Jadi, direkam atau nggak?

Dalam beberapa hari ini merebaknya kasus tentang video porno yang dimainkan oleh 2 orang yang wajahnya mirip dengan artis Ariel & Luna Maya menjadi trending topic di berbagai media, khususnya di media elektronik. Tak heran jika menjadi trending topic, karena kebetulan keduanya adalah 2 orang artis yang cukup dikenal & image-nya tidak seburuk yang kita kira. Ya memang sih sampai sekarang belum ada kepastian tentang siapa sebenarnya kedua orang yang ada dalam video itu. Tapi publik sudah terlanjur menyimpulkan bahwa memang benar 2 artis itulah yang ada di dalam video itu 😕

Jujur nih, waktu saya mendengar heboh berita ini di twitter saya sedang di dalam kelas prajabatan ;)). Hanya kasak-kusuk sana-sini, baru pas istirahat temen-temen pada heboh membahas ini itu. Rata-rata sih pada nggak percaya, karena image Luna sebagai artis yang fun & jauh dari image negatif, kecuali waktu bermasalah dengan infotainment kapan hari ya. Tapi ya sudahlah kalau itu sih mungkin masih wajarlah ya karena namanya manusia pasti ada keselnya juga kalau dijadikan bulan-bulanan berita infotainment. Toh sekarang hubungan dia dengan pihak media juga sudah baik-baik aja kan? Kalau Ariel, ya selama ini saya (untungnya) nggak ngefans sama dia walaupun secara wajah okelah ya. Trus? Ya nggak ada, cuma pengen ngomong gitu doang :)) *plaakk!!*

Belum habis rasa keterkejutan publik, pagi ini pun kita kembali dikejutkan dengan berita tentang (lagi-lagi) pria berwajah mirip Ariel yang kali ini “versus” wanita yang wajahnya mirip dengan artis Cut Tari. Yaelah, kenapa si mas ini lagi sih yang jadi pemeran utama prianya? Nggak ada “aktor” lain apa yang juga merekam hal pribadinya? ;)). Eh, bukan berarti saya ngarep bakal ada artis lain yang berlaku seperti ini lho ya. Cuma heran aja kenapa dia lagi, dia lagi, ada apa dengan kakangmas satu itu? Lagian kok ya iseng banget ya merekam hal yang sifatnya sangat pribadi tanpa menyadari faktor resiko kalau rekaman/dokumentasi itu jatuh ke tangan orang lain & akhirnya mereka yang akan jadi bulan-bulanan media.

Kita tentu yakin bahwa kalau ada orang yang dengan sengaja merekam/mendokumentasikan hal-hal yang dianggap pribadi, pasti sudah sadar dengan akibat/resiko yang akan ditimbulkan jika dokumentasi itu sampai jatuh ke tangan orang lain yang notabene bukan pihak yang berhak untuk mendapatkan dokumentasi itu kan? Lagian kita juga nggak tahu ke depannya nanti hubungan kita dengan orang yang ada dalam video itu bakal seperti apa. Apakah akan baik-baik saja atau akan bermasalah. Atau jika sampai jatuh ke tangan orang lain kita juga nggak pernah tahu apa motivasi orang itu ketika menemukan & lalu menyebarluaskan dokumentasi pribadi kita. Ya kan?

Dari hari ke hari teknologi sudah semakin canggih. Kita jadi lebih mudah dalam membuat sesuatu. Tapi jangan salah, justru dari kemudahan yang sudah disediakan oleh teknologi itu bisa jadi boomerang/senjata makan tuan bagi kita kalau sampai kita lengah atau tidak bijaksana ketika menggunakannya.

Media digital itu bahaya & jangka waktunya sangat cepat. Iya, segala sesuatu yang sudah jadi digital itu sifatnya sudah tak terkontrol. Contohnya nih ya, jaman sekarang untuk merekam suara, membuat foto, sampai membuat klip pendek saja sudah bisa dibuat dari handphone.  Jadi, sekali saja file yang kita anggap rahasia itu ter-copy berarti ada “harapan” untuk menjadi copy-copy lainnya. Iya kalau cuma satu copy, lha kalau copy itu “beranak” menjadi puluhan bahkan ratusan copy, apa nggak hancur kitanya? :-ss

