Satu Dekade

MYXJ_20170717120351_save

Sampai dengan tanggal 17 Juni 2017 kemarin sebenarnya masih belum percaya bahwa kami telah menjalani satu dasawarsa hidup berumah tangga. Di usia yang digambarkan sebagai Perkawinan Timah ini sebenarnya sama saja ceritanya dengaan usia-usia perkawinan lainnya, pasti banyak suka dukanya.

Tapi sebenarnya berapapun usia pernikahan kita bukan sebuah hal yang penting, karena sama-sama bukan jaminan dan tolok ukur kematangan dan kebahagiaan. Sejatinya, pernikahan itu tentang kemampuan kita menyesuaikan diri dengan pasangan, dan usaha masing-masing dalam mempertahankan mahligai komitmen yang sudah dimulai.

Saya sadar sepenuhnya bahwa tidak semua pasangan bisa hidup bersama sampai ke usia pernikahan yang sama dengan saya, karena mempertahankan pernikahan, hidup bersama dengan orang yang sangat berbeda sifat dan karakter itu bukan perkara gampang. Di sepanjang waktu berjalan pasti akan ada friksi dan gesekan yang akan timbul.

Dulu, zaman masih belum menikah sementara sudah banyak teman yang menikah, pernah saya bertanya kepada salah satu dari mereka begini,

“menurut kamu, pernikahan itu apakah selalu berakhir bahagia? Maksudku gini, kan ketika orang udah pacaran nih, pengennya kan selalu berujung di pelaminan, hidup berkeluarga, bahagia selama-lamanya. Menurut kamu sebagai orang yang sudah menjalani perkawinan, gimana?”

Tapi, alih-alih menjawab pertanyaan lugu saya itu, dia justru tertawa. Lah, kok malah tertawa. Jujur ya, saya selalu mikirnya begitu. Kenalan, pacaran, menikah, happily ever after. Layaknya film-film Disney, begitulah.

“Perkawinan itu nggak sesederhana yang ada dalam pikiranmu, Dev. Nggak sama kaya cerita di film-film Disney yang hampir selalu berakhir bahagia; that marriage is everybody’s happy ending. Justru masalah-masalah yang sebenarnya itu baru akan muncul setelah kita menikah. Pikiran kita justru akan ‘pecah’ ya setelah menikah, bukan pada saat pacaran yang masih banyak indah-indahnya itu”

Flashback ke 10 tahun lalu ketika pertama memulai hidup dengan suami yang karakter dan sifatnya berkebalikan bak bumi langit dengan saya. Beberapa tahun setelah percakapan itu, saya pun akhirnya menikah. Singkat cerita, benar memang, saya harus menyesuaikan diri dengan status baru saya yaitu sebagai istri. Jujur, itu bukan hal yang mudah, apalagi kalau sudah menyangkut ego masing-masing.

Dan ketika sedang perang dingin dengan suami, teringat kalimat demi kalimat teman yang dulu pernah cerita ini-itu,

“Dalam hubungan nanti, pasti akan ada kelakuan pasangan yang akan menghantam ego kita, baik itu perkataan maupun perbuatan…”

Dan lagi-lagi itu memang nyata adanya. Baik sengaja atau tidak, bukan hanya suami, saya pasti pernah berlaku hal yang sama kepada suami. Hiks…

Seiring waktu dan banyaknya pengalaman yang menyadarkan kami berdua, kami pun ‘insaf’ dan mulai saling mengisi, saling mengingatkan, saling memperbaiki diri kami masing-masing, dan lebih memaafkan. Saya dan suami sama-sama belajar menemukan nilai-nilai berharga dari apa yang telah kami jalani selama 10 tahun ini. Tidak ada manusia yang sempurna, pun halnya dengan kehidupan pernikahan.

Sampai dengan sekarang, memang masih ada sifat, karakter, cara berpikir, dan cara kami masing-masing mengambil keputusan yang berbeda dan tidak mudah untuk diubah, tapi tetap berusaha kami terima. Kami sadar bahwa terlahir dari latar belakang keluarga yang berbeda, dan tumbuh di lingkungan yang berbeda, wajar bila faktor-faktor perbedaan itu pasti akan tetap mewarnai relasi kita dengan pasangan.

Sepuluh tahun hidup bersama, semakin membuat saya sadar bahwa kami adalah dua karakter berbeda yang secara emosional saling melengkapi.

