Happy Holiday!

Museum Angkut 2

Hai, apa kabar kalian? Bagaimana suasana pergantian tahun di tempat kalian? Saya, seperti biasa, seperti tahun-tahun sebelumnya menghabiskan suasana pergantian tahun di tempat tidur. Apa lagi kalau bukan tidur 😆 . Mau belum ada bayi atau sudah ada bayi pun sama saja. Bedanya, tahun ini saya melewatkan pergantian tahun di Jawa Timur, di rumah orang tua saya, sambil ngeloni bayi yang tidurnya kurang begitu tenang ketika pergantian hari karena di luar sana bunyi mercon dan kembang api sahut menyahut sampai kurang lebih pukul 01.00 wib.

Oh ya, ini adalah pertama kalinya saya beserta keluarga mudik ke Jawa Timur, bersama Alea tentu saja. Sebelum berangkat kami sempatkan untuk memenuhi jadwal kontrol Alea ke dokter sekalian konsultasi tentang semua hal yang harus dilakukan ketika terbang bersama bayi. Karena membawa bayi saat bepergian menggunakan pesawat terbang itu sedikit lebih ribet dibanding mengajak anak yang usianya di atas satu tahun. Kata dokternya Alea saat memberikan penjelasan pada kami, pada saat mengangkasa, biasanya udara di dalam kabin cenderung tidak stabil. Udara panas atau dingin dapat berubah cukup cepat. Itulah sebabnya bayi harus mendapat perhatian lebih, karena tidak semua bayi mampu beradaptasi dengan berbagai keadaan di angkasa. Kalau dilihat dari usia dan kondisi kesehatan Alea insyaallah Alea aman diajak bepergian naik pesawat.

AleaSebenarnya mau pergi naik pesawat yang jam berapapun sih aman-aman saja untuk bayi. Oleh dokter kami disarankan untuk mudahnya dan biar nggak ribet, pilih saja jam penerbangan yang merupakan jam tidurnya bayi. Tapi mau terbang di jam berapapun sih sebenarnya nggak ada masalah kok. Intinya bayi harus dalam keadaan sehat, tidak sedang flu, dan ketika take off dan landing bayi harus disusuin (dalam keadaan mengunyah).

Awalnya sih agak mikir juga, kalau jam tidur yang panjang ya malam hari atau pagi-pagi buta. Agak kasihan juga kalau harus membangunkan Alea di pagi buta untuk berangkat ke bandara. Tapi bismillah sajalah, semoga segalanya dimudahkan. Eh, ndilalahnya kami dapat penerbangan paling pagi, jam 05.00 dengan menggunakan Lion Air. Kami mulai bersiap pukul 02.30 dini hari, dan mulai membangunkan Alea pukul 03.00. Untungnya dia nggak rewel, bahkan jam segitu dia langsung bangun, ngoceh-ngoceh, ketawa, gegulingan, ceria sekali, seolah tahu kalau mau diajak pergi. Dia juga tidak rewel selama perjalanan menuju bandara, walaupun cenderung diam. Entah diam melihat pemandangan yang masih gelap gulita, atau sebenarnya dia masih ngantuk 😀

Sesampainya di bandara suami langsung mengurus segala sesuatunya termasuk konfirmasi ke petugas bandara/maskapai bahwa kami membawa bayi, karena ada formulir khusus yang harus diisi. Entahlah missed-nya di mana/siapa, hingga kami di atas pesawat pun tidak ada formulir yang kami isi, padahal hampir di setiap gate kami lapor ke petugas, bahkan sampai di ruang tunggu pun kami konfirmasi kalau kami bawa bayi. Agak heran juga. Apakah memang cukup dengan lapor secara lisan aja atau seharusnya ada formulir yang harus kami isi?

Ketika kami sudah duduk di seat kami, barulah ada pramugari dan petugas yang ‘ngeh’ kalau kami membawa bayi. Duh! Lha tadi ke mana saja? Tidak adakah koordinasi dari petugas maskapai di bandara dengan yang on board? Pramugari yang sama menanyakan pada saya berapa usia bayi sebanyak 2x. Kalau mbak itu jadi petugas callcentre bisa saya kasih nilai nol di poin “mendengarkan dengan sungguh-sungguh” lho :-p. Barulah setelah itu ada petugas yang meminta saya untuk mengisi form. Owalah, Mas, Mas. Tadi ke mana saja?

