Kota Tua Jakarta : Dulu & Kini

Di setiap negara pasti memiliki warisan sejarah berupa Kota Tua yang pasti menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan untuk lebih mengenal sejarah bangsa tersebut. Begitupun di Indonesia, di masing-masing kota pasti juga masih ada peninggalan sejarah yang patut dilestarikan. Di Jakarta sendiri siapa yang tidak mengenal keberadaan wisata Kota Tua yang berada di Jakarta Barat? Bangunan khas bergaya kolonial yang menjulang tinggi dengan bentuk bangunan yang kokoh menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan lokal & mancanegara. Karena disanalah melekat erat sejarah sang kota yang masih bisa terbaca melalui siluet bangunan, kanal, jalur kereta api, jembatan, kuliner, folklore &ย tradisi.

Kita mengenal istilah wisata Kota Tua sebagai heritage tourism atau cultural heritage tourism. Dulu ketika saya beru pertama kali menjejakkan kaki di Jakarta langsung memfavoritkan Kota Tua sebagai icon lokasi foto yang bagus & mungkin juga para fotografer atau para calon pengantin yang akan melangsungkan sesi foto preweddingnya.ย  Bukan suatu hal yang aneh karena memang Kota Tua menyajikan bangunan-bangunan tua bergaya kolonial yang berasa kental sekali unsur vintage-nya. Yang pasti bakal keren banget kalau bisa foto disana. Belum lagi dengan disediakannya sepeda onthel & mobil-mobil kuno sebagai tambahan objek foto makin memperkuat kesan betapa oldiesnya Kota Tua ini.

Saya yang sempat beberapa kali berfoto disana (halaaah, jadi ketahuan deh betapa banci fotonya saya :mrgreen: ) merasakan memang Kota Tua merupakan lokasi yang tepat buat mengabadikan moment. Karena kebetulan saya suka sekali dengan bangunan-bangunan tua yang pasti bakal keren banget kalau dijadikan objek foto atau dijadikan background foto. Kita juga nggak perlu sampai keluar kota buat mendapatkan spot foto yang bagus. Belum lagi kalau sampai diniatin banget dengan busana yang sesuai, dijamin hasil fotonya pasti bagus banget. Ah, kerenlah pastinyaย .. ๐Ÿ™‚

Tapi menjadi sedikit kecewa ketika iseng saya sama suami kesana lagi sekitar seminggu yang lalu. Tempat yang dulu nyaman & sepanjang jalan bisa dijumpai ada banyak sekali orang-orang yang berfoto atau menjadikan beberapa lokasi tersebut sebagai objek foto, sekarang.. penuh sesak dengan para pedagang kaki lima, penjual makanan, pedagang voucher isi ulang & pedagang baju. Lokasinya sendiri lebih persis seperti pasar malam yang buka siang hari. Nah lho, gimana modelnya tuh “pasar malam yang buka di siang hari?”. Maksudnya penuh sesak banget, berantakan & sudah bukan tempat yang asyik lagi buat spot foto-foto. Apalagi hari libur seperti Sabtu atau Minggu, dipastikan disana sudah tidak ada lagi spot kosong yang bisa diambil buat objek foto.Walaupun masih banyak yang berkeliaran membawa DSLR di tangan masing-masingย  yang menunjukkan bahwa lokasi wisata Kota Tua masih menarik minat sebagian fotografer yang berburu objek foto.

