Cerita Di Balik “Wajah Bunda Islami 2016”

Pemilihan Wajah Bunda Islami 2016

Jadi ceritanya hampir sebulan ini kegiatan saya full, baik itu weekdays maupun weekend. Kalau weekdays. Kalau weekdays ya pastinya kerja sambil ngurus bocah, pokoknya full buat kerjaan dan keluarga. Sementara weekend saya disibukkan dengan event bernama Pemilihan Wajah Bunda Islami 2016. Hah? Kegiatan apa itu?

Iya, saya memang lagi iseng banget ikut kontes pemilihan wajah sesuatu. Padahal sebelumnya tidak pernah terlintas dalam pikiran saya kelak suatu hari saya akan ikut kontes beginian. Bercita-cita pun tidak pernah dan tidak berani, hahaha. Bukan apa-apa, dalam bayangan saya kalau pemilihan puteri/wajah ini itu, pasti banyak diikuti oleh peserta yang secara fisik memenuhi syarat, terutama wajah dan tinggi badan. Itulah kenapa saya kurang berminat mengikuti acara kontes sejenis ya karena modal saya pas-pasan :D.

Tapi entah kesambet apaan, gara-gara ada teman yang menginfokan acara ini via obrolan di whatsapp, saya yang sempat berpikir berkali-kali itu pun akhirnya luluh, ikut daftar juga, karena kebetulan syaratnya lumayan mudah; seorang ibu, punya anak, dan menggunakan hijab. Sudah, itu saja. Berhubung syaratnya cuma ‘begitu’ ya saya berani daftar. Coba kalau syaratnya kaya pemilihan Puteri Indonesia atau kontes sejenis, dari sejak tahap pengiriman biodata saja mungkin saya sudah tersingkir duluan, saking tidak memenuhi syaratnya, hahaha…

Akhirnya, terceburlah saya dalam kegiatan seleksi pemilihan Wajah Bunda Islami 2016. Peserta yang mengikuti acara ini total 97 peserta, dan semuanya ibu-ibu. Ya iyalah, kan sudah dibilang dari awal syaratnya harus ibu-ibu. Hih! *ditabok massal*. Sejak awal acara ini diselenggarakan di South Quarter Dome, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Semacam proyek mixed-use development yang terdiri dari tower perkantoran, apartemen, dan fasilitas ritel saling terintegrasi. Tempatnya lumayan cozy, cuman memang karena acara kita di weekend jadi ya sepi banget, karena tenant yang mengisi SQ Dome belum banyak, kebanyakan sih restoran.

Seleksi awal dilakukan di hari Minggu, tanggal 5 Juni 2016. Semua peserta yang telah mendaftar wajib hadir untuk menjalani sesi foto dan interview bersama dewan juri. Di sesi ini akan menyeleksi peserta menjadi 50 besar. Sempat minder juga melihat kebisaan para peserta lainnya yang kebanyakan sudah memakai hijab lebih lama daripada saya, lebih memiliki wawasan keislaman, bahkan bakatnya pun luar biasa buat saya. Jadi grogi sendiri ketika ‘ditantang’ untuk unjuk bakat, saya awalnya pede saja mengisi dongeng, tapi ketika melihat list pengisi acara lainnya, ada yang ceramah agama, tausiyah, menyanyi dalam bahasa Arab, saritilawah. Duh, sumpah… minder. Bahkan dongeng saya pun fabel, tidak ada unsur islaminya, ya bisa sih di akhir cerita saya hubungkan dengan nilai-nilai keislaman, tapi tetap saja keder duluan. Oh ya, videonya mendongengnya bisa dilihat di instagram saya ya, hihihik

Tapi bismillah saja, toh saya sudah lama tidak mengikuti ajang perlombaan apapun. Event besar terakhir yang saya ikut sudah 5 tahun yang lalu, yaitu Lomba Desain Seragam Pramugari Citilink, dan itu lumayan menguras energi saya karena kegiatannya yang lumayan padat. Alhamdulillah, walaupun tidak sampai Juara 1, tapi setidaknya masuk 2 besar sudah merupakan prestasi luar biasa buat saya, mengingat saya tidak pernah mengenyam pendidikan fashion design secara formal seperti halnya 4 finalis lainnya.

