Diatas Langit Masih Ada Langit ..

Yang namanya manusia pasti nggak luput dari yang namanya sombong. Sudah manusiawi itu. Ketika sedikit saja merasa dirinya lebih baik dari yang lain pasti bibit-bibit kesombongan mulai muncul di hati masing-masing. Eh, saya lagi nggak ngomongin siapa-siapa kok, lagi ngomongin diri sendiri 😀 . Lagi pengen kontemplasi aja seperti biasa. Perenungan yang saya dapat dari hal-hal yang seringkali luput dari mata kita.

Jadi, ceritanya ada seorang ibu yang ketemu sama saya di lobby waktu ngurus kelengkapan & pemberkasan cpns. Dengan begitu bangganya dia menceritakan seluruh prestasi & kehebatan si anak. Yah, saya pikir wajarlah. Karena ketika seorang anak berprestasi pasti nama baik orangtua akan ikut terangkat. Karena itu juga akan menunjukkan bagaimana perjuangan orangtua mendidik & menjadikan anaknya sukses. Walaupun itu juga sebagian besar karena kerja keras anaknya sendiri, karena ketika berjuang, orangtua hanya mendukung, mendoakan, mensupport dari belakang sementara sang anak berjuang sepenuh tenaga mencapai apa yang dicita-citakan.

Saya sendiri ketika mencita-citakan sesuatu selalu berusaha melihat kemampuan saya sendiri. Karena hanya saya yang mampu mengukur kapasitas & kemampuan saya sampai mana. Nggak kan ngoyo kalau saya merasa nggak mampu. Orangtua pun sifatnya hanya mendukung untuk apapun yang saya cita-citakan, apapun yang saya lakukan selama itu baik & bermanfaat buat saya kedepannya. Tutwuri handayani, gitulah 😀 .

Kemarin, ibu yang saya temui di lobby itu bercerita dengan semangat ’45 tentang anaknya yang asisten dosen, yang lulus dengan IPK cumlaude, yang pas cpns selalu melampaui test interview. Intinya aanaknya itu pinteer & dia sangat bangga sama anaknya. Iyalah, wajar. Sayapun kalau jadi dia mungkin juga sama rasa bangganya sama anak saya. Tapi mendadak ilfil ketika dia mulai meremehkan, mengecilkan orang lain seolah hanya anaknyalah yang paling hebat diantara semuanya. Saya yang waktu itu ditanya IPK-nya berapa & lulusan mana harus menelan hampir seluruh kesabaran saya ketika  jawaban-jawaban saya berujung pada nada yang seolah bilang.. ” it’s ok. But sorry, you loose, darling”. Tahu gitu saya nggak usah jawab kali ya 🙂 .

Seperti misal tentang IPK, responnya bikin males banget, ” Oh, anak saya IPK-nya lebih tinggi dari mbak, 3.8. Kalau mbak berarti nggak nyampe 3.8 dong ya..”. Bu, kalau IPK saya nggak nyampe 3.8 ya berarti lebih rendah dari anak ibu. Paham kok, nggak perlu dipertegas lagi..

Atau pas nanya lulusan mana, ” Oh, lulusan Unibraw.. anak saya Unpad lho..”. Hmm, masalahnya dimana ya? Toh sama-sama negeri kan?

Atau pas nanya saya sekarang kerja dimana, ” Oh di Telkomsel.. Kalau anak saya udah asisten dosen.. sebenernya dia udah ditawarin kerja ikatan dinas di Unpad tapi dianya nggak mau..dengan alasan.. bla..bla..bla..”. Nih ya bu, saya mah yang penting alhamdulillah udah kerja, dapet gaji, and I love my boss.. eh my job.. Rejeki orang kan beda-beda. Emang kalau jadi asisten dosen itu gengsinya lebih tinggi gitu ya?