Dulu, gedung-gedung dengan pintu-pintu antiknya yang tetap dibiarkan tertutup, sekarang dibuka,ย  dindingnya diperbaiki & dicat ulang. Lho, bukannya jadi bagus? Iya,ย  tapi kenapa sekarang justru dijadikan tempat usaha? Menurut saya kok malah sayang ya. Padahal duluย  Kota Tua terkesan natural banget, catnya dibiarkan mengelupas, dindingnya yang “bocel-bocel” itu dibiarkan apa adanya memberikan kesan tua yang kuat, belum lagi tanaman rambat yang tumbuh alami di dinding-dinding bangunan memberikan kesan vintage di kota ini makin kentara. Menurut saya, sekarang sudah tidak ada lagi menarik-menariknya Kota Tua sebagai salah satu lokasi foto selain benar-benar sebagai tempat wisata . Lah, bukannya sebelumnya memang sebagai tempat wisata, jeung? Iya, tapi sekarang lingkungannya sudah terlalu crowded & terkesan berantakan banget. Belum lagiย  sekarang pakai ada “sekat-sekat” berbentuk bola-bola besar yang terbuat dari semen yang menurut saya malah sangat mengganggu pemandangan & para pejalan kaki /wisatawan disana. Masa kita mesti jalan miring-miring atau melangkahi bola-bola semen itu dulu untuk bisa ke jalan sebelahnya? Belakang museumpun sekarang lebih banyak dipakai orang pacaran dan para ABG yang nggrumbul-nggrumbul (ngumpul) nggak jelas. Hmm, atau jangan-jangan dulunya memang sudah begitu?

Entah pertimbangan apa yang menyebabkan pengelola membiarkan wisata Kota Tua yang dikenal dengan bangunan-bangunan kolonialnya itu menjadi tempat usaha seperti yang sekarang. Yang jelas jauh banget dengan Kota Tua yang saya lihat 2 tahun lalu ketika untuk pertama kali saya menyambangi lokasi tersebut untuk memperbarui koleksi foto pribadi saya. Halaaaaah.. ๐Ÿ˜€

ย 

ย 

keterangan gambar : itu foto Kota Tua yang saya ambil kurang lebih setahun yang lalu. Sekarangย  jangan harap pemandangannya akan ada yang se-vintage itu. Beberapa bangunan diantaranya dibuka & digunakan sebagai tempat usaha. Didepannya sendiri sudah ramai dengan pedagang kaki lima.

[devieriana]

 

 

dokumentasi pribadi

You may also like

35 Comments

  1. holly… 3 tahun di jakarta, belum pernah sekalipun saya main2 ke kota tua. mungkin nunggu kalo udah ada temennya, atau udah ada DSLR-nya… =))

  2. hehehe ada yg bikin aku sebel deh ama lokasi ini…
    karena dalam setiap film, video klip, TV Ad, Print Ad, selalu menjadi lokasi pilihan…kayak gak ada tempat lain lagi kayaknya hehehhe….

  3. lha wong kemarin aja ada yang syuting video indie, anak-anak kuliah gitu. Lagi ngeset pemain & blocking.. Aku sliweran sana-sini ๐Ÿ˜†
    Sengaja :mrgreen:

  4. sebenernya di pulau jawa (atau mungkin seluruh indonesia?) ada banyak bangunan lama yang indah kalo saja terpelihara. sayang kebanyakan terlantar dan jadi gedung tua nan angker ๐Ÿ˜†

  5. aku pernah parno sendiri liat salah satu suduh gedung tua di Kota Tua Jakarta, gara-gara pernah jadi tempat syuting film Kuntilanak ๐Ÿ˜†

  6. direnovasi tanpa menghilangkan bentuk asli rasanya ngga masalah dev, bangunan itu kan juga punya batas kadaluwarsa… kalo ngga direnov malah jadi hilang sama sekali nantinya, kan sayang ๐Ÿ™‚

  7. lho emang nggak masalh jeung.. yang masalah itu jadi tempat usahanya itu lho, kok kayanya gimanaaa gitu, sayang aja kayanya. Itu menurutku ya.. Direnovasi sih okelah, nggak masalah, dibagusin struktur bangunannya, cuman sesudahnya kenapa jadi counter voucher? sayang.. ๐Ÿ˜ฅ

  8. ouch…kalo dikomersilkan memang jadi nggak indah ya mbak. kecuali ada perencanaan yang mengedepankan estetika, nggak keuntungan semata.
    november kemarin saya ke sana juga rame banget.

  9. iya jeung, menurutku bagusnya mungkin pedagang-pedagang itu dijadikan di satu tempat gitu, biar pengunjung yang melihat juga nggak jengah, selain itu bisa kelihatanl ebih indah, rapi & teratur gitu..