Tough times don’t last, tough teams do. Happy 10th wedding anniversary, Dear Husband. Thanks for the decade of amazing time with you…

Love you!

[devieriana]

Continue Reading

Teruntuk Papa & Mama..

Love is composed of a single soul inhabiting two bodies.
– Aristotle –

Pernikahan. Sebuah kata yang di satu sisi menyenangkan, namun sisi lainnya cukup “horor”. Perkawinan adalah sebuah bagian dari serangkaian proses kehidupan manusia. Semua manusia normal pasti berkeinginan untuk menikah, memperoleh keturunan, dan seterusnya. Proses ketika dua manusia menjadi satu dalam ikatan resmi di hadapan Tuhan dan negara. Yang didalam semua prosesnya pasti akan ada adjustments (penyesuaian) yang akan menuju ke sebuah muara. Akan kemanakah kehidupan perkawinan itu akan bermuara tentu hanya kita dan Tuhan yang tahu. Namun harapannya pastilah mendapatkan kehidupan perkawinan yang langgeng hingga ajal memisahkan, ya. Aamiin..

Siapa sih yang tidak bahagia kalau akhirnya hubungan yang dibina sekian waktu lamanya berujung di pelaminan, berlanjut dalam kehidupan berkeluarga? Siapa sih yang tidak bahagia jika akhirnya dalam pernikahan itu akhirnya dikaruniai putra-putri yang tumbuh lucu dan menggemaskan, yang akan semakin menambah manisnya hidup berumah tangga. Siapa sih yang tidak ingin hidup rukun selamanya dengan pasangan dan hanya maut yang mampu memisahkan? Ada beberapa tokoh yang kekuatan cintanya patut dijadikan panutan, sebut saja B.J. Habibie & Ainun, atau pasangan sejati Sophan Sopiaan dan Widyawati.

Namun ada kalanya ketika mahligai perkawinan yang dibentuk harus putus di tengah jalan. Karena satu dan lain hal ternyata setelah diusahakan dengan segala cara untuk bertahan namun ternyata tidak ada jalan yang baik bagi keduanya, dan jalan “terbaik” satu-satunya yang harus ditempuh adalah berpisah, ya mau bagaimana lagi. Walaupun pasti ada resiko yang harus diambil tapi kita yakin bahwa orang-orang yang akhirnya menempuh jalan perpisahan pasti memiliki alasan masing-masing dan hanya itulah satu-satunya solusi bagi mereka.

Saya ketika memutuskan menikah pun sudah melalui pemikiran panjang. Selama masih tinggal serumah bersama orangtua pasti saya juga sempat melihat beda argumentasi antara kedua orangtua saya. Namun seiring dengan makin bertambahnya usia saya, makin dewasa ketika menyikapi perbedaan-perbedaan yang ada dalam sebuah keluarga, akhirnya saya menyadari bahwa memang itulah seni hidup berumah tangga. Tidak mungkin dua kepala, dua pikiran yang berada dalam satu rumah harus selalu sama terus. Ada kalanya pasti berbeda.

Tepat di hari ini, ketika saya menuliskan postingan ini, usia perkawinan kedua orangtua saya genap memasuki usia 37 tahun. Sebuah usia perkawinan yang sudah sangat matang, dan alhamdulillah masih tetap bersama dalam suka dan duka hingga saat ini. Saya yakin tidak mudah mempertahankan mahligai perkawinan hingga selama itu. Hidup bersama dalam satu atap dengan orang yang sama, dengan karakter yang mungkin saja mengalami perubahan seiring dengan waktu dan usia. Yang jelas berbagai masalah hidup telah menempa fisik dan mental mereka berdua. Hingga akhirnya menjadikan keduanya sebagai orang yang tidak hanya dewasa secara kronologis (chronological age), namun juga dewasa secara mental dan spiritual (mentally age), yang menjadi panutan bagi kami bertiga (saya dan kedua adik saya).