Baru agak kesekaknya disini  : ” anak saya itu udah nyoba cpns kemana-mana & alhamdulillah semuanya melampaui tahap interview, mulai departemen ini, departemen itu, depdagri, deplu, dll.. kalau tes tulis sih selalu lulus semua deh.. Sampai bingung mau konsen ke yang mana. Ini aja pas lolos disini ya udah saya suruh konsen kesini aja. Kalau mbaknya udah nyoba berapa kali & berapa yang lolos?”. Kali ini suami saya yang jawab, ” alhamdulillah cuma sekali doang & langsung lolos bu..”. Aduh, sebenernya saya pengen ngikik-ngikik denger jawaban suami. Maafkan suami saya ya bu.. harusnya saya jawab ” saya udah nyoba berkali-kali nyoba test cpns & hanya ini yang lolos.. ” 😆

Saya sih paham betul, mungkin beliau overexcited dengan kepandaian & keberhasilan anaknya. Ya iyalah wajar, anak perempuan, masih muda, pinter, sekarang diterima di instansi yang sama kaya saya. Wajib bangga. Tapi kebanggaan itu akhirnya membawa dia jadi sedikit pongah, mengecilkan arti & keberadaan orang lain. Makanya tadi saya sms mama buat sekedar ngingetin kalau emang mama/papa ditanya sama orang tentang kami (saya & adik-adik saya), berceritalah sewajarnya. Jangan over excited, jangan sampai mengecilkan orang lain, ikutlah berbangga ketika orang lain juga bercerita tentang kelebihan anak-anaknya. Intinya jangan berlebihan. Kita nggak pernah tahu apakah orang lain yang dengar cerita kita juga sama excited responnya seperti saat kita saat menceritakannya. Kita nggak pernah tahu apakah orang lain juga sama tertariknya mendengar cerita kita. Karena tak jarang maksud mereka hanya sekedar ingin berbasa-basi 🙂

Jadi keywordnya adalah.., jangan lebay, diatas langit masih ada langit. Itulah perenungan bagus saya dapat hari ini.  😀

 

 

Continue Reading

Pemenang Rose Heart Writing Competition 2009

By : Risa Amrikasari

Tak mudah untuk menentukan manakah tulisan yang “layak “masuk dan mana yang tidak. Tak mudah karena tema yang dibahas tak tunggal. Masing-masing penulis muncul dengan temanya masing-masing. Apa yang diangkat dan dibahas pun sangat eksperiensial. Sangat tergantung pada konteks dan latar belakang pendidikan.

Tak mudah juga karena gaya penulisan masing-masing penulis berbeda. Ada yang bermain dengan cerita, tuturan. Ada yang mencoba bermain dengan opini atau konsep. Dan ada yang betah dengan refleksi. Perbedaan itu menentukan mutu sebuah tulisan. Perbedaan itu menentukan menarik-tidaknya sebuah tulisan. Perbedaan itu menentukan dalam-tidaknya sebuah tulisan.

Meskipun demikian, kebanyakan penulis berbicara tentang perempuan, baik itu sebagai tokoh sentral (pencerita), maupun sebagai objek (bercerita tentang orang lain). Persoalan-persoalan perempuan diangkat di sini. Seks, gender, tubuh, stigma, dan lain-lain. Ada yang mengangkat persoalan itu dengan cara yang menarik dan tegas. Ada yang sedikit lebih dalam. Tapi ada juga yang biasa-biasa saja.

Karena ketaksamaan tema, gaya penulisan, dan ketajaman pembahasan, catatan dari saya ini bukanlah kata akhir. Kriteria yang saya pakai adalah tema yang diangkat, gaya penulisan, ketajaman eksplorasi dan eksplanasi, dan kedekatannya dengan pengalaman atau kekonkretan.

Mungkin ada tema yang kelihatannya menarik dan ”berisi” (berbunyi akademik atau intelektual). Tetapi jika yang diangkat adalah konsep, bukankah sebaiknya kita membaca buku atau artikel yang panjang ulasannya daripada sebuah tulisan yang pendek, yang pada gilirannya meninggalkan pertanyaan yang tak selesai? Bukankah yang kita butuhkan adalah penerjemahan konsep?

Mungkin ada tema yang kelihatannya sederhana dan biasa-biasa saja. Tanpa ditulis dan dibukukan pun orang sudah tahu. Tapi mengapa diangkat dan dibukukan? Karena persoalan yang diangkat itu “dekat sekali” dengan pengalaman nyata. Gaya penyampaiannya pun ”dekat sekali” dengan pengalaman nyata. Sehingga ada keterwakilan emosi di situ. Bukan sebuah konsep yang jauh di atas sana. Bukan sebuah konsep yang untuk memahaminya orang membutuhkan waktu yang tak sedikit. Sederhananya begini. Kita sudah capek menghadapi berbagai kerumitan persoalan hidup. Otak kita sudah dijejali dengan berbagai hal rumit. Sehatnya, segera setelah itu kita ”istirahat”. Dan ”istirahat” yang cocok adalah yang ringan-ringan saja.