  10. hehehe…emang kalo jalan2 ke kota tua, lebih baik jangan pas hari libur atau malem minggu, mbak (kecuali sampeyan emang mau nyari keramaian).

    aku lebih suka menikmati suasana kota tua di malam hari, pernah 1 kali berkesempatan memasuki museum2 di sekitar situ pada malam hari, lbh terasa tuanya, masuk cafe batavia, duduk2 memandangi arsitekturnya ditemenin nyanyian lembut sang biduan sambil minum es sirup, enak tuh mbak.

  11. nambah komentar ya mbak, boleh kan? ndak boleh juga aku bakal tetep nulis, bgini, aku kecewa dgn perawatan bangunan disana, contohnya coba bandingkan antara museum Fatahillah, museum Bank Mandiri dan museum Bank Indonesia. Di anatara ketiga museum itu, setauku cm muesum Fatahillah yang memungut retribusi untuk bisa masuk kesana (meski ndak seberapa nilainya). Sementara museum Bank Mandiri bisa gratis asal dgn menunjukkan kartu ATM MAndiri, dan museum BI pun gratis. Tapi antara yang bayar dengan yang gratis, perawatannya malah terbalik, museum Fatahillah tidak terawat dengan baik, banyak benda2 koleksinya yang berdebu bahkan jamuran, kalau kita masuk sana pun akan terasa pengapnya. Sementara di museum Bank Mandiri dan Bank Indonesia sangat nyaman. Toiletnya pun bersih.

    Hmm…panjang komennya sudah nyamain postingan blom ya?

  12. biduannya manusia apa bukan? *kabur* ๐Ÿ˜†

    belum nyoabin yang pas malam hari kesana. Lha wong kemarin itu juga nggak ada niatana, iseng aja on the spot lagi dijalan kok pengen mampir ya. Lha kok ruame banget & bikin ilfil mau ngapa-ngapainnya.. Alhasil naruh motor, liat-liat bentar trus pulang :mrgreen:

  13. Ini IMHO ya, ya mungkin karena keduanya dirawat oleh Bank (ada lembaga yang jelas), ada dana yang (mungkin juga) sebagian disisihkan buat perawatan barang-barangnya kali. Kalau museum Fatahillah ya bergantung dananya Pemda yang nggak ngalir-ngalir itu mungkin (sok tau), jadi ya akhirnya memanfaatkan dana seadanya dari masyarakat. Trus SDM-nya juga mungkin terbatas. Gimana? Tertarik buat ngelamar jadi petugas kebersihannya Museum Fatahillah gak? :mrgreen:

  14. Belom pernah kesana, paling2 ke Kota Lama di Semarang itu juga sama gak terawatnya. Huff. Jadi inget kata2 bung Karno akan “Jas Merah” . Sekarang sepertinya sedikit sekali sejarah yang terawat. Ujung2nya nanti tinggal Cerita doang. *miris

    Btw, met tahun baru non ๐Ÿ™‚

  15. “Jas Merah” : Jangan Sampai Melupakan Sejarah ๐Ÿ™‚ . Semoga sih nggak sampai seperti itu yah. Berat sih, tapi memang perlu ada kesungguhan dari berbagai pihak dalam merawat kawasan wisata sejarah macam Kota Tua (Jakarta atau di kota-kota lainnya). Bukan hanya sekedar lokasinya saja, namun juga bangunan & benda-benda sejarah yang ada didalamnya. Kemarin ngeliat lingkungannya rusuh, sampahnya dimana-mana.. ๐Ÿ˜ฅ

  16. itu dia orang yg nggak ngerti letak seni budaya,
    sok tahu ikutan ngerubah sgala sesuatu yang dinggapnya memperbagus
    padahal ya unsur vintage itu nilai lebih gedung2 tua itu

    di kampung saya sini apalagi, parah,
    nyaris ga ada lagi peninggalan kayak gitu,
    orang sukanya menghancurkan dan menggantinya dengan bangunan moren *sigh*
    ๐Ÿ˜

  17. lha iya, bukannya seharusnya gedung-gedung tua & bersejarah itu ada perlindungan hukumnya sebagai cagar budaya ya..
    Trus kalau udah bangunan muda semua jadi nggak bisa lihat peninggalan sejarah kota-kota itu dong ya? *sigh*

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *