Verba Volant, Scripta Manent

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” — Pramoedya Ananta Toer

Setelah vakum beberapa tahun lamanya, akhirnya saya mengobati kerinduan saya aktif menulis kembali. Seperti biasa, topik tulisan saya random. Topik kejadian keseharian, review film, psikologi, parenting, pekerjaan, dan sebagainya. Banyak teori yang bilang kalau menulis di blog harus ada temanya supaya ada audiens yang secara khusus tertarget, misalnya blog yang khusus me-review tentang kecantikan, gadget, atau kuliner. Tapi menurut saya menulis tema random tentang keseharian juga memiliki daya tarik tersendiri. Menulis dengan tema random bagi saya memberikan kebebasan untuk menulis apa pun yang kita suka yang mencerminkan kehidupan sehari-hari atau berbagai minat kita saat itu.

Beberapa teman baru, yang mungkin baru mengenal saya bertanya, “Kak Devi ternyata masih suka nulis, ya? Kenapa, Kak? Kan sekarang zamannya udah zaman visual, orang lebih tertarik nonton konten video ketimbang tulisan.” Saya sudah suka menulis sejak SD. Sepertinya ada saja hasil ‘tulisan’ yang saya buat waktu itu, misalnya tiba-tiba membuat tulisan fiksi anak-anak, cerita legenda, atau komik ala-ala. Pelajaran bahasa Indonesia juga menjadi salah satu pelajaran favorit saya, karena ada sesi mengarang indah. Dulu saya juga punya cara kerja yang unik dalam membuat tulisan/karangan. Kalau teman lain membuat kerangkanya dulu baru menulis, saya justru sebaliknya. Saya buat karangannya dulu, baru saya buat kerangka karangan sebagai pelengkap. Sejak kecil pula saya suka mencari kosakata-kosakata baru yang kurang lazim digunakan. Masih ingat, dulu karena sering membaca surat kabar, saya menemukan kata ‘oknum’. Dengan bangga saya gunakan kata itu dalam tugas mengarang  pada pelajaran bahasa Indonesia. Tapi karena tidak sesuai dengan tema tugas waktu itu, sehingga kata itu justru dicoret oleh guru. Tak apa, yang penting sudah sempat memakainya.

Bukan hanya itu, konten blog lebih mudah diakses dan ditemukan dalam jangka waktu yang lebih lama dibandingkan dengan postingan media sosial yang cepat berlalu. Ketika seseorang menulis di blog, tulisan tersebut memungkinkan untuk diindeks oleh mesin pencari seperti Google, sehingga orang lain dapat menemukan tulisan tersebut bertahun-tahun setelah dipublikasikan. Hal ini tentu sedikit berbeda dengan postingan di media sosial yang cenderung tenggelam dalam lautan konten baru yang terus bermunculan setiap detiknya. Blog juga memberikan fleksibilitas yang lebih besar dalam menyusun dan menyampaikan informasi. Kita dapat membuat artikel yang panjang dan mendalam, menyertakan berbagai jenis media seperti gambar, video, dan infografis, serta mengelompokkan tulisan-tulisan tersebut ke dalam kategori yang memudahkan navigasi bagi pembaca. Jadi, sebenarnya menulis di blog telah lama menjadi salah satu cara paling populer untuk berbagi informasi, pengalaman, dan pemikiran dengan audiens yang lebih luas.

Bagi saya pribadi, blog ini dapat dianggap sebagai tempat penyimpanan digital memori saya, seperti ruang virtual di mana saya dapat dengan bebas menuangkan pikiran dan berefleksi. Blog ini menjadi tempat perlindungan, rumah pikiran, sebuah tempat yang tenang di tengah hiruk pikuk kehidupan sehari-hari. Lebih jauh blog ini juga berfungsi sebagai portofolio yang menampilkan perkembangan saya sebagai penulis yang sedang berkembang.