Contoh lagi nih, misal kita punya 1 foto yang kita posting di suatu forum/situs internet. Ternyata dalam waktu 1 jam jumlah yang mengakses foto kita ada 100 orang & masing-masing membuat 1 copy, berarti ada 100 copy dong ya. Nah lho, itu baru 1 jam, gimana kalau satu hari, berarti sudah ada 2400 copy. Satu bulan (30 hari) = 30 x 2400 copy = 72.000 copy. Gila banget kan? Apa nggak langsung ngetop kita jadinya? Ya syukur-syukur sih kalau manfaatnya positif. Lha kalau negatif? ~X(

Yang sifatnya pribadi biarkanlah tetap ada di zona pribadi. Karena kok rasanya nggak penting banget ya kalau sampai hal-hal yang sifatnya sangat intim kita dokumentasikan, sekali pun untuk alasan koleksi pribadi, kecuali kita benar-benar bisa selamanya waspada untuk tidak membiarkan file itu keluar kemana-mana. Ah, tapi kok kayanya nggak mungkin ya, karena sebagai manusia ada saatnya kita lengah/lupa #:-s. Nggak sadar kalau di luar sana ada orang lain yang sirik atau kurang suka sama kita trus berusaha mencari kelemahan/keburukan kita :-O. Buat mereka yang nggak suka sama kita ya jelas bakal puas banget kalau sampai bisa menemukan kartu truf kejelekan kita :-ss

Setelah kasus video ini tentu ada domino effect yang akan menyertai kehidupan para pelaku yang wajahnya terpampang di video porno tersebut. Kalau memang benar mereka adalah artis-artis yang namanya sudah kita kenal itu, bisa jadi bukan hanya nama baik mereka yang akan hancur, tapi juga karir yang mereka bangun dari nol plus kerjasama dengan pihak-pihak yang menggunakan jasa mereka pun akan hancur berantakan. Ya nggak sih? Kan sayang banget tuh kalau efeknya nanti larinya ke nafkah/pendapatan juga nama baik. Susah lho mendapatkan kepercayaan kembali kalau image kita sudah cacat. Bisa sih, tapi pasti butuh waktu lama buat kembali normal. Ibarat cermin yang pecah, bisa kita satukan, tapi retakannya nggak akan pernah bisa rata.

Ya sudahlah ya, nggak perlulah membuka aib, menghujat & menjelekkan orang lain kalau merasa diri kita bukan makhluk sempurna. Karena toh kita nggak pernah tahu apa yang akan terjadi dengan kita di masa yang akan datang. Coba posisikan dalam posisi mereka yang sedang tersudut seperti saat ini, pasti nggak enak banget kan? Menjaga diri dari perbuatan yang menyesatkan itu yang paling penting. :-bd

Jadi.. gimana? mau direkam nggak nih? :-”

[devieriana]

gambar saya pinjam dari sini

Continue Reading

Dimanakah Kalian?

Jadi artis sepertinya masih salah satu favorit untuk mendulang rupiah. Termasuk menjadi seorang penyanyi. Kalau saya perhatikan kok kayanya jadi penyanyi itu sekarang gampang bener ya.. Asalkan punya tampang lumayan, suara pas-pasan pun bisa jadi penyanyi. Apalagi kalau sudah lebih dulu dikenal sebagai artis, jalan bakal lebih lempeng untuk menjadi penyanyi. Tinggal poles sana sini, taraa.. jadi penyanyi deh (alakadarnya).

Tapi yang ingin saya bicarakan disini bukan masalah jadi penyanyi itu gampang (sebelum saya ditabokin sama penyanyi-penyanyi baru yang bersuara ala kadarnya itu). Saya cuma pengen tanya, apa kabar sih artis-artis jebolan, AFI, KDI, Mamamia, Indonesian Idol, dan banyak lagi perlombaan sejenis yang sempat beberapa waktu sempat booming banget. Kemana ya mereka semua sekarang ini? Kok sepertinya tidak lagi terdengar gaungnya 😕

Jaman-jaman AFI (Akademi Fantasi Indosiar) marak diberitakan, teman-teman sayapun dengan heboh & fasih menceritakan kelebihan & kekurangan masing-masing peserta, mulai babak audisi sampai final. Tentu saja juga lengkap dengan kisah hidup di balik masing-masing pesertanya. Saya memang tidak seberapa tertarik mengikuti acara-acara pencarian bakat macam itu hanya kadang memang nonton tapi nggak rutin. Wong saya memang nggak pernah hafal jadwalnya ;))

