Pintar saja tidak cukup!

Selepas upacara kemarin seperti biasa saya kembali disibukkan dengan pekerjaan rutin menangani berkas-berkas dan hal persuratan lainnya. Seperti biasa pula si bapak suka mampir ke kubikel saya untuk sekedar ngobrol, atau iseng melihat-lihat surat masuk.

Sampai akhirnya beliau membaca sebuah surat tentang permohonan izin tugas belajar keluar negeri.

Bapak : “oh, mau sekolah lagi tho? Bapak ini pinter orangnya.. “

Saya : “oh ya? beliau mau ambil S3 ya, Pak?”

Bapak : “iya, walaupun pinter tapi ada satu hal yang disayangkan. Dia kurang bisa membangun hubungan dengan orang lain. Hubungan interpersonalnya kurang bagus..”

Saya : “maksudnya gimana tuh, Pak? :-B”

Bapak :“jadi pegawai negeri itu jangan cuma pinter. Istilahnya, pinter saja nggak cukup..”

Saya : “maksudnya gimana sih pak? bingung sayanya..8-|”

Bapak : “iya, kamu kalau jadi pegawai negeri jangan cuma pintar secara akademis, hubungan interpersonal dengan orang lain juga bagus, mampu bekerjasama dengan orang lain.. “

Saya : “oh gitu. Lah, kalau soal itu ya bukannya tidak hanya berlaku buat PNS aja, Pak. Menurut saya sih itu berlaku buat semua. Intinya kehidupan yang berimbang gitu kan, Pak? Tapi aku pernah ketemu sih pak sama tipikal orang-orang yang kaya bapak maksud itu..”

Bapak : “iya, jadi, kalau kamu nggak bisa bekerja sama dengan orang lain di lingkungan kerja, ya pantesnya kerja jadi Staf Ahli aja..”

Saya : “emangnya kalau Staf Ahli itu gimana kerjanya?”

Bapak : “ya dia akan kerja sendiri. Itulah kenapa tadi saya bilang pintar saja nggak cukup..”

Si bapak lalu meninggalkan saya untuk menjawab telepon di ruangannya dengan sejuta tanda tanya, tsaahh ;)). Jujur percakapan singkat yang menggantung itu membuat saya jadi mikir panjang dan bertanya-tanya sendiri. Apa sih sebenarnya yang ingin disampaikan oleh si Bapak? Pintar itu ukurannya apa? IPK yang tinggi? Lulusan perguruan tinggi ternama atau universitas luar negeri? Lalu maksud dari kalimat “pintar saja nggak cukup” itu apa? Berkenaan dengan attitude? Salah penempatan posisi/jabatan pekerjaan dengan kepribadian? Hmm.. ๐Ÿ˜•

Memang cara yang paling mudah untuk bisa mengukur tingkat kepandaian seseorang secara hitam diatas putih adalah dengan melihat paparan nilai A, B, C, D , E yang tertera diatas selembar kertas transkrip. Tapi setelah diaplikasikan dalam pekerjaan apakah iya nilai-nilai itu mampu berbicara banyak? Sepertinya kok belum tentu ya../:)

Terkadang para pemimpin dan orang-orang yang berhasil di bidangnya itu bukan berasal dari orang-orang yang nilai akademisnya tinggi, namun justru mereka-mereka yang memiliki tingkat kepedulian terhadap sesama yang tinggi, empati dan loyalitas persahabatan yang kuat, serta perasaan cinta kasih yang luar biasa. Tapi sayangnya banyak perusahaan/instansi yang belum sepenuhnya menyadari hal ini sehingga mereka hanya berpatokan pada nilai akademik yang tinggi dan kemudian menempatkan orang-orang yang mereka anggap “pintar” itu di sebuah posisi yang belum tentu sesuai dengan kepribadiannya. Karena nyatanya belum tentu orang yang pintar itu memiliki kecenderungan mental/attitude yang sesuai dengan tempat kerja dan jenis pekerjaan tertentu. Sehingga rasanya perlu ada upaya cerdas yang mampu mengubah cara pandang nilai akademik sebagai satu-satunya tolok ukur kepandaian seseorang.