Sementara persoalan penulisan yang baik dan benar, alias mengikuti aturan ejaan yang disempurnakan, tak saya persoalkan. Walaupun para penulis tak menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tak memperhatikan konstruksi kalimat yang benar, dan tak menaruh perhatian pada logika dan rasa bahasa, saya tak persoalkan.

Berdasarkan penilaian dan keputusan para juri yang terdiri dari :
1. R. Dwiyanto Prihartono, SH – Praktisi Hukum dan Aktifis HAM
2. Gabriel Goran – Redaktur Tabloid Genie
3. Dino Musido – Jurnalis Harian Merdeka

Maka dengan ini diputuskan :

Juara Pertama:
The Transformed Me – karya Devi Sutarsi

Pemenang berhak mendapatkan hadiah uang tunai sebesar Rp. 1,500,000,- (Satu Juta Lima Ratus Ribu Rupiah).

Ini cerita yang layak dibaca orang. Judul itu sangat padat dan indah (saya yakin, itu bukan sekadar berindah-indah). Mengapa indah? Karena transformasi. Dan saya berharap si penulis ini sadar bahwa dia bertransformasi dan bukan sekadar berubah. Bahwa dia bisa mempertanggungjawabkan mengapa dia menggunakan kalimat “The Transformed Me” dan bukan “The Changed Me”. To be transformed dan to be changed adalah dua hal yang berbeda. Jangan kira itu sama.

Omongan Gadamer (filsuf besar) dalam bukunya yang berjudul Truth and Method berikut ini bisa memperjelas keduanya. “Tranformation is not change. A change always means that what is changed also remains the same and is held on to. But transformation means that something is suddenly and as a whole something else…what existed previously no longer exists. But also that what now exists is what is lasting and true.” Kalimat terakhir dari penulis ini, Aku pernah menjadi ibu yang lalai. Dan aku ingin menebusnya, adalah sebuah ungkapan transformatif. Ungkapan itu adalah klimaks dari sebuah rangkaian transformasi.

Juara Kedua:
Dimana Pria Saat Wanita Membutuhkannya? (catatan hati seorang suami) – karya Kahar S. Cahyono

Pemenang berhak mendapatkan hadiah uang tunai sebesar Rp. 1,250,000,- (Satu Juta Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah).

Ini sebuah renungan yang sangat sederhana. Tampak seperti biasa-biasa saja. Tak ada yang baru. Tak ditulis dan diterbitkan pun tak apa. Tapi tulisan ini menarik. Yang menarik di sini adalah ketulusan dan kerendahan hati. Sebuah ungkapan saling menghormati. Dalam rumusan yang lain, cerita ini menunjukkan apa artinya sebuah komunitas. Keluarga adalah sebuah komunitas. Prototipe sebuah komunitas dunia. Komunitas itu selalu berdiri di atas komunikasi. Dan komunikasi itu, dalam metafisika William Desmond—ahli metafisika—adalah ”being with”. Itulah artinya intimasi.

Juara Ketiga:
A Beautiful Mind – karya Devi Eriana Safira

Pemenang berhak mendapatkan hadiah uang tunai sebesar Rp. 1,000,000,- (Satu Juta Rupiah).

Judulnya menarik. Saya tidak tahu apakah penulis lebih dahulu menonton film Beautiful Mind yang dibintangi Russel Crowe sebelum menulis curahan hatinya ini atau tidak. Saya anggap sudah. Kalau dia sudah menonton film He’s Just Not That Into You, besar kemungkinan dia sudah menonton film Beautiful Mind. Tapi saya tidak akan mempersoalkan keterkaitan isi film dan judulnya (Beautiful Mind) dengan isi tulisan dan judulnya (A Beautiful Mind). Bukankah ada lagu yang tak nyambung dengan judulnya? Yang menarik di sini adalah keberanian untuk membongkar diri dan menunjukkan kehadirannya yang total berbeda dengan orang lain di tengah arus umum. Kata Paul Tillich, salah seorang teolog, mesti ada courage to be untuk mempertegas diri dan merangkul nilai. Jika tidak, orang akan jatuh ke dalam anonimitas dan keseragaman. Dalam anonimitas dan keseragaman itu, orang bukan lagi pribadi. Orang sudah menjadi massa. Padahal, orang mesti menjadi pribadi. Tulisan ini, lebih tepatnya, adalah sebuah refleksi atas apa artinya menjadi “pribadi”.

