Lagu Anak : antara ada & tiada ..

 

 

 

Idola cilik, adalah salah satu tanyangan di RCTI yang ratingnya lumayan bagus & tak tanggung-tanggung Idola Cilik juga meraih penghargaan dalam ajang penghargaan Panasonic Award beberapa waktu yang lalu.

 

Sejak awal acara ini muncul sebenarnya sudah menuai pro-kontra, bukan lantaran durasi acaranya yang terlalu panjang atau format acaranya yang kurang sesuai dengan pemirsanya, bukan itu. Tapi lebih ke materi lagu yang dibawakan peserta-pesertanya yang notabene masih usia anak-anak ,yang masih belum cukup umur untuk menyanyikan lagu-lagu orang dewasa. Entah karena pertimbangan apa, apakah agar lebih laku dijual ke pihak sponsor, atau untuk memberikan tantangan ke pesertanya agar bisa bernyanyi dengan tingkat kesulitan tertentu. Karena semakin sulit pilihan lagu & semakin piawai si peserta membawakan lagu tersebut, maka semakin besarlah harapan calon artis menuai simpati pemirsanya.

 

Tapi ada banyak pihak yang menyayangkan karena Idola Cilik ini pemenangnya dipilih berdasarkan polling sms. Siapakah yang paling banyak smsnya, dialah pemenangnya. Bukan karena kualitas si penyanyi. Sehingga rasanya kurang fair juga jika sebenarnya sang calon idola itu punya potensi tapi harus gugur di tengah kompetisi hanya karena kurangnya dukungan sms.

 

Jika dibandingkan dengan Idola Cilik I, kualitas peserta Idola Cilik II ini jauh dibawah peserta Idola Cilik I yang kualitasnya diatas rata-rata dengan kemampuan penguasaan materi lagu dengan tingkat kesulitan tinggi tidak perlu diragukan lagi. Jika kemarin penonton memilih lebih memilih Kiki sebagai juara I (dan bukan Angel) karena Kiki selain memiliki kualitas vokal yang stabil dia juga low profile, plus kisah hidup ayahnya (mantan seorang pilot yang mengalami kecelakaan sehingga mengalami cacat fisik) yang cukup mengharukan.

 

Kembali lagi ke materi lagu. Jumlah penciptaan lagu anak saat ini dibanding dengan jaman Enno Lerian, Bondhan Prakoso, Joshua, sangat jauh menurun. kalau dulu kita bisa dengan mudah mendapatkankaset/CD lagu anak di toko-toko kaset tapi sekarang yang mendominasi justru lagu-lagu dewasa. Ditambah dengan semakin menjamurnya grup band baru. Tak heran jika akhirnya mereka “terpaksa” menyanyi dengan materi lagu orang dewasa karena salah satunya adalah adanya keterbatasan materi lagu anak yang berkualitas.

 

Masih ingat tentunya dengan laagu-lagu anak karya AT Mahmud, atau Pak Kasur yang bercerita tentang kesederhanaan masa kecil, kegembiraan, keceriaan masa kecil, kebanggan akan desanya dan berbagai tema sederhana lainya. Era munculnya penyanyi cilik dengan suara ber-vibra diiringi oleh orkestra diawali oleh kemunculan Sherina Munaf. Yang sejak kemunculannya di blantika musik Indonesia lantas diikuti oleh penyanyi-penyanyi cilik dengan karakter suara sejenis hingga saat ini.

 

Dengan munculnya format lagu anak dengan tingkat kesulitan sekelas Sherina tentu bukan merupakan hal yang mudah bagi para pencipta lagu anak yang terbiasa menciptakan dengan not-not sederhana & mudah dicerna oleh anak-anak. Dengan semakin berkurangnya kuantitas lagu anak, tak heran jika anak-anak sekarang lebih hafal dengan lagu-lagu anak band macam Seventeen, Peterpan, d’masiv, dibandingkan Kebunku, Pelangi, Naik Delman, Ambilkan Bulan, Desaku, dll.

