Tidak ada yang benar, kecuali saya..

untitled3

Hari ini, saya & sahabat saya kembali berdiskusi, after long time we did’nt do it. Karena kesibukan masing-masing & mood yang kurang pas untuk berdiskusi tentunya, hehehehe.. Beberapa waktu yang lalu saya sempat mengkritik anak buah saya yang kelupaan mencantumkan alamat email saya sebagai cc ketika melakukan request edit ke spv. Walaupun sepele tapi sekedar mengingatkan boleh dong. Tapi apa yang saya peroleh adalah : pembelaan diri & mulai menyalahkan saya. Dongkol, sebel, marah, kesel, males, itu hal yang saya rasakan. Dan saya rasa itu hal yang manusiawi jika seseorang mengingatkan rekannya tapi justru malah dikata-katain.

Kritik, menurut wikipedia adalah “masalah penganalisaan dan pengevaluasian sesuatu dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, atau membantu memperbaiki pekerjaan”. Siapa sih di dunia ini yang pengen di kritik? siapa sih yang dengan sukarela dibilang “ga bener”? Siapa sih yang pengen kelihatan salah di mata orang lain? Siapa sih yang pengen dibilang “gak mampu” oleh orang lain? Saya rasa tidak ada. Semua orang ingin tampil sempurna, tanpa cela, selalu benar, sesuai rule & berada dalam koridor.

Jujur nih ya, sayapun ketika dikritik, entah oleh suami, mantan manager saya, atau sahabat saya awalnya pasti membela diri kenapa saya berlaku seperti itu, hehehe.. *nyengir dulu ah*. Tapi lepas dari itu pasti ada improvement, perenungan, pemikiran yang saya lakukan. Yang bisa melihat kelemahan & kekurangan kita kan orang lain. Ibarat, kita tidak bisa melihat tengkuk kita sendiri, iya kan? 😉

Saya pernah membaca uraian Dale Carnegie, mengenai Al Capone– pemimpin mafia di Chicago sana – dan para penjahat kelas wahid ternyata tidak pernah sekalipun memandang diri mereka sebagai penjahat. Hmm, masa sih sampai begitu? Mereka yang jelas-jelas berbuat kriminal, memperkosa, membantai manusia dengan tanpa alasan, melindungi peredaran obat bius, ternyata tidak pernah memandang diri mereka bersalah. OMG.. Masih dalam buku yang sama, Dale juga menceritakan bahwa hampir 100% dari mereka yang berada dipenjara Sing-Sing – penjara kriminal nomer satu di New York- juga sama sekali tidak melihat diri mereka sebagai para kriminal, melainkan sebagai korban. Sungguh-sungguh kenyataan yang hampir tidak dapat dipercaya. Yang lebih mengherankan lagi, jika sifat yang satu itu, juga terjadi dikalangan atas. Contohnya Presiden Taft – masih menurut buku itu – ketika berbuat sebuah kesalahan, dan diberitahu tentang itu, juga tidak pernah mengaku salah. Wow, lengkap sudah. Jika demikian berarti sifat “tidak mau disalahkan” itu melekat secara merata di mahluk yang bernama manusia. Dari penjahat hingga level presiden. Dari orang miskin sampai konglomerat..

Kita memang selalu melihat lebih jelas kearah kesalahan orang lain, dibandingkan kesalahan kita sendiri. Lampu sorot untuk orang lain, sedangkan lilin redup untuk diri sendiri. Untuk orang lain, sedapat mungkin kita gunakan kata : “lah, harusnya kan dia…” . Sedangkan untuk diri sendiri : “ya gimana lagi aku kan…”.

Tidak perlu jauh-jauh deh, saya sendiri masih sering melakukan hal itu, suka mengkritisi orang lain, padahal saya sendiri juga belum tentu benar. Ketika saya menemukan ketidaksesuaian, saya langsung nyolot, mengkritik habis-habisan. Tapi ketika saya yang disalahkan pasti saya akan dengan sigap memberikan pembelaan 😀 . Sepertinya saya juga mulai menggenapi analisa Dale Carnegie tentang sifat dasar manusia, yaitu begitu mudah melihat kesalahan orang lain, tetapi buta atau membutakan diri dengan kesalahannya sendiri…jadi malu… :p . Saya juga lebih suka membicarakan kesalahan orang disekitar saya, daripada konsentrasi membenahi kekurangan-kekurangan saya sendiri. Padahal jelas-jelas lebih menguntungkan untuk memperbaiki diri sendiri dibanding, bertindak sebagai “tuhan kecil” yang menghakimi, mengkritik bahkan menelanjangi kesalahan orang lain. Sedangkan TUHAN “yang beneran” saja tidak menghakimi kita, sebelum waktunya..

