“One of the greatest titles in the world is parent, and on of the biggest blessings in the world is to have parents to call mom and dad”
Jim De Mint
—
Senin pagi (14/7), saya masih beraktivitas seperti biasa, bangun dini hari, menyiapkan sahur untuk keluarga, hingga bersiap untuk berangkat ke kantor. Tapi entah kenapa ada yang tidak biasa dengan perut saya. Saya mengalami rasa mulas seperti mau menstruasi yang berlangsung secara terus menerus selama hampir seharian. Bahkan di taksi dalam perjalanan menuju ke kantor pun saya merasakan sakit yang luar biasa; saya sampai menangis menahan mulas (yang ternyata akhirnya saya tahu itu namanya kontraksi; maklum belum pernah merasakan yang namanya kontraksi itu seprti apa bentuknya ๐ ). Tapi beruntung malam harinya rasa itu sempat hilang sehingga saya bisa tidur dengan sedikit lebih tenang.
Selasa dini hari (15/7), saya kembali merasakan kontraksi. Klai ini jauh lebih hebat dari pada hari sebelumnya. Saya berkali-kali istighfar menahan sakit sambil mencoba bangun dan mengambil wudhu. Tapi saya jadi panik sendiri karena saya ternyata saya bukan lagi mengalami flek, tapi sudah pendarahan. Segera saya membangunkan suami yang masih tertidur pulas. Dengan segera dia bangun dan memesan taksi untuk segera menuju ke UGD RSUD Pasar Rebo.
Rasanya saya sudah tak berdaya, antara menahan sakit dan panik. Bayi saya gerakannya aktif luar biasa. Entah apa yang dia rasakan di dalam perut saya. Saya hanya bisa pasrah, kalaupun memang harus terlahir saat itu ya sudahlah tak apa. Sebenarnya HPL (Hari Perkiraan Lahir) masih 1 Agustus 2014, ya itu ditepatkan 40 minggu. Kalau saat itu pun sebenarnya juga sudah boleh dilahirkan karena sudah masuk 37 minggu. Mengingat posisi bayi saya yang sungsang, dan posisi plasenta yang menutup total jalan lahir (placenta previa) jadi sebenarnya dokter pernah menawarkan opsi untuk melahirkan sebelum tanggal 1 Agustus 2014, tapi saya coba untuk tetap di HPL saja. Btw, saya pikir kalau placenta previa itu tidak akan mengalami kontraksi, ternyata sama seperti kehamilan normal, kontraksi juga; karena kontraksi adalah dorongan alamiah dari bayi di dalam perut.
Saya segera mendapat penanganan pertama di UGD; ditensi, diukur tinggi perut saya, diukur detak jantung bayi saya, dan terakhir dipasang kateter plus infus. Setelah menunggu selama sekian jam sejak pukul 03.45 wib akhirnya saya di-visit juga oleh dokter saya pukul 09.00 wib. Itu juga setelah kondisi saya dicek berkali-kali oleh perawat; beruntung kontraksi yang saya rasakan mulai banyak berkurang, jadi saya bisa sedikit beristirahat. Pukul 12.00 wib, saya di-USG untuk melihat kondisi bayi saya. Alhamdulillah dia baik-baik saja. Dokter mengusahakan untuk mempertahankan bayi saya sampai dirasa berat badannya cukup, minimal 3 kg, karena berat badan yang sekarang masih 2.8 kg. Padahal sebenarnya kalau pun mau dilahirkan hari ini juga tidak apa-apa sih, ya. Eh, itu kalau pendapat saya. Mungkin saja dokter punya alasan lain yang lebih secure daripada apa yang saya pikirkan. Dokter memberi waktu sampai dengan besok untuk melihat kondisi saya. Kalau memang seluruh kondisi saya dan baby bagus, saya boleh pulang. Untuk sementara saya ditempatkan di Ruang Observasi.
Rabu (16/7) sore, ada yang ‘aneh’ dengan perut saya. Seperti ada sesuatu yang mengalir begitu saja, di luar kendali saya. Setiap kali saya bergeser/bergerak sedikit saja cairan itu seolah keluar tanpa bisa saya kendalikan. Apakah itu ketuban? ๐ฎ Suami saya yang posisinya tidak bisa menjaga saya di dalam ruangan karena memang bukan kamar yang bisa dibezuk, berkali-kali meminta perawat untuk mengecek kondisi saya. Hingga akhirnya salah satu perawat menyatakan ketuban saya sudah pecah, dan saya sudah pembukaan satu. Dengan segera, perawat menghubungi dokter kandungan saya, dan hasilnya operasi sesar aka dipercepat besok pagi (17/7), dan saya harus berpuasa sejak pukul 00.00 wib. Saya pun dipindahkan ke ruang yang lebih intensif penanganannya untuk persiapan operasi besok pagi.