AFI sukses dengan rating & dulangan rupiah dari iklan, diikuti dengan berbagai talent show sejenis di stasiun televisi lainnya. Sebut saja Indonesian Idol, KDI, Mamamia. Semua punya segmen penonton sendiri-sendiri. Punya jagoan favorit masing-masing. Kemasan & stasiun yang menayangkan boleh berbeda, tapi dari berbagai versi talent search itu ada satu kesamaaan format, pemenangnya bukan berdasarkan pilihan juri tapi berdasarkan polling sms. Siapa yang jadi favorit penonton & paling banyak perolehan smsnya, dialah yang akan jadi pemenangnya.

Dari awal saya sebenarnya kurang setuju kalau pemenangnya berdasarkan dari banyaknya sms yang masuk, karena kok sepertinya kurang fair ya. Bisa jadi si pilihan penonton itu menang bukan karena dia unggul secara kemampuan teknis tapi ada faktor lain yang mendorong penonton memilih dia, misal karena secara fisik memang menarik walaupun secara kualitas suara pas-pasan, latar belakang ekonomi, kisah pribadi yang mengharukan. Belum lagi keluarga & teman si peserta lomba yang sampai rela mengeluarkan uang jutaan rupiah hanya untuk membiayai pengiriman sms sebanyak-banyaknya supaya jagoan mereka menang. Saya bisa bicara seperti ini karena lebetulan salah satu keluarga teman saya ada yang masuk ke Indonesian Idol beberapa tahun lalu & melakukan hal yang sama ;))

Contoh gampangnya nih, jaman pertama kali AFI berjaya, maaf nih ya, menurut saya pemenangnya dari segi kualitas vokal sih biasa banget. Nggak terlalu istimewa (sama kaya saya deh) :p . Tapi berhubung kemenangannya berdasarkan pooling sms & berhasil memunculkan simpati penonton pada kisah hidupnya yang mengharu biru, jadilah dia menang walaupun dari segi kualitas vokal mepet banget. Baru yang season kedua itu agak mendingan karena si penyanyi memang sudah penyanyi & sering manggung. Lalu bagaimana dengan berikut-berikutnya? Ah, biasa banget, lebih ke jualan reality show. Setelah menang mereka tampil hanya di acara-acara on air Indosiar tapi hanya waktu di awal-awal kemenangan mereka saja (waktu AFI masih booming & masih banyak yang suka). Setelah itu? Hello, where are you guys?

Indonesian Idol , di awal-awal tayang saya sempat simpati karena kok kayanya kualitas vokal & kemampuan pesertanya lebih bagus daripada acara sejenis di stasiun televisi lain ya? Ditambah lagi ketika para finalisnya (angkatan pertama) memang layak untuk masuk babak final walaupun berdasarkan polling sms, saya mulai mengakui kalau opini saya tentang kemenangan by pooling sms itu kurang fair. Walaupun akhirnya Joy Tobing memilih untuk menyerahkan mahkota kemenangan pada Delon yang juga mendapat simpati tak kalah banyaknya karena selain dia ganteng (uhuk!), kisah hidupnya juga cukup menumbuhkan simpati penonton. Maka relatif tidak jadi masalah ketika pemenang satu diserahkan kepada runner up. Toh masih sebelas-dua belas ini kualitasnya.  Season kedua masih lumayanlah. Tapi makin kesini-kesini, eh kok biasa aja ya? Malah cenderung menurun kalau menurut saya. Pemenangnyapun kayanya setelah menang harus berjuang sendiri mencari order manggung. Hanya Delon, Lucky, Mike, Judika yang masih lumayan sering terihat di acara-acara on air televisi. Yang lain, nggak ada kabarnya. Mike juga masih sering tampil di istana atau di KBRI untuk acara kenegaraan walaupun sejauh ini sih saya belum pernah lihat langsung ya, soalnya belum pernah diundang ke istana walaupun kantornya sebelahan 😀