Di sesi seleksi 50 besar ini ternyata saya dinyatakan masuk bersama ke-49 peserta lainnya, yang selanjutnya akan mengikuti seleksi berikutnya yaitu interview bersama dewan juri. Antara senang dan deg-degan karena mikir, bakal ditanya seputar apa, ya? Walaupun ada bocoran juga dari panitia bahwa nantinya ke-50 peserta akan diminta untuk mengaji, diinterview seputar wawasan keislaman, dan ada interview seputar keluarga dan parenting bersama psikolog.

sesi belajar bersama ibu-ibu kece, sebelum sesi interview
sesi belajar bersama ibu-ibu kece, sebelum sesi interview

Di minggu berikutnya, yaitu Sabtu, 11 Juni 2016, adalah hari yang penuh tantangan buat saya. Bukan cuma tantangan karena akan interview, tapi juga tantangan tersendiri karena saya bawa Alea ke tempat lomba tanpa suami. Ya walaupun ada adik saya yang ikut menemani saya dan Alea, tetap saja di saat-saat tertentu akan ada saat di mana Alea hanya mau sama saya, nggak mau sama lainnya. Dan benar saja, tepat setelah sesi membaca Al-Qur’an, sambil menunggu sesi interview tentang wawasan keislaman dan interview bersama psikolog, Alea mulai rewel. Maklum, dia sudah capek dan ngantuk berat, sementara tidak ada tempat yang nyaman buat dia istirahat. Adik saya pun juga sebenarnya saya lihat sudah lelah karena sudah mengasuh Alea sejak pukul 9 pagi. Akhirnya tepat ketika sesi saya interview, saya pun masuk sambil menggendong dan menyusui Alea. Mungkin cuma saya saja peserta yang masuk ke ruang interview sambil menggendong bocah yang sedang lelap-lelapnya.

Ndilalah hari itu bertepatan dengan hari pertama saya period. Jadi, hormon saya memainkan emosi secara luar biasa. Stress iya, mewek iya. Terutama ketika sesi interview bersama psikolog, belum ditanya apa-apa saya sudah ambil tissue, hahaha. Walaupun akhirnya tissue itu pun berguna untuk menyeka air mata yang tiba-tiba saja sudah menggenang di pelupuk mata. “Gapapa, Bunda. Di meja saya ini memang sesi curhat, banyak yang nangis kok tadi…”, sampai psikolognya bilang gitu, coba. Ya bayangkan ya, kita ditanya tentang anak, tentang harapan kita kepada anak, pas kitanya sambil menggendong anak, ya baper abislah. Ndilalah lagi di akhir sesi interview Aleanya pas bangun, sambil mengucek mata, dia melihat sekeliling, dan psikolog yang mewawancarai saya bilang ke Alea, “Eh, anak cantik udah bangun. Mau bobo lagi? Ya udah bobo lagi boleh, kok. Selamat ya sayang, kamu punya bunda yang hebat…”. Nah, itu bikin saya baper lagi. Ah, saya belum sehebat yang bunda psikolog maksud kok. Saya seorang ibu newbie yang perlu banyak belajar.

Singkat cerita, sesi interview sore itu ditutup dengan sesi interview tentang wawasan keislaman. Sebenarnya sih interviewnya santai, seperti ngobrol, kebetulan di sesi saya ada Risty Tagor dan Betty Librianty yang menginterview seputar pengetahuan saya tentang Islam dan apa yang akan saya lakukan kalau saya terpilih sebagai salah satu pemenang Wajah Bunda Islami. Agak keder juga ketika pertanyaannya tentang Khulafaur Rasyidin, tentang sejarah Islam, dan kenabian. Tahu sih, bisa jawab juga, cuma agak kurang yakin dengan jawaban saya sendiri, mengingat itu kan pelajaran zaman masih sekolah dulu, huhuhuhu… Pokoknya pulang-pulang, pasrah sajalah. Kalau masuk 25 besar alhamdulillah, tidak pun tak apa-apa, karena saya sadar dengan kemampuan diri saya yang jauh dari kata sempurna.