Semua hal ini sejalan dengan pepatah Latin yang mengatakan “Verba volant, scripta manent”, yang berarti kata-kata yang terucap akan terbang pergi, tetapi kata-kata yang tertulis akan tetap abadi. Dalam era digital, pepatah ini mengingatkan kita akan pentingnya menyimpan informasi secara tertulis. Verba volant, scripta manent menekankan adanya kekuatan dan kekekalan kata-kata tertulis dibandingkan dengan yang terucap. Kata-kata yang tertulis memiliki daya tahan yang luar biasa, memungkinkan pemikiran dan ide untuk hidup lebih lama daripada ucapan yang segera dilupakan. Inilah yang membuat aktivitas menulis di blog bukan hanya relevan di masa lalu, dan kini saja, namun juga memberikan dapat kontribusi jangka panjang bagi dunia pengetahuan dan budaya jika dibutuhkan.

— Devieriana —

Continue Reading

Busy November

Tak terasa bulan November sudah berlalu di depan mata, dan sekarang ‘tiba-tiba’ sudah masuk bulan Desember aja. Kalau dipikir-pikir waktu setahun itu kok ya cepet banget, ya?

November kemarin jadi bulan sibuk bukan hanya buat saya tapi juga buat kantor. Jadi kalau November kemarin saya sama sekali tidak posting apapun di blog ini harap dimaklumi ya, hiks…

Sejak awal bulan sudah digeber dengan diklat Kehumasan, dilanjut dengan dinas-dinas, ngemsi-ngemsi, dan lomba-lomba. Kalau soal penggunaan suara pokoknya di bulan November itu maksimal banget, ya MC indoor, ya MC outdoor, ya nyanyi indoor, ya nyanyi outdoor, ya MC acarA formal, ya acara lomba aerobik yang pakai teriak, “AYO SUARANYA MANAAAA?!’ Pokoknya MC serbagunalah, emang gedung doang yang serbaguna? Hahaha…

Eh, trus, kok tumben ada lomba-lombanya? Iya, sebenarnya setiap bulan November itu diperingati sebagai hari ulang tahun KORPRI. Kebetulan tahun ini KORPRI berulang tahun yang ke-44. Setelah dua tahun lamanya berhibernasi, dan jauh dari keriaan, tahun ini ulang tahun KORPRI kembali diperingati dan diramaikan dengan berbagai lomba olah raga dan seni.

Kalau dilihat dari jenis lombanya, sudah jelas saya bukan partisipan lomba olah raga. Lha wong senam rutin tiap hari Selasa dan Jumat saja saya skip melulu, apalagi ikut lomba olah raga beneran. Sudah bisa ditebaklah saya ikut lomba apa. Iya, saya memeriahkan lomba menyanyi saja. Itu pun alhamdulillah, nggak menang; cuma sampai 9 besar saja, hahaha. Eh, tapi jujur, saya malah bersyukur dengan kekalahan itu karena justru mengurangi beban saya sendiri. Bayangkan saja, saya di-booking sebagai MC acara puncak peringatan HUT KORPRI di lingkungan kantor saya sejak awal November, dan rencananya para pemenang lomba menyanyi harus tampil di atas panggung untuk memperdengarkan suaranya. Sedangkan saya dan teman-teman band saya pun sudah dimasukkan dalam list penampil. Masa iya, saya yang ngemsi, saya juga yang tampil menyanyi solo, plus tampil bersama teman-teman band saya. Kok rasanya eksis amat, ya? Itulah kenapa saya malah bersyukur ketika saya tidak dinyatakan sebagai pemenang lomba menyanyi.

Saya mau cerita sedikit tentang lomba menyanyi kemarin ya. Ini adalah lomba menyanyi kedua yang saya ikuti di lingkungan kantor. Anggap saja lomba tingkat abal-abal, karena memang yang ikut ya para pehobi nyanyi saja, bukan yang pro. Saya sebenarnya sudah tidak mau ikut, tapi berhubung ada disposisi atasan yang meminta saya untuk ikut jadi ya sudahlah, saya ikut saja, itung-itung memeriahkan.