Sedangkan untuk Pemenang Favorite yang juga merupakan hasil pilihan para juri adalah :

1. Destined to be A Woman – karya Ekawati Indriani P

2. Saya – karya Lala Novrinda

3. Wanitakah Pemicu Korupsi – karya Dewi Susanti

Pemenang berhak mendapatkan hadiah hiburan masing-masing Rp. 300,000 (Tiga Ratus Ribu Rupiah).

Congratulations to all the winners! You did a great job!

Buat sahabat yang belum berhasil menjadi pemenang dalam kompetisi ini, jangan putus asa, mari kita berlatih lebih giat lagi agar karya kita menjadi lebih baik lagi.

Seperti janji saya sebelumnya, semua karya yang masuk akan dibukukan dan diterbitkan dengan catatan segala perbaikan yang harus dilakukan akan dilaksanakan dan di dalam milist RHW 2009 (rhw2009@yahoogroups.com) anda akan dibimbing oleh Bang Gabriel Goran dan Bang Jacobus yang akan menjadi editor dari buku kita ini, agar artikel anda semua lebih menarik dan ‘layak jual’!

Mohon maaf atas keterlambatan pengumuman ini, Jakarta gitu loh! Kalau hari Jumat dan hujan, macetnya waduuuuuhh… parah! Selain itu, kepadatan jadwal kerja saya hari ini membuat saya hanya bisa mengakses internet atau facebook dari blackberry saya. Kepada para pemenang, silahkan kirim nomor rekening anda untuk pengiriman hadiah.

Dalam waktu yang tidak terlalu lama, saya akan mengadakan Launching buku ‘Especially for You’, saya berharap para peserta yang berada di Jakarta bisa hadir di acara tersebut karena saya juga akan berbicara mengenai kompetisi dan rencana penerbitan buku kita ini.

Thank you and love you, all! Muach!

sumber tulisan dari sini

[devieriana]

Continue Reading

JFW 09/10 : Menuju Terwujudnya Pusat Mode Asia

Perhatian seluruh pengamat & pelaku industri mode sedang teralih pada perhelatan akbar Jakarta Fashion Week yang digelar sejak tanggal 14 – 20 November 2009 di Pacific Place Jakarta. Ya, salah satu acara tahunan akbar yang diadakan oleh majalah Femina yang berkolaborasi dengan Pemerintah DKI Jakarta, stakeholder & media menawarkan sebuah suguhan fashion kelas internasional yang lahir dari tangan desainer lokal kita. Bangga? Pastinya.. 😉

Seperti yang dikatakan oleh Taruna Kusmayadi (Ketua Umum APPMI) di dalam Press Conference pembukaan Jakarta Fashion Week  kemarin :

 “Jakarta Fashion Week 09/10 ini merupakan langkah awal dalam mewujudkan mimpi desainer dan buyer Indonesia. Sekaligus  juga membantu industri fashion lokal” .

Nah pastinya ini adalah sebuah langkah positif untuk makin mengembangkan industri fashion tanah air kita agar makin dikenal di dunia fashion internasional. Dalam pekan mode inilah juga diharapkan akan menjadi sebuah “giant media” yang akan mempertemukan banyak pihak. Karena idealnya, sebuah fashion week akan menjadi sebuah media bisnis jika didalamnya juga dilengkapi dengan trade show, sebuah section khusus yang menjadi tempat bagi desainer dan pelaku mode untuk menjual koleksinya langsung kepada penikmat mode dan buyer.

Tahun ini Jakarta Fashion Week dimeriahkan oleh 60 fashion desainer kenamaan Indonesia yang tergabung di dalam APPMI (Asosiasi Perancang dan Pengusaha Mode Indonesia), IPMI (Ikatan Perancang Mode Indonesia), dan juga beberapa desainer independen. Bayangkan, betapa serunya jika seluruh pelaku fashion tumplek blek di ajang tahunan ini. Akan ada berapa item yang akan jadi trend di tahun 2010 nantinya? Ah,s eru sekali pastilah.. 😀

Para dedengkot fashion yang juga memeriahkan ajang Jakarta Fashion Week ini diantaranya adalah Ghea Panggabean, Barli, Carmanita, Anne Anaatie, Poppy Dharsono, Stephanus Hamy, Taruna Kusmayadi, Ivan Gunawan, Oscar Lawalata, Deden Siswanto, Oka Diputra, Sebastian Gunawan dan Priyo Oktaviano, yang kesemuanya akan hadir menyemarakkan ajang Jakarta Fashion Week ini.