Tapi ternyata panitia berkata lain, saya dinyatakan masuk sebagai 25 besar, dan harus hadir di hari berikutnya, Minggu 12 Juni 2016 di tempat yang sama untuk mengikuti parade 25 besar dan fashion show. Kali ini saya datang sendiri, Alea saya tinggal di rumah supaya dia bisa istirahat cukup dan makan teratur. Karena lokasinya yang lumayan dekat, saya pun pulang pergi naik ojek online, ganti kostumnya di lokasi saja.

IMG_20160612_140235

Sampai akhirnya panitia mengumumkan bahwa seleksi 25 besar menjadi 10 besar yang nantinya akan langsung diumumkan siapa saja pemenangnya, akan diadakan di hari Minggu, 19 Juni 2016, dan harus siap dengan hafalan surat-surat pendek. Aduh, beneran saya stress. Ada banyak hal yang ada di kepala saya. Belum hafalan surat-surat pendek, belum mikir saya ada dinas ke Istana Kepresidenan Cipanas tanggal 16-18 Juni 2016, belum persiapan acara buka bersama Mensesneg, Seskab, dan Kepala Kantor Staf Presiden yang jatuh di hari Jumat, 17 Juni 2016, belum lagi saya mikir nanti kalau saya dinas Alea gimana. Sebenarnya bisa saja sih ‘mengimpor’ Mama saya dari Surabaya ke Jakarta, tapi ndilalah Mama lagi sibuk-sibuknya mengerjakan orderan kue lebaran, baru mulai pula, jadi tidak bisa diganggu. Duh! 🙁

Tapi ternyata Allah itu baik banget, di saat urgent begitu, panitia Wajah Bunda Islami mengumumkan apa saja surat yang harus dihafalkan (jadi kita tidak perlu random menghafal seluruh surat pendek, tapi cukup yang ada di list panitia saja), dan acara diundur ke hari Sabtu, 25 Juni 2016. Bukan itu saja, saya tetap dijadwalkan dinas tapi diagendakan mengurus bukber saja, sehingga saya tetap bisa menjaga Alea, dan tetap bisa mengurus bukber di kantor. Alhamdulillah…

bersama salah seorang finalis Wajah Bunda Islami 2016
bersama salah seorang finalis Wajah Bunda Islami 2016

MYXJ_20160625111023_save

Tibalah saat yang paling menentukan. Sejak pukul 10 pagi, ke-25 finalis Wajah Bunda Islami sudah hadir di venue untuk mengikuti gladi bersih, sekaligus pengambilan foto dan video, untuk selanjutnya dari foto dan video itulah yang akan menentukan siapa saja yang berhak lolos ke 10 besar. Di sini saya sudah pasrah. Saya sudah sampai ke tahap ini saja sudah bersyukur, sekali lagi sesi koreksi diri saya sedang berkerja. Beberapa kali bertemu dengan teman-teman sesama peserta, saya menemukan sosok-sosok luar biasa. Jadi, kalau salah satu di antara mereka kelak menjadi salah satu pemenang saya akan sangat legowo. Oh ya, kebetulan ketika grand final ini kondisi badan saya sedang drop. Flu berat, radang tenggorokan, dan saking demamnya mata saya sampai memerah. Cuma berdoa semoga kuat sampai selesai acara.

Dan, perjuangan saya memang cuma sampai di tahap 25 besar. Tidak ada masalah sama sekali, karena saya yakin dan percaya bahwa 10 peserta yang berdiri di atas panggung dan sedang menjalani sesi membaca surat-surat pendek dan sesi interview bersama juri itu adalah pribadi-pribadi pilihan yang mumpuni bukan hanya di bidang parenting tapi juga tentang wawasan keislaman. Bayangkan, yang bagus ngajinya saja masih banyak koreksi dari dewan juri, lah gimana saya yang kemampuan mengajinya pas-pasan, hiks…

