Jangan jadi PNS!

Beberapa hari yang lalu saya menerima pesan dari teman di twitter, minta waktu buat ngobrol katanya. Ya, berhubung saya lagi santai ya saya layani. Obrolan via BBM itu pun berlangsung “gayeng”, santai & akrab. Maklum dia memang salah satu teman lama tapi terbilang jarang ngobrol sama saya.

Intinya dia mengajak diskusi tentang pekerjaan. Kebetulan dia seorang karyawan swasta yang bekerja di salah satu perusahaan asing terkemuka di Jakarta. Pertanyaan pertama telak, masalah gaji. Kalau ditanya masalah pendapatan besar atau kecil pasti jawabannya adalah relatif. Saya tidak bilang gaji saya besar atau kecil, tapi alhamdulillah cukup (setidaknya buat saya). Karena berapa pun pendapatan kita kalau pengeluaran & kebutuhan hidup kita juga membutuhkan biaya yang besar ya pasti akan merasa kurang. Itulah kenapa saya jawab : alhamdulillah, cukup.

Dia seorang pria, single, dan akan menikah. Sekarang ini sedang mempertimbangkan untuk pindah kerja dengan syarat gajinya paling tidak sama besar dengan tempat kerjanya sekarang, pekerjaannya tidak terlalu hectic, dan waktu luangnya banyak. Waduh, sempat puyeng juga saya ketika dimintai pendapat. Kalau tempat kerja yang seperti itu adanya dimana ya? :-?. Ya, jadi bos saja, buka usaha sendiri, wiraswasta gitu :).

Dia juga sempat heran kenapa saya pindah dari tempat kerja saya yang lama dan memilih berkarir memilih berkarir sebagai PNS. Apakah gaji sebagai PNS lebih besar dari tempat kerja saya yang sebelumnya? Karena dia justru sedang ingin pindah ke perusahaan tempat kerja saya yang lama. Tapi dia jadi mikir lagi ketika tahu saya pindah, jangan-jangan karena beban kerjanya terlalu tinggi, gajinya sedikit, atau ada sebab lainnya apa. Aduh, asli saya jadi mikirnya kok dia naif banget ya. Karena yang namanya kerja dimana-mana itu ya pasti ribet. Soal gaji besar/kecil itu sifatnya relatif, ada tunjangan apa saja buat karyawannya ya itu tergantung kebijakan yang punya perusahaan. Kalau soal waktu ya itu pinter-pinternya kita menyiasatinya saja, ya kan?

Saya jadi PNS itu sebenarnya tidak sengaja, seperti cerita saya disini. Kalau saja saya tidak ikut seleksi CPNS ya mungkin sampai sekarang saya masih di kantor yang lama, berkutat dengan quality assurance, hectic bikin laporan,  menangani komplain ketidaksesuaian penilaian, melakukan assuring hasil kerja anak buah saya, ribet melakukan coaching dan konseling ke anak buah.

Sekarang gini, ini sekedar sharing ya. Tujuan bekerja memang salah satunya adalah mencari gaji/pendapatan. Gaji besar dengan iming-iming status jabatan tertentu dan tunjangan ini itu pasti  jadi magnet terbesar para pencari kerja. Iya dong, buat apa kerja kalau tidak ada hasilnya, kan? Tapi apa iya lantas semua dipukul rata bekerja cuma dilihat dari besaran gaji yang diterima saja? Bagaimana kalau gaji besar tapi kompensasinya harus dibayar dengan berkurangnya waktu untuk diri sendiri dan keluarga, beban kerja yang tinggi, ditambah dengan fisik yang kelelahan. Kalau ada yang berpendapat, “kalau memang konsekuensi tugas dan tanggung jawab pekerjaan ya harus dijalani dong..”. Ok, mungkin ada yang rela hidup seperti itu, tapi ketika sudah berkeluarga nanti pasti ada orientasi-orientasi yang akan berubah, bukan lagi cuma materi yang dikejar, tapi pasti akan mempertimbangkan quality time bersama keluarga.

