kebanyakan mikir keburu dia disamber orang, bu..”. Ya udah berarti dia bukan jodoh kamu.. Gitu aja. Simple kan? 🙂 . Tapi inget, pasrah bukan berarti ga usaha ya. Kalau memang kita suka dengan si A/B/C, atau kita punya keinginan & cita-cita ya harus ada usaha dululah. Do the best, lets God do the rest..

 

Proses berpikir saat akan melakukan pengambilan keputusan sangat dibutuhkan. Kenapa? Ya supaya kita ga salah pilih, ga salah jalan. Saya juga pernah berpikir bahwa Tuhan itu kok kayanya ga adil banget deh. Ada orang yang hidupnya kayanya sangat beruntung, dapat pasangan yang perfect, dikaruniai anak yang lucu-lucu, seems mereka bahagia banget.. what a perfect life-lah pokoknya. Sementara saya ya biasa-biasa aja. Tapi tadi pagi saya mendapatkan perenungan bagus setelah semalam saya bertemu dengan seseorang dari masa lalu saya. Mendadak saya bersyukur dengan kehidupan saya sekarang. Andai beberapa tahun lalu Tuhan mengiyakan keinginan saya untuk hidup bersama dia, saya ga yakin bahwa kehidupan spiritual saya akan semakin dekat dengan-NYA. Secara ya, kadang shalat aja saya masih bolong-bolong, baca Qur’an kalau saya lagi pengen. Kalau saya hidup sama dia apa iya saya ga makin jauh dari-NYA? Okelah secara financial kehidupan saya akan tercukupi, tapi kebutuhan rohani saya besar kemungkinannya akan makin kosong karena kehidupaan rohaninya sendiri ga lebih baik daripada saya  🙁

 

Selalu ingatlah akan 3 hal  :

1. Jika Allah mengatakan Ya !
Maka kita akan mendapatkan apa yg kita minta..

2. Jika Allah mengatakan Tidak !
Maka kita akan mendapatkan yang lebih baik..

3. Jika Allah mengatakan Tunggu !
Maka kita mendapatkan yang terbaik sesuai kehendak-Nya.
Allah tidak pernah terlambat, Dia tidak juga tergesa gesa, namun Dia selalu tepat waktu..

 

Tuhan ga pernah salah, Dia selalu memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Karean kadang apa yang kita inginkan sebenarnya bukan yang kita butuhkan secara hakiki. Namun kadang kita lupa, saat dalam hidup ada 1 pintu yang tertutup bagi kita, kita hanya bisa menangis, mengeluh, meraung-raung agar pintu itu dibuka, sampai kita tidak sadar bahwa ada pintu lain yang Tuhan sudah buka untuk kita..

Berserahdirilah, karena Tuhan Maha Tahu segala yang terbaik untuk kita ..

 

teruntuk sahabat saya.. cheer up ya Dear  🙂

 

 

Continue Reading