Singkat cerita, saya akhirnya pulang duluan naik ojek karena mengingat kondisi badan yang semakin kurang memungkinkan. Mungkin Allah minta saya untuk mengistirahatkan badan dan pikiran setelah hampir sebulan penuh beraktivitas yang menguras tenaga dan pikiran tanpa jeda.

para pemenang Wajah Bunda Islami 2016
para pemenang Wajah Bunda Islami 2016

Selamat bagi para pemenang (Bunda Avie Azzahra, Bunda Wardah Husaeni, dan Bunda Lina Rayen), kalian layak menyandang predikat juara Wajah Bunda Islami karena kalian bukan hanya sosok seorang bunda semata, tapi juga juga sosok perempuan tangguh yang mumpuni dan berilmu pengetahuan. You rock, guys!

So, inilah keisengan Ramadan saya tahun ini. Keisengan yang membawa saya ke sebuah pengalaman baru yang insyaallah membuka mata hati dan pikiran saya tentang banyak hal, menambah pengetahuan saya tentang agama yang masih ecek-ecek ini, dan utamanya lagi bisa menambah teman-teman baru yang semuanya merupakan sosok ibu panutan yang luar biasa!

Berkah itu kan bentuknya bisa macam-macam, ya. Kalau ini boleh saya sebut sebagai berkah Ramadan, ya… inilah berkah Ramadan versi saya…

Selamat menjalankan ibadah puasa yang tinggal hitungan hari ini ya, temans…

 

[devieriana]

Continue Reading

Lomba karaoke itu…

Jadi ceritanya begini, dalam menyambut ulang tahun KORPRI yang jatuh setiap tanggal 29 November ini, sejak beberapa minggu yang lalu kantor saya sudah menyelenggarakan berbagai perlombaan yang bisa diikuti oleh seluruh pegawai di lingkungan Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet. Ya selain buat seru-seruan juga agar lebih mempererat tali persaudaraan di antarkaryawan.

Di suatu siang, pas saya mau ke kantin, berpapasanlah saya dengan salah satu panitia lomba yang tanpa tedeng aling-aling langsung menodong saya untuk ikut lomba karaoke. Hah? Lomba karaoke? Demi apa saya diminta ikut lomba karaoke? Lha, wong ngomong aja saya fals, kok malah disuruh nyanyi, wah… penghinaan tingkat internasional ini. Kalaupun iya saya sering nyanyi-nyanyi sendiri itu juga cuma sebatas teritorial kamar mandi, pantry, ruang makan, dan sekitarnya. Tentu saja tawaran ajaib itu tidak saya iyakan saat itu juga. Saya butuh waktu untuk berpikir. Ya, setidaknya untuk shalat istikharahlah…[-o<

Sampai akhirnya menjelang injury time, tiba-tiba si pak panitia itu beneran mendaftarkan saya untuk mewakili Setneg bersama 3 orang teman lainnya. Bayangkan ya, Kak… mewakili Setneg! Saya waktu itu beneran mikir, “ini emang udah kepepet banget dan nggak ada talent lain, ya? :-?” Tapi akhirnya ya sudahlah, demi memeriahkan acara, akhirnya… dengan kekuatan bulan dan suara ala kadarnya ini saya ikut lomba karaoke! \m/

Hari yang mendebarkan itu pun tiba. Selasa kemarin (27/11) pukul 08.00 saya sudah nangkring dengan manis di ruang karaoke yang terletak di basement dengan memakai PSL (Pakaian Sipil Lengkap atau setelan jas resmi). Bukan, bukan sengaja saya mau tampil formal, tapi karena pukul 10-nya saya harus bertugas di acara pelantikan di Gedung Utama, jadi daripada saya terburu-buru mending siap-siap duluan. Ternyata, di ruang karaoke itu sudah penuh dengan calon peserta dan calon suporter masing-masing peserta. Padahal acaranya saja belum dimulai. Ih, pada kerajinan banget, ya?

Di ruangan yang superdingin itu saya merasakan nervous yang luar biasa. Memang sih ini bukan lomba pertama yang pernah saya ikuti, pun halnya lomba menyanyi. Dulu waktu kelas 4 SD saya pernah saya ikut lomba menyanyi di PORSENI tingkat kabupaten Malang, tapi ya sudah berapa puluh tahun yang lalu kali, dan nggak menang pula. Jadi kalau sekarang diminta untuk ikut lomba menyanyi lagi kok semacam agak-agak trauma, ya.