Sepanjang malam saya tidak bisa tidur tenang. Berat rasanya tidak diperbolehkan mengelus perut saya untuk sekadar menenangkan diri dan bayi saya, karena dengan semakin sering disentuh bayi akan cenderung semakin aktif, sementara kondisi saya sedang tidak memungkinkan. Jangankan terkena gerakan bayi, saya bergerak sedikit saja ketuban sudah merembes ke mana-mana :(. Semalaman saya hanya bisa berdialog dengan bayi saya tanpa bersentuhan.
Kamis (17/7), pukul 08.00 wib saya sudah siap menuju ruang operasi. Suami dan ibu mertua menunggu saya di luar ruangan. Di selasar menuju ruang operasi ternyata sudah menunggu beberapa pasien yang juga menunggu antrean dioperasi. Setelah menunggu selama kurang lebih satu jam, akhirnya saya didorong menuju ruang operasi yang suhunya luar biasa dingin itu. Ada yang ‘unik’ di ruang operasi itu. Semua kru yang bertugas terlihat sangat santai (ya iyalah, kan memang sudah kerjaan mereka sehari-hari). Sambil menyiapkan alat-alat yang diperlukan untuk operasi, mereka asyik ngobrol tentang THR dan tunjangan-tunjangan lainnya :D. Tepat pukul 09.15 wib seluruh tim operasi yang dipimpin oleh dr. Ardian Suryo Anggoro, Sp.OG telah siap dan dengan mengucap bismillah saya memejamkan mata, berdoa semoga operasi berjalan lancar.
Efek bius lokal menyebabkan saya hanya bisa merasakan perut saya ‘digoyang-goyang’ (padahal aslinya sudah disayat-sayat, ya). Dan tahu-tahu…
“Ibu Devi Eriana Safira, selamat ya. Ini putri ibu. Perempuan ya, Bu. Tolong dilihat, semua normal, lengkap ya, Bu. Jari kakinya masing-masing 5. Dan…
“Subhanallah… Kamu cantik sekaliiii….”, komentar saya spontan demi melihat wajah putri saya dengan hidungnya yang mancung itu
“Bu Devi, tolong dilihat dulu, jari tangannya juga lengkap ya, Bu. Masing-masing 5. Berat badannya 2.820 kg, panjangnya 47 cm, lingkar kepala 34 cm…”
“Iya, Suster… :(” *menahan mewek*
“Sekarang boleh dicium deh… :)”
Jujur, ada berjuta perasaan yang tak terkatakan. Air mata saya pecah tak terbendung. Mendadak saya menggigil dalam keharuan luar biasa melihat sesosok makhluk mungil yang helpless itu seolah tersenyum menatap saya dengan tatapan matanya yang bening. Berjuta kata syukur tak henti saya ucapkan dalam hati. Hari itu, saya resmi menyandang status seorang ibu. Sebuah status yang telah saya tunggu sekian lama. Seorang bayi yang selama kurang lebih 9 bulan di dalam perut saya, menemani aktivitas dan kesibukan saya sehari-hari, menemani di setiap ibadah malam saya; akhirnya lahir juga.
Begitu banyak cerita dan keajaiban-keajaiban luar biasa yang saya lewati bersama si kecil dalam perut saya. Alhamdulillah semua proses berjalan lancar. Bahkan saya merasa segala proses di rumah sakit dimudahkan oleh Allah. Sampai dengan pencarian kamar pun dimudahkan. Di saat banyak pasien mengalami kesulitan mencari kamar karena semuanya penuh, saya tiba-tiba mendapatkan kamar kelas I karena bertepatan dengan pasien yang pulang. Pemulihan pascaoperasi pun juga alhamdulillah jauh lebih cepat dibandingkan dengan operasi yang pernah saya alami dulu. Dalam 3 hari saya sudah bisa jalan ke mana-mana, sudah bisa menggendong si kecil, dan hari Sabtu (19/7) saya sudah diperbolehkan pulang.
Dear Alea, you are the most beautiful miracles in life. One of the greatest joy I can ever know. One of the reasons why there is a little extra sunshine, laughter and happiness in my world everyday…
Selamat datang malaikat cantikku, Audrey Frasya Aleshara. Semoga menjadi anak yang shalehah, berbakti kepada kedua orang tua, bertakwa kepada Allah SWT, berguna bagi nusa, bangsa, dan agamanya. Serta menjadi kebanggaan keluarga. Aamiin ya rabbal alamiin… ๐
We love you, Alea…
[devieriana]