Di babak semifinal/penyisihan, rencana yang ikut sih sekitar 90 peserta yang terbagi dalam 2 sesi lomba. Lomba pertama diadakan di hari Jumat, 19 November 2019, dan sesi kedua diadakan di hari Senin, 23 November 2015, yang masing-masing terdiri dari 45 peserta, walaupun pada kenyataannya banyak peserta yang mengundurkan diri karena kegiatan kedinasan. Jadi, sepertinya sih jumlah pesertanya tidak sampai 90 orang.

Dua hari menjelang hari H, saya masih galau mau menyanyikan lagu apa. Hingga akhirnya pilihan lagu saya jatuh pada My Cherrie Amour-nya Stevie Wonder. Entahlah, mungkin suara saya cocok menyanyikan lagu-lagu lawas nan klasik macam begitu, karena di lomba 2 tahun sebelumnya pilihan lagu saya pun tak jauh dari lagu lama, Somewhere Over The Rainbow.

Juri lomba kali ini berbeda dengan tahun sebelumnya, kali ini ada 3 juri yang diambil dari luar, jadi harapannya bisa lebih netral dalam menentukan para calon finalis dan pemenang nantinya. Ya sudahlah, nothing to lose saja, kalau sudah rezeki tak akan ke mana kok.

Dan, tadaaa! Saya dinyatakan masuk final dan harus memilih salah satu di antara 25 lagu pilihan. Saya kembali galau. Masalahnya adalah, lagu-lagu itu tidak ada yang saya suka, hihihihik. Tapi ya sudahlah, ketika sesi pengambilan nada, pilihan saya jatuh ke lagu Kaulah Segalanya milik Ruth Sahanaya, tapi kata panitia lagu itu sudah dua orang yang memilih, jadi mereka menyarankan untuk memilih lagu yang lain. Nah, rempong lagi nih judulnya, padahal jiwa raga saya sudah siap menyanyikan lagu Kaulah Segalanya. Sampai akhirnya, pilihan saya jatuh pada lagu lamanya Rafika Duri, Tirai. Beuh, lawas banget! Ya sudah, biar nggak lawas-lawas banget dan terdengar lebih catchy, saya meminta untuk diversikan bossanova saja, sama seperti lagu Tirai di album Rafika Duri yang bertajuk Romantic Bossas, yang diaransemen ulang oleh Tompi.

Di hari H, modal saya hanya do my best, karena tak disangka ternyata bapak-bapak saya beserta teman-teman semuanya hadir memberikan dukungan. Antara haru dan seru, karena ternyata sayalah satu-satunya yang mewakili satuan kerja Sekretariat Kementerian dan Kedeputian, selebihnya adalah perwakilan dari Sekretariat Militer Presiden, Sekretariat Kabinet, Sekretariat Presiden, Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden.

Beda dengan lomba terdahulu. Dulu, mau dengar pengumuman saja saya deg-degan luar biasa, hahaha. Sekarang, biasa saja. Mungkin karena tidak ada beban. Jadi ketika diumumkan bahwa yang menjadi juara 1 dari Sekretariat Militer Presiden, juara kedua dari Sekretariat Presiden, dan juara ketiga dari Sekretariat Kabinet, saya sangat-sangat legowo. Kalaupun kekalahan saya itu salah satunya karena lagu yang saya bawakan bukan versi aslinya, hmmm… dalam bayangan saya nih ya, selama saya tidak menyalahi ketentuan yang ada di dalam rule of the game, ya seharusnya sah-sah saja memodifikasi aransemen lagu. Toh, di berbagai lomba pencarian bakat juga lagu-lagunya selalu diaransemen ulang menjadi lagu yang punya sentuhan baru.