Memang saya tidak selalu melihat hal-hal positif dari kedua orangtua saya, karena lumrah dan manusiawi mereka hanyalah sepasang manusia yang tak luput dari alpa, salah dan lupa. Namun ada banyak hal yang bisa saya jadikan pelajaran dan saya aplikasikan dalam kehidupan perkawinan saya. Tentang bagaimana mengelola emosi, tentang bagaimana belajar memaafkan, tentang bagaimana perjuangan mereka menjadi orangtua, mendidik dan mendampingi kami bertiga, bagaimana mereka saling mendukung dan menopang kekurangan masing-masing, tentang bagaimana tetap menghargai pasangan, tentang bagaimana menegakkan disiplin, dan lain-lain yang jika diuraikan satu persatu akan lengkap menjadi sebuah buku ;)).

Ada salah satu nasehat perkawinan yang hingga saat ini masih saya ingat dan saya akan terus saya jadikan pegangan dalam kehidupan perkawinan saya :

“Lean on each other’s strengths, and forgive each other’s weaknesses..”.
Tidak mudah memang menerima kekurangan pasangan, namun ingat bahwa kita pun memiliki kekurangan yang sama.

 

Dengan hati tulus dan penuh rasa sayang, saya (kami berlima) sampaikan untuk Papa Mama yang hari ini sedang berbahagia :

 

“Happy 37th Wedding Anniversary Dear Mom & Dad. May God bless you both with good health & happiness in life..”

>:D<

 

Doa kami bersama Mama & Papa.. :-*

[devieriana]

 

 

ilustrasi fotobank.com

Continue Reading

Happy Anniversary..

Teruntuk suamiku yang lucu walau kadang suka nyebelin : Happy 3rd Wedding Anniversary.. @};-

Di ulang tahun yang ketiga ini, ijinkanlah aku mengucapkan terimakasih untuk *buka gulungan daun lontar* :

1. Mau jadi ojeg pribadi yang nganter aku kesana-kemari karena selain buta jalan juga nggak pernah apal sama daerah Jakarta.. #pengakuan

2. Kesabaran menghadapi kelakuan ajaib istrimu yang imut & manis baik (tiada tara) ini ..

3. Kesabaran ketika aku ngomel-ngomel nggak jelas kalau pas lagi PMS, walau yaa sebenernya sih wajarlah ya, wong namanya juga lagi PMS. Situ belum pernah ngerasain sih ya, gimana rasanya mood naik turun nggak jelas, esmosi tanpa sebab yang kadang kita sendiri nggak tahu kenapa bisa begitu. Makanya, kalau aku lagi ngomel-ngomel gitu diemin aja, nanti juga reda sendiri.. >:) –> ini adalah contoh ngomel kalau lagi PMS

4. Kesabaran ketika aku mendadak sok tau & ternyata eh ternyata.. akhirnya kamulah yang benar —> contoh tentang ngeyel tapi salah \m/

5. Bersedia nraktir aku kapan aja walaupun kita nggak ada yang ulang tahun, dan.. walaupun nantinya pas tanggal tua ganti aku yang nraktir kamu soalnya kan aku udah terima tunjangan kinerja pas tanggal 20, sementara kamu gajiannya kan menjelang akhir bulan —> dibahas :))

6. Telah menemaniku ketika senang maupun susah… :(( *ambil serbet kotak-kotak ijo saputangan*

Ya, gitu deh.. dengan ini aku ucapkan terimakasih untuk semua jasa-jasamu, ternyata kamu itu (sebenernya) baik ya..

Jadi..

kapan rencananya sepatu lucu yang ada di Centro – Plaza Semanggi itu kita beli? :-”  *mlintir-mlintirin ujung taplak*

Well, I know there’s a reason
And I know there’s a rhyme
We were meant to be together
And that’s why

We can roll with the punches
We can stroll hand in hand
And when I say it’s forever
You understand

That you’re always in my heart
You’re always on my mind
But when it all becomes too much
You’re never far behind

And there’s no one
That comes close to you
Could ever take your place
‘Cause only you can love me this way

I could have turned a different corner
I could have gone another place
Then I’d of never had this feeling
That I feel today, yeah

And you’re always in my heart
Always on my mind
When it all becomes too much
You’re never far behind

And there’s no one
That comes close to you
Could ever take your place
‘Cause only you can love me this way
Ooh..

And you’re always in my heart
You’re always on my mind
And when it all becomes too much
You’re never far behind..

And there’s no one
That comes close to you
Could ever take your place
‘Cause only you can love me this way
Ooh..

Only you can love me this way..

Love you, Bibo!
17 Juni 2007 – 17 Juni 2010

[devieriana]

Continue Reading