Seperti halnya ajang yang sudah lebih dulu ada yaitu Lomba Perancang Mode Indonesia yang sudah melahirkan beberapa perancang kenamaan : Carmanita, Itang Yunasz, Anne Rufaidah, Samuel Wattimena, Tuty Cholid, Chossy Latu, Denny Wirawan, Edward Hutabarat, Musa Widyatmodjo, Widhi Budimulia, Sally Koeswanto, ajang Jakarta Fashion Week pun sudah siap menjadi wadah positif bagi lahirnya calon perancang muda berbakat yang selanjutnya akan bekerjasama memajukan dunia fashion Indonesia lewat karya-karya mereka. Jadi inget sama obsesi saya beberapa tahun lalu untuk mengikuti ajang ini.. tapi.. ah sudahlah.. *mulai lebay* 😀

Diharapkan dari ajang Jakarta Fashion Week 09/10 inilah akan menjadi gerbang terwujudnya Indonesia sebagai pusat mode Asia. Amien..

I hope so. Yes, we do hope so..  🙂

[devieriana]

sumber ilustrasi website Jakarta Fashion Week

Continue Reading

Penumpang Yang Ribet..

Minggu pagi itu cuaca Jakarta sangat cerah. Sayapun bersiap-siap menuju ke bandara Soekarno Hatta untuk selanjutnya menuju Surabaya guna mengurus printhilan-printhilan buat legalisir & pemberkasan. Penerbangan dengan menggunakan Lion Air pukul 08.20 wib.

Ruang tunggu penuh sesak. Beberapa kali panggilan ditujukan untuk penumpang tujuan Makassar yang mungkin masih ada yang tertinggal entah di lobby, masih check in, atau dalam perjalanan menuju gate tempat pemberangkatan. Entahlah, yang jelas tujuan Makassar pagi itu nggak berangkat-berangkat gara-gara mungkin ada penumpang yang keselip.

Saya dengan tas ransel isi berkas-berkas & sepotong baju plus beberapa buku kumpulan soal CPNS buat adik saya 😀 (dia critanya juga pengen nyobain gitulah) melenggang ke pesawat setelah tak lama setelah panggilan ke Makassar itu berubah panggilan untuk tujuan Surabaya. Seat saya agak belakang, 2 seat setelah emergency exit door. tampak serombongan ibu-ibu yang tadi sempat saya lihat heboh foto-foto di ruang tunggu mulai berisik mencari seat masing-masing. Saya mempersilahkan seorang ibu yang seatnya persis di sebelah saya. Tak lama datanglah segerombolan ibu-ibu (pokoknya isi pesawatnya hari itu ibu-ibu semua) yang kebingungan karena seatnya kok sudah diduduki oleh ibu-ibu lain.

Seat depan saya adalah 32 A,B,C. Di seat ini ada 3 ibu-ibu rumpi yang ngecipris sejak saya naik. Inilah percakapan yang membuat saya geleng-geleng kepala..

” Lho, aku duduk dimana ini? kok 32 B udah ada orangnya? ” , tanya seorang ibu pada ibu lainnya
” Lho, aku yo iyo.. aku 32 C.. harusnya kan disini ya?”, tunjuk seorang ibu lainnya ke arah seat di depan saya.
Pramugari langsung menghampiri kerumunan ibu-ibu itu & memeriksa boarding pass-nyas atu persatu.

” Mohon maaf ibu, ibu seharusnya bukan duduk di 32 B & C, ibu duduknya di 32 D & E, sebelah sini ya..”, jelas pramugari pada 2 ibu-ibu yang tidak duduk pada seat yang sesuai dengan boarding passnya
” Mbak, kita ini temenan kok, satu rombongan.. biar enak gitu duduknya nggak pisah-pisah.. jadi satu aja mbak..”, salah satu jawaban ibu itu bikin saya ngikik dengan sukses.
” Bukan begitu bu, mohon kerjasamanya.. untuk duduk sesuai dengan boarding pas masing-masing ya..”, tegas pramugarinya terdengar agak dongkol
Halaah.. asline lho podho ae.. (aslinya sama aja), wong ya sama duduknya..”, tukas seorang ibu sambil pindah tempat duduk ke sebelahnya..