Satu lagi Mamamia, itu acara sebenernya bagus, tapi kayanya kelamaan acara hahahihi-nya jadi berasa nonton acara lawak daripada acara pencarian bakat menyanyi :-?. Itu juga bernasib sama, apa kabar itu pemenangnya ya? Si mamanya kemana, anaknya juga sekarang ngapain. Sama sekali enggak jelas. Kesan yang saya tangkap kok malah sekedar mencoba mencari peruntungan menjadi artis ya? Emang dipikir nanti setelah jadi artis gampang apa? Cih, kaya pernah jadi artis aja ya (monggo kalau mau ngeplak saya lho) ;))

Itu baru sebagian contoh dari sekian banyak acara sejenis. Walaupun konsepnya sama dengan di luar negeri, tapi tetap berbeda banget dengan talent show sejenis di Amerika. Misal saja, American Idol gaung pemenangnya itu sampai sekarang masih berasa banget. Para alumnus American Idol, sebut saja Kelly Clarkson, David Cook, Jordan Sparks, dan Katherine McPhee karir mereka nggak cuma berhenti sampai jadi pemenang Idol saja, tapi ada lanjutan karir setelah proses menjadi Idol itu. Meskipun kemenangan mereka awalnya juga berdasarkan polling sms. Tapi secara kualitas mereka juga “megang banget”.

Buat saya power & kelebihan yang dimiliki oleh sang pemenang jika tidak didukung oleh manajemen & promosi yang bagus akan sia-sia. Karena, walaupun dia memiliki potensi yang dahsyat sebagai seorang bintang namun jika orang-orang yang ada dibalik layar manajemen tidak bergerak secara maksimal, mau setahun atau beberapa tahun ke depan progress sang artis akan terlihat statis dan jalan di tempat.

Ah, anggap saja ini cuma pendapat saya yang sirik sumirik karena nggak bisa ikut acara talent show kaya gini ya ;)). Pertanyaan saya selanjutnya adalah  : bagi mereka yang sudah menjadi pemenang sebuah acara pencarian bakat lokal bagusnya bagaimana sih? Apakah mereka harus mengatur sendiri karir mereka misalnya dengan membuat manajemen sendiri, atau lebih baik bergabung dengan manajemen artis yang sudah punya nama?

Bagaimana menurut kalian? 🙂

[devieriana]

Continue Reading

Uniknya Sebuah Fanatisme

Afghan, siapa sih yang tidak mengenal icon penyanyi bersuara berat tapi merdu ini (istilahnya apa sih?). Sejak penampilannya tahun lalu Afghan sudah merebut banyak hati, terutama kaum wanita. Bukan hanya tampilan fisik si pria berkacamata ini saja yang memikat para penggemar perempuannya, tapi utamanya adalah dari segi suara yang mantap dan penampilannya yang selalu rapi.

Pertama kali dengar suara Afghan pas iseng search di youtube. Waktu itu dia menyanyikan lagunya John Legend – Ordinary People, saya malah sempat bilang suara dia lebih bagus dari suara penyanyi aslinya ;)) *lirik-lirik John Legend*. Sampai sayapun mempengaruhi teman-teman kantor saya buat beli kaset si penyanyi baru ini (justru saya yang enggak). Soalnya ya itu tadi, biasa-biasa aja. Suka, tapi nggak terlalu. Jujur saya juga bukan penggemarnya Afghan sih. Jadi kalau soal fanatisme sama dia terbilang jauhlah ya. Bukan pria type saya juga soalnya. Apa siih *plaak!* :)) .

Sepertinya saya memang bukan fans yang baik ya, yang setiap kali artisnya tampil kitanya selalu larut dalam fanatisme dan histeria. Bandingkan dengan saya yang adem ayem. Kalau saya suka sama artis ya sudah, suka mah suka aja. Tapi nggak sampai yang kemana-mana mesti mengikuti dia konser, ngoleksi foto-foto dia, tanda tangannya. Ya bukan apa-apa sih, males aja, ribet, capek :)). Ups, maaf ya buat para fans berat.. *melipir ke kolong meja*