.. PEACE dulu ah..

[devieriana]

 pict source mintywhite.com

Continue Reading

Saya & Blog ..

Saya & Blog itu ibarat saudara kandung. Tak terpisahkan.. Dimanapun saya bisa bikin inspirasi tulisan buat blog saya. Apapun bisa jadi bahan tulisan saya. Mau yang serius, konyol, caur.. kalau lagi mood nulis langsung deh ketak-ketik-ketuk.. taraaaa.. jadilah sebuah blog..  😀

Entah kapan awalnya saya mulai senang menulis. Tapi sejak SD rasanya mata pelajaran favorit saya adalah Bahasa Indonesia dengan sub kategori mengarang indah..hehehehe.. Kalau sudah ada materi mengarang indah, namanya otak & jari jemari langsung sinkron menulis apa yang ada didalam pikiran saya.. Soal kerangka karangan yang sebenarnya salah satu bagian penting dalam sebuah tulisan kadang saya abaikan.. ahahahahaha.. sounds weird isn’t it. Tapi ya itulah saya.. malah kebiasaan buruk ini kebawa sampai sekarang.

Kalau ditanya sejak kapan mulai tulis blog.. mmh kapan ya, kayanya sih awal 2007 gitu. Mungkin sedikit terlambat ya, karena fenomena blog ini sudah muncul beberapa tahun sebelumnya hanya saja memang belum semenjamur sekarang. Awalnya juga masih “ogeb” alias bego banget mau nulis apaan sih? Trus efeknya tar apa kalau sudah punya blog? –> stupid question yang waktu itu mute-muter dikepala saya. Yaaa..maklumin ajalah ya.. udik.. 😀

Sampai akhirnya saya merasa kok nyaman banget ya bisa nulis di blog. Tulisan kita bisa dibaca orang lain. Bisa tahu apa yang ada di pikiran orang ketika baca blog kita, suka ketawa baca komen mereka yang kadang suka OOT.. heheheh.. Eh, tapi gapapa, saya malah suka tuh  🙂

Bahan tulisan awalnya sih karena saya suka hal-hal yang berbau motivasi maka kebanyakan isi postingan saya tentang motivasi. Tapi entah kenapa, ternyata ada dorongan yang lebih kuat daripada sekedar copy paste dari situs motivasi. Kenapa saya ga bikin tulisan yang “saya banget” ya? Akhirnya, pelan-pelan saya mulai mengamati & menulis tentang teman-teman saya, tentang kegiatan saya bareng teman-teman, tentang pekerjaan saya, tentang spv saya (kalau yang ini lebih ke : ngomongin.. .xixixix). Sampai akhirnya saya menemukan gaya penulisan ala saya yang cenderung nyantai, kadang serius tapi masih dalam koridor tulisan yang ringan dibaca (mmh, hopefully sih begitu).

Pernah saya curhat dengan salah seorang teman, “saya kok kayanya pengen jadi penulis, ya” . Sama halnya ketika saya pengen jadi penyanyi walaupun suara alakabarnya, “aku kok pengen jadi penyanyi ya? andai ada produser khilaf nawarin aku jadi penyanyi..mau banget deh..”. 😀 Tapi ya baru sebatas curhat bin uneg-uneg itusaja. Belum ada keberanian buat mengajukan naskah ke penerbit.. gaya banget sih omongan saya ya.. hehehehe.. Ya maksudnya memang belum ada tema yang cukup kuat buat diajukan sebagai naskah yang layak untuk diterbitkan –> nyadar  :p  . Buat saya, tulisan saya bisa dibaca orang, dinikmati, itu aja udah seneng banget.. 🙂  .

Sudah ada beberapa teman yang menyarankan untuk bikin buku, tapi kok saya yang kurang pede (atau belum pede) untuk menerbitkan buku. Kecuali mungkin oneday, suatu hari, suatu saat.. Tuhan kasih saya kesempatan buat ketemu sama penerbit yang dengan ikhlas mengajak saya menulis buku ya..Amiiiieeeeeenn.. 😀

[devieriana]

Continue Reading