Yaelah bu, ini naik pesawat ya.. bukan naik damri yang bisa milih tempat duduk seenak sampeyan. Coba kalau sampeyan ngotot lagi, kan nggak berangkat-berangkat pesawatnya, batin saya. Belum habis rasa geli saya, muncul kegelian yang lain. Berhubung 6 orang ibu-ibu yang baru datang itu duduk persis di sebelah pintu darurat, otomatis harus diubah dong tempat duduknya. Karena yang duduk di dekat pintu darurat harus laki-laki untuk berjaga-jaga jika sewaktu-waktu tenaga & kecekatan mereka membuka pintu darurat pada saat dibutuhkan.

” Mohon maaf ibu-ibu, sesuai dengan peraturan keselamatan penerbangan, maka untuk penumpang yang duduk di dekat pintu darurat semuanya harus laki-laki. Apakh ibu bersedia bertukar tempat dengan penumpang yang lain? Jika iya, akan segera saya carikan tempat penggantinya..”, jelas sang pramugari penuh keramahan.
” Wah, sudah ndak usah mbak.. enak gini, kaki saya bisa selonjoran.. ndak pegel, ndak ketekuk..”, jawab seorang ibu dengan.. yah.. menggelikan..
” Bukan masalah kaki bisa selonjor atau tidak bu, tapi ini untuk keselamatan penerbangan.. Jika ibu-ibu bersedia, akan segera saya carikan tempat duduk penggantinya..”
” Lah, tadi katanya suruh duduk sesuai boarding pass.. sekarang suruh pindah. Berarti sampeyan ndak konsisten ngomongnya mbak..”

DHAAAANG..!! *tepok jidat, jedukin ke aspal*

Dooh, mau ngomong apa & gimana ya. Bu, tau nggak, sampeyan-sampeyan itu sudah bikin pesawat ini nggak berangkat-berangkat. Aslinya berangkat jam 08.20 wib, ini udah 08.45. Udah molor, Nyah 🙁 . Setelah mengalami eyel-eyelan yang cukup rumit & melelahkan (halah), akhirnya keenam-enamnya bersedia dipindahkan di.. bagasi.. Gaklah, di seat yang lain, pangku pilot. Enggaakkk.. di seat yang lain :D. Setelah bapak-bapak itu dibriefing singkat oleh sang pramugari, akhirnya penerbangan itupun berangkat dengan mulus.

Bagaimana dengan ibu yang disebelah saya? Hmm, asli ribet banget jadi dia. Yang ngeluarin permen, tar nggak lama, ngeluarin roti. Abis itu ngeluarin buku ngaji. Benerin jilbab. Ngalungin tas ke leher. Dilepas lagi, tasnya dipangku. Ngeluarin obat batuk, nggak jadi diminum. Masukin buku ngaji di saku tas belakang. Resleting tasnya nggak bisa nutup, buka lagi, keluarin lagi bukunya. Ditekuk jadi 2, tetep nggak bisa masuk. Masukin tas plastik. Diem sebentar, ngeluarin permen, nawarin ke tetangga kiri-kanan, nggak ada yang mau, masukin tas. Batuk-batuk, nutupin pakai syal. Buka tas lagi, ngeluarin buku & bermaksud baca-baca, baru satu halaman belum kelar udah ngobrol. Lipat lagi, masukin lagi bukunya.. dst sampe akhirnya tiba di Surabaya..

Btw, sampeyan kok nggak capek ya ribet kaya gitu? Saya lho yang dari tadi ngeliat sampeyan umek (gerak melulu) aja capek 🙁

Akhirnya pesawat landing juga di Surabaya tercinta. Akhirnya sayapun berpisah dengan ibu-ibu rumpi yang ajaib-ajaib itu. Ganti ribet sama adik saya yang njemput tapi lupa markir motornya dimana.. *ngelap keringet*

 

[devieriana]

 

Continue Reading

Untuk Sebuah Status : Pegawai Negeri (III)

Menjalani kehidupan & rutinitas sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS)  adalah salah satu hal yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Walaupun Papa & hampir sebagian besar keluarga saya berkarir sebagai PNS toh itu tidak membangkitkan napsu saya buat ikutan jadi PNS juga. Padahal semua bilang kalau PNS itu benefitnya bla.. bla.. bla.. Tetep aja saya nggak pengen jadi PNS. Nggak tahu ya, kayanya kok kurang “nendang” aja gitu kalau jadi PNS. . (hei, apa-apaan ini kok pakai tendang-tendangan?! ha5x). Ya begitulah, singkat kata pokoknya nggak pengen jadi PNS..