Ada nih temen saya yang saking ngefansnya sama Afghan dia mengikuti kemanapun Afghan show (mulai di Citos, MoI, Ponds Teen Concert, Pasific Place, semua diikuti), ikut milist penggemarnya, update berita terbarunya, koleksi fotonya, dll *dadah-dadah sama Kika :-h * . Bahkan suami dan anaknyapun dilibatkan untuk menjadi Afghanisme (sebutan bagi penggemar Afghan) :D. Usianya sih sepantaran sama saya, tapi semangat buat ngikutin Afghan tampil nggak kalah sama abege-abege lho. Eh, emang ada aturannya umur berapa harus ngefans sama penyanyi tertentu? err.. enggak kan ya? ;)) . Ya maksudnya kan Afghan itu umurnya masih terbilang “piyik” gitu, walaupun suaranya sudah “mateng” banget (atau saya berarti yang sudah “ketuaan” ya? 😕 )

Atau ada juga yang ngefans banget sama Dude Herlino, yang buat teman saya ini type lelaki sempurna. Sabar, shaleh, romantis. Ah, semoga dia nggak termakan karakter protagonisnya Dude di sinetron-sinetron ya 🙂 . Sampai saking ngefansnya tiap kali Dude muncul di tivi dia selalu histeris, suka cita, riang gembira, sambil senyum-senyum sendiri kaya orang yang ketemu pacarnya. Belum lagi tiap kali ada majalah yang memuat profil Dude, pasti langsung beli. Entah mau dibahas cuma berapa paragraf juga kalau membahas profilnya Dude mah bakal dibeli sama dia 😀 .

Entah ya kalau soal ngefans-ngefans’an sama artis saya itu termasuk yang golongan rata-rata. Nggak ada fanatismenya samasekali. Mulai ABG sudah terpola seperti itu. Ketika semua pada ngefans sama musiknya NKOTB saya justru ngefans sama.. musik padang pasir.. eh enggak ding ;)) . Saya biasa-biasa aja. Kalaupun toh sekarang misal saya suka sama Neri Per Caso sekalipun, saya nggak semuanya hafal lagu-lagunya, cuma lagu-lagu tertentu yang menurut saya ear catchy aja. Di tiap konsernyapun saya nggak pernah datang bukan apa-apa, jauh & sayanya nggak punya duit :-j . Itu alasan utamanya :-” . Ya kalau saya ngakunya ngefans tapi setengah-setengah, mungkin saya yang aneh dan belum bisa digolongkan sebagai fans ya. Whateverlah ya.. =;

Pernah nih ya -ah saya jadi membuka aib sendiri nih- pas saya hamil, pergilah saya ke Senayan City bersama suami. Iya, ke mall yang banyak baby trolley dimana-mana itu, saking leganya. Tak disangka, tak dinyana di lantai 1 ternyata ada acaranya salah satu bank yang menyeponsori penampilan Yovie and Nuno. Saya yang sebenarnya nggak terlalu ngefans sama mereka (biasa aja, suka sama lagu-lagunya, tapi ya.. biasa aja gitu), lha kok ya mendadak pengen banget lihat tampilan mereka kaya orang yang ngefans berat. Sampai suami saya suruh ambil kamera dan saya sendiri asyik merangsek ke depan panggung menerobos kerumunan penonton yang rata-rata abege dan ibu-ibu muda itu. Giliran suami saya yang jentungnya ajrut-ajrutan melihat saya nekad ketengah kerumunan. Ibu hamil yang nekat :)) .

Berhasilkah saya merangsek ke depan? Bisa, tentunya dengan melindungi perut saya yang sudah mulai besar itu dari sikutan fans mereka dari kiri-kanan. Itulah pertama kali saya merasakan “histeria” menjadi fans dadakan pada grup band yang saya nggak ngefans. Bingung nggak sih bahasanya? 🙁 . Sampai di back stage saya bela-belain malu-malu pengen minta difoto sama Yovie. Berhasilkah saya? Tentu! Tentu tidak ~X . Gimana saya mau foto wong suami saya nggak mau motoin saya berdua sama dia. Reaksi saya? Ngambeg & pulang kerumah naik taksi =)) :-q . Masyaallah, ajaib banget tingkah saya waktu itu. Sampai dirumahpun juga jadi heran sendiri. Ini saya memang ngefans atau bawaan bayi sih? Kayanya sih bawaan bayi ya. Sampai pas saya cerita sama teman saya dia ngetawain abis-abisan *dadah-dadah sama Andrew :-h *. Tapi habis itu dia ngirimin saya fotonya Yovie lengkap dengan tandatangannya, mungkin dia kasian denger cerita saya ya. Awalnya sih percaya kalau itu dari Yovie, tapi beberapa menit kemudian saya curiga tandatangan dan pesan spesial buat saya itu adalah hasil olah photoshop. And, yes it was.. :)) . Katanya biar anak saya nggak ngileran kalau sampai ada keinginan yang nggak kesampaian ;;) .

