Kalian pernah nggak ada dalam sebuah situasi di antara sekian banyak orang, lalu mendadak ada orang yang teleponan kenceng banget kaya pakai megaphone? Pernah? Saya juga mengalaminya beberapa hari yang lalu.
Seperti biasa, saya pulang kantor menggunakan Transjakarta yang banyak penggemarnya itu. Ketika saya datang, kondisi antrian di halte Harmoni memang sudah mengular, tapi belum terlalu panjang. Di depan saya berdiri seorang wanita paruh baya, berjilbab, berperawakan sedang, yang tengah sibuk smsan. Beberapa saat kemudian dia terdengar sedang menghubungi seseorang dalam bahasa Padang yang kental. Awalnya sih belum terlalu ‘mengganggu’, tapi beberapa saat kemudian entah kenapa mendadak suara ibu itu mendadak naik satu oktaf lebih tinggi.
“OOOH, JADI ANAKNYA IDA LEMAN LAHIRAN? KAPAN? OH, HARI INI? OKE, OKE… YA UDAH… YUK, BYE…!”
Beberapa orang termasuk saya spontan mengernyitkan dahi sambil melirik ke arah ibu itu. Mungkin mereka sepemikiran dengan saya, ibu ini kok lebay bnaget ya? Emang nggak bisa ya volume suaranya biasa aja, gitu? Sepintas seolah ingin pamer kalau dia kenal dengan seorang publik figur (yang mungkin saat ini tidak banyak orang yang tahu karena sudah banyak bermunculan artis baru). Belum hilang kelebayan yang tadi, ibu itu bergumam, tapi malah lebih mirip sedang memberi pengumuman ketimbang menggumam.
“Wah hebat, Ida Leman punya cucu lagi! Hari ini anaknya lahiran. Hari ini… berarti tanggal 10 Desember ya, jam 4 tadi lho! Wah, salut! Salut!” *manggut-manggut*
Dalam hati saya mulai ngedumel, “Nih Bu ya, biar kata yang lahiran itu Ida Leman, Ida Royani, Ida Kusuma, Ida Jubaeda… atau Elya Khadam sekalipun, volume suaranya nggak perlu segitu kencengnya kali! &*^%$#@(*&^+~?! =;”
Apakah itu saja kehebohan yang dimunculkan oleh ibu itu? Tentu tidak. Itu baru sebagian saja. Karena kehebohan lainnya terjadi ketika dia menelepon koleganya yang lain untuk mengabarkan hal yang sama. Bedanya, kali ini sambil koordinasi orderan syuting iklan.
“HALOH! EH, KAU SUDAH TAHU KALAU ANAKNYA IDA LEMAN SORE INI BARU LAHIRAN? IYO… AKU TADI BARUSAN TELEPON, KATANYA DIA MASIH SIBUK NGURUSIN ANAKNYA… IYO, KAKAKNYA MORIN… EH, KAPAN MULAI SYUTING IKLAN BEBI PODER? UANGNYA ADA DI AKU INI… AKU TRANSFER DULU 3 JUTA, YA?”
Ternyata beberapa orang sudah terlihat geregetan, karena sudah ada yang bilang, “hih, lebay!”, “berisik banget sih!”. Tapi ibu itu seolah cuek saja dengan kondisi sekitarnya. Mungkin dia pikir sedang teleponan di hutan rimba 😕
“OH, SYUTING YANG KEMARIN BATAL LAGI? HALAH, ARTIS SEKARANG ITU MANJA-MANJA! KEMARIN ADA YANG TIBA-TIBA NGEBATALIN SYUTING CUMA GARA-GARA MASUK ANGIN! MASUK ANGIN AJA NGELUHNYA UDAH KAYA ORANG MAU MATI! AKU AJA NIH YA… YANG UDAH 37 TAHUN DI DUNIA ENTERTEINMEN NGGAK PERNAH TUH NGELUH-NGELUH CEMEN KAYA GITU! MASA KERJA DI DUNIA ENTERTEINMEN KOK FISIKNYA NGGAK TAHAN BANTING GITU! [-(“
HAH? Apah?! Waduh, sebagai seorang entertainer sejati saya jadi kesindir nih. Masa fisik saya dibilang nggak tahan banting. Jadi pengen ngangkat lemari! \m/
Tak cukup sampai di situ kehebohan si ibu itu, ternyata di dalam bus pun masih berlanjut telepon-teleponan dengan berbagai orang dengan beragam tema seputar dunia entertainment. Hmm… iya deh, yang sudah berkarir selama 37 tahun di dunia enterteinmen… 8-|
Saya sering menjumpai ‘fenomena’ semacam ibu-ibu tadi. Ada yang bertelepon dengan suara sangat lantang sampai semua yang ada di tempat itu tahu isi percakapan yang diobrolkan. Mulai soal syuting, soal transfer-mentrasfer (apalagi kalau nominalnya puluhan hingga ratusan juta), dll. Entah memang tipikal orangnya yang seperti itu, atau diam-diam ada tendensi tujuan tertentu misalnya untuk pamer.
Kalau untuk kasus ibu yang tadi sih cukup membuat dahi berkernyit, masa sih kita nggak bisa mengukur suara sendiri? Kalau memang kondisi di sekitarnya ramai, mungkin akan dimaklumi kalau kita menelepon dengan suara yang keras karena orang yang di ujung telepon sana kurang mendengar dengan jelas suara kita. Tapi kalau dalam situasi yang tenang, kenapa tidak ngobrol saja dalam volume suara yang normal, jadi obrolan antara 2 orang di telepon tidak sampai jadi konsumsi orang banyak. Apalagi kalau itu cuma urusan pekerjaan atau obrolan tentang orang-orang yang cuma mereka saja yang tahu ya apa gunanya ‘diperdengarkan’ ke banyak orang? Menurut saya ini masalah etika berkomunikasi sih.
Nah, sebelum postingan ini saya tutup, pertanyaan superpenting di postingan ini adalah: siapa sebenarnya ibu itu? 😕
[devieriana]
ilustrasi dipinjam dari sini