Bahkan pun ketika ada salah satu anak buah yang getol banget ikutan test CPNS sejak pertama dibuka juga menanyakan keengganan saya buat ikut seleksi CPNS  :

” mbak Devi nggak pengen ikutan seleksi CPNS? Lagi buka banyak lho..”
” iya aku tahu.. “
” trus nggak pengen ikut nyobain? “
” mmh, nggak tahu ya, kok kayanya nggak pengen aja gitu..”
” kenapa? ribet ya mbak? “
” hehehe, iya.. parno & males banget ngurusin SKCK, kartu kuning, surat kesehatan, anti narkoba.. Beuh.. nggak ada waktu aku jeng..”
” iya sih.. tapi ya kan nggak papa nyoba aja, siapa tahu masuk.. Kan lumayan mbak.. “
” iya sih.. Tapi kayanya udah ketuaan buat ikut cpns-cpnsan..”, tetep ngeles :p
” lho, emang usiamu berapa sih mbak? kan maksimal usianya 35 tahun “
” ho-oh aku tau.. meskipun usiaku baru 25 tahun & aku yakin masih bisa ikutan seleksi, tapi embuh ya.. males aja gitu..”
” mmh, gitu ya.. Lho, eh.. tadi berapa usianya? 25 tahun?! “

Nyahahahahaha.. :))

Sampai akhirnya, pada suatu hari (halah, kaya dongeng), pas iseng blogwalking, nemulah saya situs yang membuka lowongan & syarat-syaratnya kok kebetulan mudah ya. I mean, nggak pakai SKCK & teman-temannya itu. Jujur, males aja kalau belum-belum udah ngurus ini itu tapi belum tentu ketrima. Kok kayanya mubadzir aja gitu. Itu pikiran saya lho.. :D. Jadilah singkat cerita, saya submit berkas-berkas PNS itu lengkap dengan segala “derita” superlebay itu disini . Setelah melalui proses deg-degan tahap pertama, alhamdulillah lolos seleksi administrasi & IPK dengan cerita kaya disini . Setelah nunggu kurang lebih semingguan ternyata saya masih diberi kesempatan buat ikut test terakhir yaitu psikotest selama 2 hari di UI yang ceritanya sebagian ada disini .

Hasil akhirnya kayanya kok lama bener ya, hampir 2 minggu deg-degan & mules nggak jelas. Sampai akhirnya tibalah tanggal keramat itu, 12 November 2009 sebagai hari penentuan & bersejarah. Dari pagi sampai sore menjelang pulang herannya itu situsnya Setneg kenapa nggak diupdate-update. Entah apa karena load yang tinggi atau panitianya lupa. Yang jelas sampai saya mau pulang pengumumannya belum ada. Teman-teman peserta psikotest juga bergantian saling telpon & sms buat crosscheck soal pengumuman. Alhasil sayapun akhirnya menyerah. Mutung & memutuskan untuk pulang, dengan pikiran udahlah ntar malem atau besok ajalah dilihat lagi. Tapi jujur tetep penasaran 😀 , kira-kira saya masuk apa kagak ini.. Saya juga minta tolong update ke temen yang masih online buat cek ulang, apakah situsnya udah bener apa belum, apakah pengumumannya udah ganti/belum?

Dan hasilnya adalah… alhamdulillah, nama saya ada di situs ini , lolos seleksi bersama 2 orang calon lainnya. Subhanallah, langsung terharu. Perjuangan panjang itu alhamdulillah berujung keberhasilan. Kalau ingat betapa nggak tertariknya saya jadi PNS kayanya sekarang terpaksa harus menjilat ludah  sendiri deh. Gimana enggak, lha wong sekarang saya akhirnya jadi PNS juga :D. Kualat nih kayanya.. :))