Alhamdulillah Alea tidak rewel sama sekali, selama penerbangan dia tidur dengan pulas dan baru bangun ketika sudah landing di Juanda. Kok ngerti ya kalau sudah sampai tempat tujuan, ya? :mrgreen: . Pun ketika dalam perjalanan dari Juanda menuju ke rumah, dia juga tidur dan langsung bangun ketika sudah masuk komplek rumah 😆 . Padahal dia kan baru pertama kali ke rumah eyangnya, kok bisa bangun pas sudah dekat rumah ya? 😆

Museum Angkut 1Selama liburan kami menghabiskan waktu dengan berkumpul bersama seluruh keluarga, sekalian jalan-jalan ke Malang. Ah, ya… kami juga menyempatkan ke Museum Angkut. Iya, itu satu-satunya tempat yang sempat kami kunjungi selama di Malang. Itu juga sampai di sana sudah sore karena kami harus mengantarkan adik yang pulang duluan ke Jakarta lantaran dia sebenarnya belum dapat cuti. Maklum pegawai baru 😀

Ah ya, secara keseluruhan Museum Angkut itu keren, karena menyajikan banyak sekali objek foto yang instagramable, dan spot foto yang lucu buat ajang narsis-narsisan. Tapi sayang, jiwa narsis saya sudah mulai punah. Sudah nggak pede lagi berfoto dengan badan yang menggendut dan pipi chubby seperti sekarang 😆 .

Oh ya, hampir saja saya lupa. Akhirnya saya bisa merasakan makan Bebek Sinjay yang tersohor asal Bangkalan itu! Awalnya sih beneran mau ke Bangkalan Madura sana Tapi pas kita lihat di Jln. Jemursari , Surabaya (depan taman Pelangi) kok ternyata juga ada cabang, tanpa pikir panjang kita pun langsung capcus nongkrong di depot yang pengunjungnya ramai, sampai antre-antre. Soal rasa, jangan ditanya. Enaknya pakai banget! Apalagi dimakan pas nasinya anget, bebeknya juga empuk, kremesannya juga gurih, plus ditambah pakai sambal pencit (mangga muda). Beuh… *lap iler*

bebek sinjaySo far liburan kali ini alhamdulillah lancar, dan menyenangkan. Sengaja kami pilih pulang di hari Sabtu, 3 Januari 2015, supaya hari Minggunya kami bisa istirahat. Kebetulan kali ini kami naik Garuda, penerbangan pukul 06.15 wib. Isi kabin pesawat kebanyakan anak-anak yang sepertinya akan pulang selepas libur panjang. Sengaja kami pilih penerbangan pagi biar Alea bisa bobo selama di perjalanan. Dan ternyata kami tidak salah pilih jadwal, karena Alea tidur pulas dalam gendongan sejak di ruang tunggu bandara sampai dengan di Soekarno-Hatta. Anak pintar! :-*

Hmm, sepertinya mulai siap untuk merencanakan liburan berikutnya. Hei, Bromo apa kabar, ya? Masih belum sempat ke sana padahal sudah direncanakan berkali-kali. Entahlah, mungkin kami memang belum berjodoh.

Bagaimana dengan liburan kalian di akhir tahun kemarin? Semoga juga sama menyenangkannya ya 🙂

 

[devieriana]

Continue Reading

Alea and Newbie Mommy

alea

Menjadi seorang ibu tentu saja sebuah pengalaman baru bagi saya. Ada banyak sekali adjustment yang harus saya lakukan sejak hadirnya Alea. Bukan suatu hal yang mudah ketika saya harus menyesuaikan ritme hidup saya dengan ritme hidup si kecil. Contoh paling mudah adalah ketika Si Kecil pola tidurnya masih belum terpola dan ‘berantakan’, saya pun harus rela jam istirahat saya ikut menjadi kacau. Apalagi di awal-awal menyusui. Duh, jangan ditanya bagaimana derita saya waktu itu. Di tengah belum pulihnya kondisi badan saya pascaoperasi, saya juga mengalami stress karena sekujur badan bentol-bentol alergi antibiotik. Belum lagi puting yang mengelupas (para ibu pasti tahu rasanya); payudara yang sempat bengkak karena terlambat menyusukan ke bayi, hingga akhirnya saya demam meriang sekujur badan. Kepala pening karena pola tidur malam yang kacau. Stress karena ASI yang kurang lancar, dan masih banyak lagi contoh lainnya.

Namun seiring dengan waktu akhirnya fisik dan psikis saya mulai menyesuaikan diri. Bahkan sering kali saya merasa berdosa pada putri saya karena di awal-awal kehadirannya saya belum sepenuhnya mencurahkan perhatian saya padanya. Masih banyak ngeluhnya. Hingga akhirnya saya ditegur Mama karena pernah di suatu malam, ketika Alea menangis karena lapar, saya tidak sanggup bangun karena ngantuk berat. Entah sadar atau tidak saya bilang begini, “kan tadi udah mimik, Dek. Masa belum 2 jam udah mimik lagi? Mama ngantuk, Nak…” Walau akhirnya saya susui juga, tapi dengan mata setengah terpejam. Dengan lembut Mama menegur saya, mengingatkan, bahwa perasaan bayi itu sangat peka. Dia bisa merasakan apakah ibunya ikhlas/tidak ketika menyusui, apakah seseorang itu tulus menyayangi dia atau tidak, apakah seseorang itu tulus menerima kehadirannya atau tidak. Jangan sampai Alea merasa saya tidak ikhlas bangun untuk menyusuinya. Jujur, teguran itu menyadarkan saya dan terasa sangat MAKJLEB; membuat saya langsung bangun untuk menyusui Alea hingga kenyang dan tertidur pulas.