Sebelum acara dimulai saya sudah lebih dulu minta izin ke panitia untuk bertugas di pelantikan. Kebetulan saya dapat nomor undian 14, jadi tampilnya masih agak nantilah. Untungnya diizinkan. Selesai acara pelantikan saya langsung menuju ke basement, dan langsung shock ketika melihat ruang karaoke itu sudah penuh sesak dengan penonton dan calon peserta. Hwaa, tubuh saya seketika panas dingin, semacam demam panggung. Kok ndilalah pas peserta yang akan tampil itu sudah nomor 13 aja, nah lho.. berarti kan sebentar lagi giliran saya? :-<.Buru-buru saya ke bagian sound system untuk menyerahkan CS karaoke. Waduh, mati’! CD-nya nggak bisa terbaca, semacam unrecognized format gitu, padahal sebelum ke basement saya cek di komputer baik-baik saja #-o. Mulai paniklah saya! Saya pun kembali minta izin ke panitia untuk memperbaiki CD karaoke saya dulu ke lantai atas. Dengan bantuan salah satu teman di ruangan untuk meng-convert ke format yang seharusnya akhirnya CD karaoke saya pun bisa berjalan sebagaimana mestinya. Pffiuh! #:-s

Setelah urusan per-CD-an selesai, saya pun tampil di di depan puluhan pasang mata dan 3 orang dewan juri yang siap menilai kemampuan menyanyi saya yang amat sangat di bawah standar nasional Indonesia itu. Pokoknya jangan ditanya seberapa nervous saya waktu itu. Asli, gugup banget! Saya menyanyikan 2 lagu, 1 lagu wajib berjudul Pelan-Pelan Saja (Kotak Band), dan 1 lagu pilihan Somewhere Over The Rainbow (Katharine McPhee). Untuk lagu kedua itu sempat membuat penonton yang awalnya riuh menjadi lebih riuh lagi, karena mereka bilang lagu saya nggak terkenal, dan nggak berbahasa Indonesia jadi mereka nggak bisa ikut nyanyi ;)) Hmm.., kayanya salah pilih lagu nih. Tapi ya sudahlah nyanyi aja, lha wong sudah terlanjur didaftarkan ke panitia.

Pengumuman pemenang pun tiba, dan keajaiban pun terjadi. Dari 20 sekian peserta, saya dinyatakan masuk final dan harus menyiapkan 1 lagu pilihan untuk dibawakan waktu final nanti. LHAH? MASUK FINAL?! *kamera zoom in, zoom out* Wah, pasti telah terjadi konspirasi antarjuri nih. Masa suara ngepres begini masuk final? Saya yakin jurinya khilaf atau ada faktor kasihan 😕 *curiga*. Akhirnya, setelah cap-cip-cup belalang kuncup dan memohon petunjuk Allah SWT akhirnya pilihan saya jatuh pada lagu paling galau abad ini: Butiran Debu! :-”

Waktu pun bergulir semakin sore dan semakin mendekati jam pulang kantor. Aha! Akhirnya satu persatu penonton yang tadinya memadati ruang karaoke itu pun pulang, karena sebagian besar ikut bus jemputan yang jamnya sangat  tepat waktu. Pffiuh, sedikit lega, setidaknya rasa gugup saya bisa sedikit berkurang karena yang menonton sudah nggak ada\:D/. Kalau melihat penampilan 9 peserta lainnya sih sepertinya kecil harapan saya untuk masuk dalam deretan pemenang, bahkan untuk gelar “Juara Tanpa Harapan” sekalipun. Jiper itu pasti, karena yang masuk final kualitas vokalnya rata-rata sudah seperti penyanyi beneran.