Tapi ya, bagaimana pun keputusan juri adalah mutlak, dan pastinya sudah ada pertimbangan tertentu kenapa Si A, Si B, Si C jadi juara. Walaupun keluar dari aula Pak Deputi ngomel-ngomel karena keputusan dewan juri yang dianggap aneh, saya cuma bisa cengengesan. Ya jelas ngomel dong, kan perolehan medalinya jadi makin ketat sama Setmil dan Setpres, hahaha…

Teman-teman band saya cuma haha-hihi saja melihat vokalisnya malah kalah, hahahaha. Nggak ding, mereka tetap support kok.

Him: Are you sad?

Me: Eh, nggak dong…

Him: Lomba nggak jelas itu. Juri yang bener itu ada di penonton. Lagian penyanyi yang bener itu bukan cuma suara, mental sama attitude juga. Lagian, kamu udah nggak levelnya ikut lomba-lomba kaya gitu, Mbak…

Eh, makasih lho support-nya. Sorenya pas ketemu mereka buat persiapan tampil tanggal 29 November 2015 di acara pucak peringatan HUT KORPRI, saya pun habis diledekin mereka.

“Eh, kamu ntar nyanyi Lost Star-nya Adam Levine aja… Bintang yang kalah…”

Asyem! Hahaha…

 

[devieriana]

 

PS: foto-fotonya menyusul aja deh. Tapi kalau mau sekadar kepo bisa diintip di instagram ya..

Continue Reading

Balada 17 Agustusan

Dirgahayu RIAkhirnya, setelah sekian lama hibernasi nggak jelas, blog ini pun ada up date. Kebetulan di bulan Agustus ini ada beberapa kegiatan yang cukup menyita waktu dan tenaga, belum lagi mood menulis yang sedang labil, plus blog yang sempat kacau balau kemarin. Jadi, ya sudahlah ya, semakin drama dan komplekslah alasan ketidakapdetan blog ini 😐

Oh ya, mumpung masih bulan Syawal, semoga masih belum basi untuk memohon maaf lahir batin buat semua teman yang masih rajin blog walking ke blog saya. Mohon maaf kalau ada salah kata dalam kalimat di paragraf-paragraf blog saya. Mohon maaf juga kalau selama ini belum sempat berkunjung untuk melakukan blog walking ke blog kalian. Wis, pokoknya mohon dimaafkan, ya >:D<

Seperti biasa, menjelang 17 Agustus, ada semacam tradisi di kantor saya untuk menginap. Sebenarnya nggak wajib sih, tapi ini sebagai salah satu antisipasi buat yang rumahnya jauh biar nggak datang terlambat waktu upacara esok hari, mengingat ada banyaknya ruas jalan protokol yang akan ditutup menjelang penyelenggaraan upacara di Istana Merdeka.  Alhasil, malam itu saya sukses tidur melungker mirip anak kucing di sofa yang ada di ruangan Pak Deputi. Ya sudahlah, demi tugas negara ini, ya. Halah :p

Berbeda dengan penyelenggaraan upacara 17 Agustusan di tahun-tahun sebelumnya, upacara 17 Agustusan tahun ini tidak bertepatan dengan bulan puasa, jadi malam harinya sambil semuanya mempersiapkan segala pernak-pernik untuk upacara di pagi harinya, di malam harinya seluruh pegawai dihibur oleh penampilan dari beberapa grup band.

Indische - Gedung 1 - 16082013 (1)Untuk pertama kalinya band saya yang unyu itu diberi kesempatan tampil membawakan beberapa buah lagu. Kalau dibandingkan dengan band-band yang tampil di malam harinya, band kamilah yang paling junior dan membawakan genre musik yang berbeda dengan band lainnya. Ketika band lainnya memainkan lagu-lagu Top 40 dan rock, kami membawakan musik-musik yang lembut ala-ala musik-musik lounge. Ya masa semua mau tampil sama, nanti penontonnya bosen :p