Akhirnya saya ngurus surat-surat itu (SKCK, Surat Keterangan Kesehatan Jasmani dan Rohani, urat Keterangan tidak mengkonsumsi/ menggunakan narkotika, psikotropika, prekursor, dan zat adiktif lainnya, plus fotokopi-fotopi, materai, & kelengkapan lainnya. Tinggal ngurus legalisir STTB/Ijazah SD-SMA aja yang belum. Bersyukur semua prosesnya berjalan lancar. Yang awalnya saya bayangkan kecamatan, RSKO & Polres bakal penuh sesak karena banyak yang juga ngurus buat CPNS, nyatanya pas saya datang justru sepi banget. Jadi semua bisa selesai lengkap dalam satu hari. Alhamdulillah. Malah waktu di RSKO (Rumah Sakit Ketergantungan Obat) Cibubur petugasnya sangat welcome & helpful. Saya diantar & dipandu step-stepnya hingga surat keterangannya jadi. Pun halnya di Polres Matraman, hampir semua polisi & petugas yang membantu melayani pembuatan SKCK  juga sangat helpful, cekatan & tidak bertele-tele. Ibu yang membantu saya ngurus SKCK juga bilang, “ya udah yuk mbak, ikut saya.. diisi semua formulirnya. Syarat-syarat lainnya udah lengkap kan? Monggo diisi semua, nanti saya bantu biar bisa selesai sore ini juga “. Wow, pelayanan yang sangat.. oke bangeeet.. Padahal awalnya saya pesimis lantaran datang kesana udah sore banget  jam 14.30 wib. Tapi alhamdulillah SKCK dalam waktu 30 menit sudah ada di tangan saya. Makasih banyak ya bu, pak.. Udah dibantu dengan sangat helpful :). Kalau udah rezeki tuh ada aja ya jalannya.. Duh, merinding saya kalau inget-inget lagi..

Oh ya, saya belum cerita pas sesi interview sama psikolog waktu itu ya.. Ditanya, tentang apa sih yang ada dalam pikiran saya tentang PNS itu? Mau tahu jawaban iseng saya nggak? Saya jawab gini, ” jujur ya bu, saya itu sebenernya heran.. PNS itu kerjaannya ngapain aja ya. Kok kadang jam 9-10 mereka udah ada di mall, di pasar? “. Psikolognya bukannya kaget, tapi malah tertawa. E buset dah nih anak ngajakin ngegosip. Gitu kali pikirnya ya. Eh, tapi ya pastinya bukan hanya jawaban ngasal kaya gitu yang saya kasih ke psikolognya. Nyari masalah itu namanya ;)). Ada jawaban diplomatis yang okelah (menurut saya) yang saya berikan waktu itu..*nyisir poni*

” Dulu saya nggak pernah tertarik menjadi PNS. Karena saya pikir kok kayanya kerjaannya nggak jelas & nyantai melulu. Bukannya nggak seneng kalau dapat kerjaan yang dikit. Siapapun pasti seneng kalau kerjaannya dikit ya. Tapi kembali lagi ke prospek, masa depan. Kalau kita bicara pekerjaan yang safe, sifatnya longterm & ada jaminan hari tua, PNS adalah salah satu jawabannya. Saya ingin menjadi agent of change dari sebuah perubahan. Saya ingin menjadikan status PNS sebagai sebuah prestige sebuah status pekerjaan..”

Whoaah, panjang ya ternyata? Sampai berbuih-buih itu. Saking panjangnya saya sampai nggak nyadar kalau selama saya ngomong itu ternyata bu psikolognya tidur. Kehipnotis. Mungkin dari jawaban inilah saya ditrima. Ha5x, gak denk becanda… 😀

Ya begitulah temans, insyaallah saya akan segera menyandang status Pegawai Negeri Sipil. Ini lagi ribet ngurusin printhilan-printhilan buat pemberkasan buat dikumpulin tanggal 17 & 18 November nanti. Kayanya bakal terbang ke Surabaya & Malang lagi buat ngurus legalisir STTB/Ijazah SD – SMA. Phew, alamat tidur jam 2 lagi kaya yang dulu lantaran pakai penerbangan paling akhir..

Buat yang masih belum berhasil melalui proses seleksi CPNS tahun ini, jangan patah semangat. Masih ada banyak kesempatan yang terbuka lebar. Nggak berhasil tahun ini ya dicoba lagi tahun depan. Kalau toh udah nyoba tapi belum berkali-kali tapi belum berhasil juga ya udah, yang namanya rejeki kan nggak harus jadi PNS. Siapa tahu justru ada keberhasilan & rezeki yang bagus yang menanti di luar sana yang justru bukan jadi PNS. Ya kan? 🙂 . Goodluck buat semua yah.. Segala sesuatu yang kita yakini dalam hati, disertai usaha yang maksimal, plus kekuatan doa dari kita & keluarga, insyaallah ada hal baik yang menyertainya. Jika semuanya sudah kita lakukan secara maksimal, untuk akhirnya biarkan Allah yang bekerja untuk menentukan jawaban & hasil yang terbaik buat kita 🙂

So, tetap semangat yah !! 🙂

Continue Reading