“Ya beginilah perjuangan menjadi seorang ibu (baru). Harus rela bangun malam untuk menyusui bayi, mengganti popoknya kalau dia pup, dan menenangkan dia kalau dia nangis/rewel. Bayi nangis kan bukan selalu karena haus, bisa saja karena dia ngantuk atau nggak nyaman. wis, tho… yang ikhlas. Bayi itu bisa merasakan apakah kita sayang atau enggak, tulus atau enggak. Syukuri setiap detikmu menjadi seorang ibu. Banyak orang di luar sana yang menunggu untuk menjadi seorang ibu, dan ketika sudah menjadi seorang ibu pun belum tentu semua bisa menyusui anaknya karena berbagai sebab. Dinikmati saja ya, Wuk…”

Hiks, iya Ma. Terima kasih sudah diingatkan. Alea, maafkan Mama ya, Nak 😥

Ketika saya menulis postingan ini Alea genap berusia 51 hari; hampir 2 bulan. Itu juga berarti semakin dekat pula cuti saya berakhir dan harus kembali ngantor. Agak berat sih, karena saya juga belum dapat pengasuh untuk Alea 🙁 . Nggak mungkin juga saya menggantungkan Alea ke ibu mertua. Beliau sudah sibuk mengurus ayah mertua yang sedang sakit dan juga butuh perhatian. Ya mentok-mentoknya nanti kalau memang belum dapat pengasuh, mungkin Mama saya akan ke Jakarta lagi untuk bantu mengasuh Alea. Ah, kalau ini sih saya bahagia banget, hihihihi 😀

Ada banyak hal mengesankan dan mengharukan selama 51 hari saya menjadi seorang ibu. Pernah di suatu malam, Alea nangis; saya pun buru-buru bangun dan ambil posisi bersandar di headboard tempat tidur sambil memangku Alea siap untuk menyusui. Tapi apa yang terjadi? Alea, setelah tahu bahwa dia sudah ada di pangkuan saya, tangisnya mereda, selama beberapa saat dia memandang saya dan kemudian tertidur pulas dalam keadaan salah satu tangannya salah satu memeluk dada saya. Sontak air mata saya menetes. Ah, ternyata dia cuma ingin bonding, cuma ingin tidur dipeluk mamanya 🙁

Kejadian yang satu ini pun membuat saya menjadi mellow. Sore itu Alea sedang menyusu. Seperti biasa, kalau Alea sedang menyusu salah satu tangan saya pasti sambil membelai kepalanya sambil bilang, “Mama sayang kamu, Dek…”. Tapi ada hal yang berbeda sore itu. Sambil masih menyusu, tiba-tiba kedua tangan Alea memeluk erat tangan saya sambil mata beningnya menatap saya, seolah ingin bilang kalau dia juga sayang sama saya. Duh, Nak… hati Mama langsung meleleh nih 🙁

Ada lagi hal mengharukan, bertepatan dengan aqiqah Alea yang jatuh pada tanggal 21 Agustus 2014 kemarin. Biasanya, Alea suka rewel kalau jenuh, haus, atau gerah. Biasalah namanya juga bayi. Saya juga khawatir selama pengajian nanti dia akan nangis rewel karena jenuh dan capek. Tapi sepertinya saya telah meremehkan putri saya ini. Sepanjang acara yang berlangsung selama kurang lebih 2 jam itu, dia anteng di pangkuan saya seolah menyimak segala doa yang dilantunkan oleh para tamu pengajian yang diperuntukkan baginya. Hanya sekali saja dia mewek karena haus, tapi itu pun tidak lama karena setelah saya susui dia tenang kembali dan khusyu mengikuti keseluruhan jalannya acara aqiqah. Subhanallah…