Oh iya, dulu saya pernah baca tentang sosok orang yang opsional dan prosedural. Orang opsional akan menganggap orang prosedural itu terlalu birokratis, terlalu terpaku pada teori, bertele-tele dan kurang luwes ketika mengambil kebijakan. Sedangkan orang prosedural akan menganggap orang opsional itu tidak punya pendirian, plintat-plintut, kurang bisa mempertahankan ide dan gagasan yang sudah disampaikan, terlalu excuse, karena pada dasarnya tipikal seperti mereka-mereka ini biasanya mahir dalam hal menerjemahkan ide dan gagasan dalam skema yang berurutan. Namun uniknya orang-orang tipikal opsional yang cenderung kreatif dan banyak ide ini tidak semuanya bisa menjalankan gagasan atau ide yang sudah dibuatnya, sehingga mereka membutuhkan bantuan orang-orang dengan tipe prosedural yang lebih sistematis. Jadi sebenarnya keduanya sama baiknya, sama-sama saling menunjang. Karena sesungguhnya manusia itu mahkluk yang unik, punya kelebihan, kekurangan, dan kecenderungan masing-masing. Jadi, bagian HRD sepertinya juga harus jeli melihat hal-hal yang seperti ini ya, jangan asal menempatkan orang yang dianggap pintar tapi ternyata kurang sesuai dengan kepribadiannya. ๐Ÿ™‚

Tapi bukan berarti berorientasi dapat IPK tinggi itu sudah nggak penting ya. Kita tetap harus berusaha secara maksimal dong, do the best lets God do the rest. Namun jangan sampai lupa juga, bahwa hidup kita bukan hanya tergantung dari besaran nilai akademis saja, lebih dari itu perkayalah dengan skill dan kreatifitas yang bisa menunjang bidang pekerjaan yang kita minati nantinya. Oh ya satu lagi, cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan bidang pekerjaan kita.

Jadi kesimpulan global untuk percakapan singkat kemarin pagi :

“Menjadi orang yang pintar secara akademis itu bagus, tapi akan lebih bagus lagi jika juga ditunjang dengan pribadi dan attitude yang menyenangkan dalam pergaulan.. :-bd”

[devieriana]

Continue Reading

I love my job..

Tulisan ini terinspirasi dari curhatan seorang sahabat.. ๐Ÿ™‚

Semua orang pasti punya pekerjaan & karir masing-masing. Mau di swasta atau jadi PNS seperti saya. Pekerjaannya pun pasti juga beragam jenisnya, pun tingkat kesulitannya. Namun tak jarang ditengah-tengah pekerjaan yang kita lakukan secara rutin ada kalanya muncul kejenuhan. Jenuh dengan lingkungan & suasana kerjanya, jenuh dengan jenis pekerjaannya, pun penyebab jenuh lainnya.

Tergelitik dengan pernyataan seorang teman, “aku tuh lama-lama bosan dengan pekerjaanku. Tapi kalau aku nggak kerja aku akan jauh lebih bosan..”, keluhnya di suatu sore. Saya paham dengan apa yang dia rasakan. Kebosanannya disebabkan dengan pekerjaan yang nyaris monoton & kurang ada variasi. Lah dipikir saya juga banyak variasinya? Enggak juga. Pekerjaan saya juga sama monotonnya. Mengerjakan jenis pekerjaan yang sama hampir setiap hari. Apa lama-lama nggak bosan? Tapi ya itu pinter-pinternya kita mengelola kejenuhan & kesibukan yang “itu-itu melulu”.

Untungnya saya selama bekerja bukan tipe “kutu loncat”, yang sering pindah kerja sana-sini. Karir saya kebanyakan bertahan lama, lebih dari 2 tahun. Saya dulu sempat bekerja sebagai seorang fashion designer di sebuah perusahaan garment di Malang. Itu saya jalani hampir 3 tahun lamanya. Bosan? Pernah. Jenuh? Saya nggak bilang enggak. BT karena bos sering marah-marah? Hmm, pasti. Jenuh banget sehingga tidak ada satu ide mode apapun yang dilahirkan hari itu juga pernah ~X( . Intinya ketidaknyamanan ketika bekerja itu pasti ada.