Indische - Gedung 1 - 16082013 (2)Uniknya, selama menjelang perhelatan beberapa acara di bulan Agustus yang membutuhkan suara saya itu, saya malah terserang flu berat, batuk, dan pilek :(. Khawatir itu pasti, karena ya nggak lucu kalau sampai suara terdengar bindeng, sengau, atau parau mirip sinden yang kehabisan suara setelah menyanyi semalam suntuk. Yang paling mengkhawatirkan itu karena puncaknya adalah saya harus bertugas sebagai Pembaca UUD 1945 di upacara bendera 17 Agustus, pastinya butuh power suara lebih besar di sana. Tapi untunglah semua berjalan lancar, yang jelas saya merasa sangat terbantu dengan mikropon yang telah di-setting sedemikian rupa sehingga suara saya terdengar utuh ;)). Ah, andai saja mereka tahu betapa tersiksanya saya semalam suntuk karena batuk-batuk :((

Ajaibnya, seusai semua acara itu kok penyakit saya malah sembuh :((. Mungkin si pita suara ‘meminta’ saya untuk tidak terlalu memforsir dia, ya? Tapi alhamdulillah pita suara saya selama menjalankan tugas di beberapa acara kemarin cukup kooperatif, sehingga semua kekhawatiran saya itu tidak terjadi *elus-elus tenggorokan*.

Dirgahayu Indonesiaku. Semoga menjadi negara yang lebih maju, tingkat korupsinya semakin berkurang, dan bukan hanya akan menjadi negara yang mampu mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran terbuka saja, tapi juga mampu meningkatkan standar dan kualitas hidup orang banyak…

Aamiin…

[devieriana]

 

foto diambil dari instagram saya dan koleksi pribadi

Continue Reading

Scribo Ergo Sum

Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.
Pramoedya Ananta Toer

Scribo, Ergo Sum, aku menulis, maka aku ada. Sebuah kalimat yang diambil dari bahasa latin, yang merupakan pengembangan ungkapan Rene Descartes, Cogito Ergo Sum yang berarti aku berpikir maka aku ada.

Tergelitik oleh tweet seseorang yang mengatakan begini, kalau Anda bisa menulis, sekarang dan nanti, tulislah yang berguna dan mempunyai tujuan bukan untuk diri sendiri tapi orang lain, itu jauh lebih terhormat. Uhuk! Jadi merasa tertohok. Lha gimana, wong tulisan saya masih sesuka-suka saya, belum ada yang benar-benar bermanfaat bagi orang lain.

Sebenarnya opini itu tidak sepenuhnya salah. Justru opini yang bagus karena memberikan motivasi menulis tentang hal-hal yang bisa bermanfaat bagi orang lain, tidak melulu berisi tulisan tentang curhat yang menye-menye. Lebih jauh lagi, mungkin dia ingin menyampaikan pesan tentang think before publish.

Tapi, kalau kita melihat latar belakang, tujuan, dan motivasi seseorang menulis/membuat blog kan bermacam-macam. Ada yang menulis di blog karena ingin berbagi ilmu yang dimiliki, ingin menyalurkan hobby yang ditekuni, ada juga yang berawal dari sekadar iseng, cuma ingin menuliskan keseharian yang dilaluinya (semacam diary online), atau mungkin justru hanya ingin berbagi gambar/foto yang dibubuhi sedikit narasi (photoblog). Berawal dari motivasi yang berbeda-beda itu, IMHO, bukan berarti orang yang sekadar menulis untuk diri sendiri, yang kontennya tidak selalu bermanfaat untuk orang lain itu berarti tidak seberapa terhormat.

Kemampuan menulis setiap orang juga berbeda-beda. Ada yang bagus di jenis penulisan cerita fiksi, ada yang jago menulis puisi dan tulisan-tulisan metafora, ada yang bagus ketika menulis artikel, dengan tema tertentu, ada yang selalu bisa membuat pembacanya tertawa karena tulisan-tulisan yang kocak, dll. Nah, apakah lantas semua tulisan itu pasti bermanfaat bagi pembacanya?