 

Memproduksi lagu anak selain terkait dengan materi lagu, juga harus disesuiakan dengan selera pasar, karena kita disini masuk ke bisnis industri musik. Memilih materi lagupun juga sudah tidak bisa yang asal “cap cip cup” alias sekedar asal pilih. Tapi juga haru memenuhi selera & segmen pasar yang ingin ditembus. karena itulah bisa dibilang dalam kurun waktu 10 tahun ini prosentase lagu anak yang berkualitas grafiknya makin menurun, bahkan seolah mati suri.

 

Lantas, sampai kapankah anak-anak kita akan terus mengkonsumsi lagu-lagu yang kurang sesuai dengan usianya?

 

 

 

 

 

 

 

Continue Reading

Maaf, kalian siapa ya?!

arrogant

 

Gapping.. saya heran.. kenapa mesti ada gapping disini? membuat celah, membuat sengaja untuk berbeda, membuat status sendiri. Buat apa? Toh kita juga sama-sama sekantor, sama-sama kerja untuk mencapai one goal. Lalu kenapa mesti ada pembedaan?

 

Saya paling sebel kalau ada kelompok yang bikin gap sendiri. Arogansi yang jelas diperlihatkan oleh sebagian orang dengan cara menyebut status seseorang, “karyawan tetap atau karyawan kontrak?”. Penting ya menyebut status karyawan seperti itu? Toh Anda bukan pemilik gedung ini, Anda juga sama-sama karyawan disini, hanya bedanya Anda karyawan tetap, kami karyawan kontrak. Tapi apa lantas jika kami bekerja disini kami harus menyembah-nyembah pada Anda? Enggak kan? Kita hanya berbeda status diatas selembar kertas bu, mbak.. Selebihnya kita sama saja.

 

Apakah sekedar bertegur sapa atau bertukar senyum dengan kami ini bisa merugikan Anda secara finansial? atau jika Anda menyapa kami dengan ramah Anda takut bisa turun gaji & jabatan? Heran saja dengan type orang-orang semacam ini, kok ya masih ada.. Jika Anda di posisi kami & diperlakukan seperti itu pasti akan merasa kurang nyaman.

 

Saya terbiasa menyapa orang atau at least memberikan senyuman ketika saya berpapasan dengan seseorang di lingkungan kerja saya. Tidak peduli apakah saya kenal atau tidak.  Pun halnya ketika saya di pantry ketika ada beberapa karyawan yang sedang sarapan sementara saya ingin numpang nyuci gelas, pasti saya akan minta ijin & menyapa mereka. Tapi yang saya dapat memang tidak selalu seperti apa yang saya harapkan. Kadang sapaan saya bahkan senyuman saya hanya digratisin sama mereka. Ga pernah saya sakit hati, wong senyum itu ga bayar, saya juga ga dirugikan secara materi. Masalahnya ini ternyata tidak hanya terjadi dengan saya, tapi juga terjadi dengan teman-teman yaang notabene karyawan kontrak semua. Ada apa dengan status kami? Tanpa kamipun Anda juga tidak bisa bekerja secara maksimal. Toh selama ini kami bersikap sopan, tidak aneh-aneh. Pernah ada yang kehilangan HP di lt.8 yang di sindir siapa? ya kami.. Memangnya tampang kami ini type-type kleptomania ya? toh disini tersebar cctv dimana-mana, tinggal cek saja toh? nasib karyawan yang cuma “numpang kerja” ternyata seperti ini ya? Mengenaskan..  🙁

 

Soal Anda mau bertegur sapa dengan kami atau tidak itu memang hak Anda. Tapi merugikah Anda ketika Anda juga mau berbalas senyum & sapaan dengan kami? Kehidupan ibarat roda pedati, tidak selamanya Anda ada di atas, suatu saat ketika Tuhan berkenan bisa jadi Anda juga ada di bawah. Semoga kesombongan tidak tumbuh subur dalam hati Anda ya..

 

 

Continue Reading