Dia lalu tanya lagi apakah THP (take home pay) saya masuk 2 digit? Saya lagi-lagi cuma bisa tertawa :)). Ya buat saya itu lucu. Bayangkan ya, untuk CPNS macam saya kok sudah punya gaji dua digit? Ini niat nanya apa ngasih tebakan? :-?. Masuk akal nggak sih kalau belum apa-apa gaji saya sudah menyamai gajinya deputi? Semua pasti ada aturan dan standarnya dong, Mas.. 🙂

Teman : tapi standar gaji staf di tempat kerja lama kamu dua digit lho, Dev..

Saya : bentar, aku tanya sama kamu. Tempat kerjaku yang lama itu swasta apa negeri?

Teman : ya 50-50, kan yang 50% dikuasai oleh Singtel

Saya : status pegawainya swasta atau PNS?

Teman : errr.. swasta

Saya : lha ya sudah, kenapa kok kamu membandingkan standar gaji swasta sama negeri? Ya jelas beda dong. Kalau mau membandingkan ya apple to apple. Jangan apple to durian. Bonyoklah ;))

Teman : tapi kelebihan pekerjaanmu yang sekarang nggak ada PHK mendadak ya, Dev. Beda sama kalau jadi pegawai swasta, isinya ketar-ketir melulu..

Saya : ya semua pekerjaan itu pasti ada segi positif dan negatifnya. Semua pasti punya resiko, tinggal gimana kita menjalaninya aja sih..

Teman : ya udah, aku nitip info kalau-kalau ada informasi kerjaan yang sesuai sama spesifikasiku ya..

Saya  : mmh, yang waktunya lebih luang, kerjaan nggak terlalu overload, dan yang penting gajinya sama dengan tempat kerjamu sekarang ya? ;))

Teman : hihihi, iya.. Kalau pakai ijazah S2 gimana? bisa?

Saya : apanya? dapet gaji 2 digit?

Teman : iyaa.. :))

Saya : bentar deh, tuntutan-tuntutan itu tadi untuk standar cari kerjaan di swasta apa PNS sih? 🙁

Teman : ya aku maunya di departemen atau BUMN gitulah..

Saya : jadi, pengen jadi PNS?

Teman : ya aku maunya sih kaya begitu.. Tapi kan aku nggak tau rejekiku dimana.. Ya, nitip ajalah, kalau ada info-info yang sesuai dengan kualifikasiku ya..

Saya : woogh, nyarinya dimana ya PNS yang kaya begitu.. #-o

Jadi saran saya ya, selama orientasinya masih berkutat di besaran gaji, mending jangan jadi PNS deh, apalagi yang baru jadi CPNS minta gajinya langsung dua digit ;)). Karena semua orang juga tahu gaji PNS masih kalah jauh dengan gaji pegawai swasta lho ;). Kalau mengumpulkan materi mending kerja di swasta dulu, bisa sembari menabung kan? Nah nanti kalau sudah bosan dan ingin punya lebih banyak waktu dengan keluarga sambil nyambi buka usaha dirumah boleh deh jadi PNS (eh, keburu tua nggak sih?) ;)).

Semua pekerjaan pasti ada plus minusnya, tidak mungkin ada pekerjaan yang semuanya sesuai dengan keinginan kita. Apalagi kena kata-kata “urip iku sawang sinawang”, rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau. Melihat si A kerja disitu kok kayanya enak, ikutlah kita kerja satu perusahaan dengan si A. Tapi ketika sudah dijalani baru merasa ternyata kerjaan si A tidak seindah yang kita bayangkan, sama hectic-nya dengan pekerjaan kita yang sebelumnya :-o.

Rezeki itu sudah ada yang mengatur, pun halnya dengan pilihan karir. Soal mau berkarir sebagai pegawai swasta atau pegawai negeri tinggal memilih mana yang paling sesuai dengan hati nurani kita, mana yang lebih sreg untuk dijalani. Memilih pekerjaan itu sama seperti memilih jodoh, semuanya kembali ke masalah hati 🙂

Oh ya, tadi pagi saya menemukan link bagus untuk sekedar dibuat baca-baca tentang How to find a job you will love . Semoga bermanfaat ya :-bd

[devieriana]

ilustrasi dari sini

Continue Reading