Atau ketika saya bekerja di perusahaan telekomunikasi yang itu, yang namanya jenuh, stress, capek, makan ati, itu juga pasti ada. Tapi ya namanya bekerja di bidang public service ya pasti begitu. Dimarahi pelanggan sudah makanan sehari-hari. Kalau nggak ada yang marah-marah justru malah aneh. Lho?! ;)). Atau ketika saya pindah ke back office & saya memegang pekerjaan yang menuntut jiwa leadership dengan sekian anak buah. Yang namanya stress & under pressure itu pasti ada. Deadline di setiap akhir bulan, yang kalau laporannya nggak selesai efeknya anak buah kita gajiannya juga bakal terlambat. Nah, itu kan juga bentuk tanggung jawab yang besar. Stress? Pasti ada.. :((

Ada satu hal yang membuat saya awet berkarir dalam sebuah pekerjaan, bagaimana caranya supaya saya enjoy dengan pekerjaan saya, lingkungan saya, teman-teman saya. Nggak mungkin sebagai orang baru saya menuntut lingkungan yang harus berubah untuk saya, tapi justru sayalah yang harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru saya. Beruntung saya orangnya mudah menyesuaikan diri sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama saya sudha bisa membaur dengan orang-orangnya & pekerjaan baru saya.

Ada hal unik yang saya rasakan ketika berpindah dari karyawan swasta menjadi pegawai negeri. Ada banyak hal signifikan yang saya rasakan juah berbeda dengan pekerjaan saya sebelumnya. Mulai lingkungannya, jenis pekerjaannya, kultur & budaya kerjanya, orang-orangnya, aplikasi & alur kerjanya.. Ah, banyaklah pokoknya. Sempat mengalamiย  “culture shock”? Pernah, tapi ya itu tadi, alhamdulillah nggak sampai terlalu lama. Apakah lantas saya merasa bosan setelah sekian bulan saya berkarir di sini? Ada banyak hal yang membuat saya belajar. Ada banyak hal menarik yang bisa membuat diri saya berkembang. Salah satunya adalah ketika saya diajak bergabung dalam tim keprotokolan di biro kepegawaian. Yang tugasnya mempersiapkan acara pelantikan pejabat di lingkungan Sekretariat Negara. Ada banyak hal yang bisa saya pelajari disana ketika bertugas sebagai pembawa acara (MC) atau pembaca Surat Keputusan Presiden/Menteri.

Tapi terlepas dari itu, dari semua karir yang pernah saya jalani ada beberapa hal yang saya ingat :
1. tidak ada satu pun ilmu yang telah kita pelajari di bidang pekerjaan sebelumnya yang akan terbuang percuma, pasti ada yang akan terpakai;

2. ketika kita menjadi orang baru, cepatlah beradaptasi, jangan menuntut lingkungan yang harus beradaptasi dengan kita;

3. terapkan can do attitude, ketika mendapat tugas baru jangan langsung bilang “nggak bisa!”, karena ketika kita bilang “nggak bisa” itu akan menjadi pemicu ketidakbisaan-ketidakbisaan berikutnya, yang penting berusaha dulu;

4. semua ilmu yang kita dapatkan di dalam dunia kerja adalah ilmu yang bisa dipelajari, asalkan kita tekun pasti bisa;

5. jika ada banyak hal yang perlu diingat berkenaan dengan prosedur kerja, jangan segan untuk mencatat, karena yang namanya memory otak pasti ada kapasitasnya;

6. ketika kita merasa kurang nyaman atau mengalami kendala dengan pekerjaan & tidak bisa kita selesaikan sendiri, diskusikanlah dengan atasan, walau bagaimana pun mereka atasan kita & perlu tahu apa yang dialami bawahannya;

7. pimpinan akan melakukan review & menilai hasil kerja kita, just give & do your best.. :-bd

8. kalau memang kita jenuh atau bosan ambillah cuti, refreshing-lah, semoga ada kesegaran baru nantinya ketika selesai cuti;

9. jika memang ternyata ada karir yang jauh lebih baik di luar sana atau ada bisnis wiraswasta yang jauh lebih menjanjikan ya kenapa tidak? Ambiiill.. \m/

10. ketika belum ada pekerjaan baru yang lebih baik, jalanilah pekerjaan yang sekarang dengan sebaik-baiknya & jangan lupa bersyukur karena kita masih diberikan kesempatan memiliki pekerjaan padahal di luar sana ada banyak sekali orang yang kesulitan mencari pekerjaan.. ๐Ÿ˜‰

[devieriana]

gambar dari sini

Continue Reading