Tapi uniknya, sejak itu saya jadi ikut merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang fans berat. Bagaimana histerianya (walaupun saya nggak sampai teriak-teriak ya), euforianya (sampai ada yang pingsan dan nangis-nangis) yang buat waktu itu selalu berpikir, “ya ampun, lebay banget sih? biasa aja napa?”, dan cintanya sama idola mereka. Masih bersyukur saya nggak sampai yang seperti itu :p, kalau sampai kaya begitu bukan apa-apa yang repot suami saya kalo saya pingsan berkali-kali setelah histeris melihat idola saya ;)) .

Nggak, nggak ada yang salah dengan fanatisme. Siapapun bisa menjadi fanatik dan kecanduan terhadap sesuatu atau seseorang. Seperti halnya kecanduan dan ngefans membeli barang-barang branded, misalnya. Kalau nggak pakai tas Louis Vuitton tangannya bakal gatel-gatel. Atau kalau nggak pakai Manolo Blahnik kakinya jadi pecah-pecah. Atau nggak pakai Michael Korrs badannya jadi panuan.Itu contoh superlebaynya. Saya yakin nggak gitu-gitu amat kok. Kalaupun iya bener begitu, ah itu cuma kebetulan saja ;;) *ngeles*

Tapi diluar itu semua yang paling penting adalah kontrol diri. Jangan sampai saking ngefansnya kita sama mereka seolah-olah kita jadi menuhankan mereka (beuh, lebay banget ya bahasa saya? hehehe..). Ngefans boleh. Nggak ada yang ngelarang. Ngikutin kemanapun idolanya konser, monggo (wong itu duit-duit Anda sendiri kan?). Mau capek-capek ngejar idolanya kesana-kemari ya boleh, wong ya badan-badan Anda sendiri. Memang ada sebuah kepuasan yang akan kita rasakan ketika kita berhasil menonton mereka tampil, melihat mereka dari dekat, merasakan kehadirannya, mendengar suaranya, atau berfoto bersama mereka, dan itu semua sah-sah saja kok.. :-bd

Jadi.. Anda termasuk salah satu fans berat artis nggak sih? 😉

[devieriana]

Continue Reading

Why Manohara?

Popularitas wanita satu ini langsung melesat jauh bak meteor ketika kasus KDRT-nya bersama pangeran dari negeri Kelantan – Malaysia di over exposed oleh media beberapa waktu yang lalu. Ya siapa lagi kalau bukan Manohara Odelia Pinot, sang model asal Indonesia yang dipersunting keluarga kesultanan Kelantan, Tengku Mohd Fahri. Semua pasti sudah tahu kan ceritanya kaya apa. Mau beneran kaya gitu atau enggak bener samasekali terserahlah ya.. Only God knows.

Sejak nama Manohara booming, apapun yang dikenakan selalu dipastikan jadi sorotan. Mulai tas, baju, kacamata, sepatu, kebaya. Apapun. Singkat kata Manohara sudah jadi salah satu icon & trendsetter mode di Indonesia. Apapun yang dipakai Manohara bisa jadi “produk unggulan” yang menghasilkan pundi-pundi rupiah terutama bagi yang memiliki bisnis tertentu. Manohara awalnya dikenal dengan tas Red Hermes, Birkin & tas-tas model besar lainnya yang notabene harganya dalam digit juta. Sejak saat itu marak di pasaran istilah “tas Manohara”. Omaigat.. Pernah iseng saya tanya ke penjual,

“tas Manohara kaya apa sih pak?”.
“Oh, tas-tas besar kaya gini lho Non..” –> eh seneng deh dipanggil Non 😀
“ooh…(kok gak mirip yah?) “, batin saya. “Jadi, cuma karena tasnya modelnya besar gitu?”
“ya kurang lebih modelnya kaya beginilah Non..”

Oalah.. kok jauh ya.. Hermes lho yaaa.. Hermes yang aslinya dihargai sekitar 40 juta itu , ternyata di pasaran cuma dijual bisa kisaran ratusan ribu rupiah (kalau mau yang 50 ribuan juga banyak kok). Saya bukan golongan kaum socialite atau Social Climber ya tapi masih ngertilah barang-barang branded macam itu.

Belum habis masalah tas Manohara, menjelang hari raya ini pasar disibukkan dengan menjual produk dengan label baru yaitu jilbab & mukena Manohara. Hmm, ini model kaya apa lagi nih? Jilbab Manohara itu yang kaya gimana sih? Kan Manohara gak berjilbab.. Trus apalagi itu, mukena Manohara. Emang dia pernah difoto lagi shalat dengan mukena model tertentukah, sehingga modelnya bisa ditiru untuk dipopulerkan ke masyarakat? Telusur punya telusur ternyata itu semua cuma masalah pelabelan alias branding.

Masih ingat kan jaman sinetron Tersanjung beberapa tahun yang lalu? Dimana semua brand berlabel Tersanjung. Mulai tas, tshirt, kemeja, topi. Mending kalau pemilihan hurufnya classy gitu ya, ini enggak tuh. Bukan berarti kalaupun diganti font-nya trus saya beli ya, enggak juga. Jujur, ngeliat aja saya udah ogah, apalagi beli. Gak banget deh. Oya, masih ada lagi, mukena Krisdayanti. Hoalah, apa lagi itu? Ya mukena merknya Krisdayanti. Hubungannya sama Krisdayanti apa? Bikinan dia? Terinspirasi dari dia? Enggak.. ya pengen aja kasih label itu. Ngakak gak sih? 😀

Jaman berulang lagi ke Manohara. Bukan hanya brand untuk fashion atau tas ya. Pelabelan manohara ini sekarang sudah masuk ke menu makanan lho. Kalau kapan hari kita sudah mendengar  tentang ayam goreng/bakar Manohara, nah kemarin saya baru denger yang namanya Es Manohara. Wooiyah, es sebangsa apakah itu? Halah, Es Campur bo’.. es campur buah gitu. Heran ya, kayanya dulu Manohara gak pernah jualan es kenapa sekarang jadi salah satu merk culinary ya?

Orang Indonesia itu pinter menggunakan peluang bisnis. Apa yang lagi trend saat itu langsung dibuat KW1 dst-nya, dilempar ke pasaran.. voilla.. keuntungan berlipat ganda. Artis siapa yang lagi booming, apa saja yang sering melekat di tampilan kesehariannya ya itulah yang akan digarap pasar.

[devieriana]

Continue Reading

Kok Albumnya Gak Rilis-Rilis, Sih?

Beberapa hari yang lalu saya ngobrol di YM dengan salah satu sahabat tentang banyak hal. Salah satunya ya tentang album yang gak rilis-rilis, padahal promo di facebook kayanya udah digeber  awal tahun ini deh, tapi kok lagunya 1 pun belum ada yang nongol ya? Ditengah maraknya artis pendatang baru yang bisa dipastikan hampir setiap hari menghiasi layar kaca sampai saya sendiri gak bisa menghafal satu persatu saking banyaknya, dia samasekali belum tampak tanda-tanda mau promo atau muncul dimana gitu. Padahal sekarang ini banyak banget penyanyi solo sampai grup band pada berlomba-lomba ingin mencuri perhatian penikmat musik di Indonesia.

Nah kebetulan teman dekatnya teman saya ini seorang calon artis penyanyi. Soal penampilan fisik ya lumayanlah, suara juga mantap, materi lagu.. err.. saya kurang ngerti spesifikasi lagu yang bisa dijual atau enggak sih ya. Kalau menurut telinga saya yang awam ini ya suaranya enak, lagunya ear catchy. Udah itu aja  😀

Saya : ngomong-ngomong kapan albumnya si Prita (nama saya samarkan) keluar? bukannya promonya udah lama tuh..

Teman : yaa.. bisnis kaya gitu prosesnya lama, darling.. Lagi nunggu RBT-nya jadi

Saya : kirain bisa cepet, kan sekarang juga banyak artis baru. Kayanya bener jadi artis. Kenapa gak rilis album dulu baru RBT?