Di saat saya mulai tenang karena sudah banyak yang pulang, lha kok tepat saat saya mau tampil, Pak Kepala Biro dan beberapa pimpinan lainnya  justru hadir dan duduk anteng untuk melihat saya menyanyi #-o.Karena sungkan ditonton si Bapak, saya maksimalkan suara pas-pasan saya itu dan memberi tampilan yang sebaik-baiknya. Untunglah sampai dengan akhir lagu bisa saya selesaikan dengan selamat tanpa lemparan sepatu dan botol akua. Tinggal menunggu pengumuman saja nih. Niat saya ikut lomba sih memang cuma untuk memeriahkan, jadi ya jujur saya nggak berharap banyak. Kalau pun jadi pemenang Harapan 3 pun sudah alhamdulillah banget, selebihnya sih tanpa harapan. *galau*

Pengumuman pemenang satu persatu mulai dibacakan, dimulai dari pemenang Harapan 3 ke atas. Mendengar bukan nama saya yang disebut sebagai Juara Harapan 3, saya sudah legowo, berarti memang belum rezeki saya. Dengan santai saya mengetikkan beberapa nama pemenang di smartphone saya; semacam laporan pandangan mata ke teman kantor. Sampai akhirnya tiba-tiba nama saya dipanggil sebagai pemenang ketiga! HAH? JUARA 3? 😮 *kepsloknya seketika langsung hang* Bengong lama… Jurinya khilaf lagi, nih? Tapi khilaf kok terus? Kalau tadi di babak penyisihan juri khilaf memasukkan nama saya sebagai finalis sih saya masih memaklumi. Tapi kalau sampai menyatakan nama saya keluar sebagai Juara 3 sih khilafnya sudah luar binasa. Hmmm…  😕

Eh, tapi serius nih saya menang? Yaaay!<:-P\:D/

Hari Selasa kemarin menjadi sebuah pengalaman baru buat saya, terutama dalam bidang menyanyi. Suara yang jauh dari sempurna itu ternyata membawa hoki juga, hihihihi… Kemenangan yang aneh ini semakin membulatkan tekad saya untuk lebih rajin lagi… berkaraoke! ;))

Hmm, ngomong-ngomong tentang lomba, tahun depan bakal ikut lomba apa lagi, ya? Mewarnai, mungkin? :-??

 

[devieriana]

 

foto: dokumentasi pribadi

 

Continue Reading

Tanpa Senandika..

Hujan, sepi, senyap
Menggigil melawan rindu yang tak jua menepi
Aku tak pernah berlari meninggalkanmu !
Pun melangkah menjauhimu..

Aku, masih disini….
Mengurai lembar demi lembar hujan menjadi kenangan tentangmu
Menatap bulan merah jambu di atas langit Jakarta abu-abu
berharap ilham pada setiap bulir air yang jatuh
bergantung pada asa yang rapuh dan kenangan yang menjauh

Namun, tak sebaris senandika pun birama ku buat
Apalagi sebentuk sonata
tentang interlude rindu tanpa jeda
tentang serpihan janji-janji usang di waktu luang..

Ya, nyatanya aku tak pernah mampu memanah waktu
Ragaku terlalu penat hingga tak lagi sempat..
Melenyap hasrat bersama asa yang tak lagi pekat
membawa pergi jiwa yang lengas dalam kemarau kata yang meranggas

[devieriana]

Continue Reading

Life in Mono

soulmate7
Sedihmu, adalah tangisnya
Gembiramu, adalah suka citanya
Nyamanmu, adalah bahagianya
Jenuhmu, adalah bosannya
Pun penatmu juga lelahnya..

Dua raga, terpasung dalam satu jiwa..
Terayun dalam satu frekuensi rasa yang sama
Ragamu hanya sebatas rupa, namun dia adalah nyawa

Sayang, kau tak ujung percaya
kau anggapnya dusta belaka,
“Pergilah, kau tak tahu apa-apa tentang rasaku!”,
Sedihnya berlumur isak & air mata

Rasa-mu tak sama dengan rasa-nya
Pikir-mu tak sama dengan pikir-nya
Jiwa-mu tak sama dengan jiwa-nya
Karena…

.. hati-mu (ternyata) bukan untuk-nya ..

– Jakarta, 20090405, life in mono –

[devieriana]

Continue Reading