Kalau saya, karena awalnya dulu bikin blog salah satunya untuk menyalurkan hobby menulis, jadi ya saya tulis saja apa yang saya ingin tulis. Temanya pun random. Bisa cerita tentang keluarga, teman, pekerjaan, dan pengalaman sehari-hari. Bahasa yang saya gunakan pun masih belepotan, tulisan saya lumayan ancur, wajar kalau tidak ada yang meninggalkan komentar karena mungkin tulisan saya tergolong tulisan absurd. Tapi tidak apa-apa, namanya juga masih belajar. Lagian juga tidak ada ceritanya orang bisa langsung expert. Seiring perkembangan waktu, dari hasil blog walking, dan baca sana-sini, pelan-pelan saya mendapat pencerahan juga. Intinya, semua pasti pernah mengalami masa-masa jahiliyah ketika pertama kali menulis.

Biarkan saja tulisan itu mengalir apa adanya. Dalam perkembangannya nanti pasti akan ada proses pembelajaran kok. Entah itu dari cara menemukan ide, cara menuangkan gagasan menjadi tulisan yang menarik, pemilihan diksi, dll. Semua berawal dari nol, tidak ada yang langsung mahir. Seperti kata Melinda Haynes, Forget all the rules. Forget about being published. Write for yourself.

Jadi kalau mau menulis ya menulis saja. Tidak perlu takut apakah nanti tulisan kita ada yang baca atau tidak, akan ada yang komen atau tidak, akan ada manfaatnya untuk orang lain atau tidak. Dibaca syukur, kalau ternyata ada manfaatnya dan menghibur pembaca anggap saja itu sebagai bonus. Hampir sama seperti kata Melinda Haynes di atas, ternyata  Cyril Connolly mengatakan hal yang hampir sama, Better to write for yourself and have no public, than to write for the public and have no self.

Btw, kalian paling suka menulis tentang apa?

 

 

[devieriana]

 

ilustrasi diambil dari Posterous saya

Continue Reading

Sketsa : Dibalik Keisengan saya

Dulu saya pernah cerita tentang hobby yang waktu SMP & SMA hobby ini benar-benar saya tekuni itu di sini. Iya, hobby otodidak gara-gara saya cuma seneng nggambar itu. Hampir setiap minggu saya menggambarkan pesanan teman atau sesekali menggambar untuk Mama.

Waktu kuliah saya juga masih aktif mendesain, mulai mendesain model seragam untuk jurusan saya sampai memilihkan bahan seragamnya (nggak tahu sekarang masih dipakai atau nggak ya). Yang jelas seragamnya atasan pink plus jas & rok/celana abu-abu, sama satu seragam lagi atasa merah maroon dengan rok A line kotak-kotak warna pink dengan scarf yang dililit di leher 😀 . Pertama lihat temen-temen kompak pakai baju itu rasanya seneeeng banget.. :-bd. Ada rasa yang nggak bisa digambarkanlah pokoknya 😉

Waktu saya masih kerja di Malang  juga gitu, sempat membuat untuk seragam kantor yang kalau dipakai jadi keliatan seperti seragamnya pramugari (pramugarinya angkot) ;)). Oh iya, saya mengerjakan semua itu (mendesain) nggak dibayar lho. Karena rasanya ada kepuasan tersendiri aja kalau hasil karya kita dipakai orang & terlihat bagus, dan itulah “bayaran” buat saya *terharu :((*

Oh ya, waktu diklat prajabatan bulan kemarin saya juga sempat membuat oret-oretan di kertas buram untuk mengusir kantuk. Ya daripada saya yang diketawain temen-temen gara-gara terkantuk-kantuk di kelas kan mending saya jaga mata biar tetep melek ;)). Hasilnya seperti ini  :

Sekarang sih sudah hampir nggak pernah lagi menggambar. Nah kemarin pas kerjaan lagi kosong iseng-iseng saya ambil kertas, pensil, spidol & penghapus, trus saya menggambar lagi & hasilnya adalah ini  :

dan ini :

Ah, ternyata masih bisa ;))  <:-P

[devieriana]

Continue Reading