Teman : Penjualan CD lagi menurun sejak adanya MP3 yang bisa didonwload gratis di internet.. Sekarang aku tanya kamu: kapan terakhir kali kamu beli CD lagu?

Saya : mmh tahun lalu.. CDnya Tompi 😀 , ngidam lagunya Belahan Jiwa  😀

Teman : Tuh kan.., ga banyak yang mau beli CD lagu sekarang. Makanya produser-produser itu pada gak berani ngeluarin CD

Saya : trus solusinya?

Teman : ya main di RBT aja..

Saya : tapi kok kenapa banyak penyanyi baru ya?

Teman : iya, emang banyak. tapi kalu kamu lihat penjualan CD-nya ga bagus. Cuma mereka menjadikan  mereka menjadikan penjualan CD itu jembatan menuju nyanyi off air

Saya : promo mereka gencar juga promo di tv : Derings, Inbox & acara-acara sejenis. Trus gimana tuh? kapan rencananya? bukannya promonya udah lama banget tuh? awal tahun ini deh kayanya?

Teman : Gak ah, awal tahun sih, sekitar Maret/April kemaren. Bikin klipnya aja Maret

Saya : masa sih? kayanya dia udah gencar sejak awal tahun deh..

Teman : Produsernya emang agak telat

Saya : Oh yang mas bilang ga bisa kerja itu ya?

Teman :  Iya betul

Saya : mmh.. ga ganti manajer atau apa gitu? ga bisa ya? gak semudah itu?

Teman : Gak semudah itu. Soalnya disini Prita cuma nyanyi. Sementara lagunya diproduksi oleh label. Jadi dia yang harus nunggu. Jadi kalau labelnya lama, ya berarti dia kena ikut lama juga, soalnya bukan pakai biaya sendiri

Saya : Ooh gitu.. Trus kesibukannya sekarang apa?

Teman : Kesibukannya.. mmh, gak ada sih

Saya : lah.. kasian dong ga ada kegiatan apa-apa?

Teman : Ya.. sementara ini sih nunggu RBT-nya keluar. Paling nunggu klipnya tayang di Dashyat. Ya begitulah penyanyi

Saya : kupikir gampang jadi penyanyi..

Teman : Tapi kalau dia udah dikenal, dan nyanyinya bagus, penghasilannya dari off air bisa gedhe lho..

Saya : Oh ya? Hmm…aku banyak ngelait penyanyi sekarang kesannya banyak yang jual tampang. Atau sebelumnya emang udah artis trus melebarkan sayap jadi penyanyi.. Aji mumpung gitulah..

Teman : Ya betul.. begitulah, persaingan sangat ketat & kebetulan Prita itu nyanyinya bagus, hanya sayang dia gak punya modal untuk bikin album sendiri. Akhirnya ya begini ini, tergantung label. Sementara label gaak mau gambling ngeluarin album kalo tau pasar penjualan CD lagi lesu kaya gini.. Sementara banyak label mau memproduksi penyanyi yang bawa modal sendiri..

Saya : Oh yaaa.. Pantes.. Eh emang disambi nyanyi di kafe gitu ga boleh ya? Ya kan biar ada kesibukan gitu..

Teman : gak bolehlah..

Saya : weks? emang ada klausa yang menyebutkan itu juga?

Teman : iyalah..

Oh ternyata jadi penyanyi yang beneran itu ga gampang, sodara-sodara. Buktinya temannya teman saya itu yang notabene pernah jadi juara pop singer aja masih keteteran gitu albumnya gak keluar-keluar. Lha gimana yang modalnya cuman fisik doang ya? Ah, jangan-jangan karena bawa modal sendiri jadinya lebih cepet albumnya keluar? Hmm.. Ya begitulah namanya dunia showbiz. Ga sesimpel yang kita bayangkan. Belum tentu artis yang bener-bener qualified itu di-support penuh oleh pihak label. Yang sudah bawa modal sendiri yuk mari sini dibantu dengan senang hati. Kalau yang ga bawa modal sendiri? Err.. misi.. mo ngupi dulu.. eh tapi kamu boleh rekaman kok. Soal distribusi? Mmmh, tar yah.. saya itung dulu untung ruginya buat saya..

hehehhe.. kidding you 😉

 

[devieriana]

Continue Reading