Dan kejadian terakhir, baru saja terjadi. Biasanya kalau habis mandi sore Alea pengennya menyusu, dan tidur hingga habis maghrib. Lha ini tumben, sampai adzan Isya dia masih melek lebar banget padahal sudah menyusu sampai kenyang dan digendong Nina Bobo muterin kamar sampai kaki saya pegal. Akhirnya ya sudahlah, berhubung saya belum shalat, saya taruh saja dia di tempat tidur, nanti kalau selesai shalat dan dia belum tidur, saya gendong lagi. Sambil mengecup lembut keningnya, saya bilang, “Sayang, Mama mau shalat dulu ya. Sayang bobo di sini dulu ya. Nggak boleh rewel ya, Nak. Love you…” dan saya pun meninggalkan kamar untuk makan dan ambil wudhu. Setelah makan dan wudhu, saya kembali ke kamar dan ternyata menemukan pemandangan princess saya ini sudah lelap, bobo sendiri. Duh, Nak… pinter banget kamu. Tahu gitu dari tadi Mama taruh kamu di kasur ya 😀

Sebagai seorang ibu baru saya masih harus banyak belajar. Belajar jadi ibu yang baik untuk Alea dan belajar mengenal lagi putri saya. Saya tahu perjalanan mengenal Alea masih panjang. Saya juga tahu tidak ada yang manusia yang sempurna, pun menjadi orangtua. Saya dan suami hanya berusaha menjadi dan memberikan yang terbaik untuk Alea.

Maafkan kami yang belum sempurna menjadi orangtua ya, Nak. We do love you, Princess… :*

 

[devieriana]

 

 

 

Continue Reading

11 Agustus 2008

Lama saya nggak update blog yah, karena kemarin-kemarin saya lagi depresi & males berat. Tapi lama-lama kok jadi kangen sama tulis-menulis yah. Padahal kemarin habis “musuhan” sama blog & sosialisasi di dunia maya 🙂 . Wajarlah terasa masih ada beban berat yang mengganjal hati & pikiran yang belum bisa hilang sampai sekarang. Ya mungkin karena kejadiannya masih baru. Ibarat luka operasi yang masih belum kering, jadi masih berasa ngilu & perih.

Beberapa waktu yang lalu kayanya berat banget menerima kenyataan bahwa kita harus rela kehilangan sesuatu. Sesuatu yang nyaris jadi milik kita, sesuatu yang sudah kita tunggu-tunggu, sesuatu yang akan membuat hidup kita terasa lebih lengkap. Namun kenyataannya “hak” itu belum bisa jadi hak kita karena keburu diambil lagi sama Pemiliknya..

Lost.. Saya kehilangan calon baby saya dalam kandungan usia 6 bulan. Dunia rasanya runtuh aja waktu saya lihat wajah dokter yang tertunduk lesu sambil memegang alat USG dan menyatakan “Maaf, saya tidak bisa menemukan detak jantung bayi ibu lagi…”.

DHHHIIIAAARR .. berasa tersambar petir di siang bolong..

Ingin rasanya berteriak, merasa nggak terima.. Ingin bilang kalau dokternya bohong, semua itu nggak bener. Cari detak jantung bayi saya sampai ketemu!Tapi jelas nggak mungkin saya bilang kaya begitu.  Jangankan buat  ngomong, untuk menyangga tubuh saya sendiri saja rasanya berat banget. Seolah-oolah rumah sakit itu mendadak rubuh menimpa tubuh kecil saya. Perjalanan dari RS ke rumah juga terasa jauhnya berkilo-kilo. Malam itu rasanya lebih panjang daripada malam-malam biasanya. Saya hanya tidur selama 2 jam. Tak sabar rasanya menunggu pagi untuk melakukan USG ulang di RS yang berbeda.. Malam itu saya gunakan untuk membaca Qur’an seperti biasa, tapi kali ini dengan linangan airmata.. Huruf-huruf Qur’anku terlihat buram karena tak mampu lagi membendung luapan airmata yang spontan menganak sungai..

Pagi..

Pagi yang biasanya cerah hari itu seakan-akan  ikut berduka bersama kami. Mendung sejak semalam & hujan menyertai sepanjang perjalanan kami ke RS Medistra. Kamipun berangkat ke RS dengan nyaris sudah tanpa harapan, dengan tubuh yang sedikit menggigil kehujanan tapi terasa ringan. Entah hanya perasaan saya saja atau memang kandungan saya terasa lebih ringan lantaran tidak ada nyawa lagi didalamnya. Pikiran saya sudah blank tidak menentu. Mata saya sudah sembab sejak semalam. Keluarga & teman-teman bergiliran telpon & sms mengucapkan ikut berduka cita. Saya bukan tak peduli, tapi lebih sibuk menenangkan pergumulan batin saya yang belum sepenuhnya ikhlas..

USG untuk kesekian kali mengatakan hal yang sama, bayi saya sudah tidak bernafas. Terlihat dia sedang tertidur pulas untuk selamanya diatas plasentanya. Ya, placenta previa. Plasentanya menutupi jalan lahir anak saya, sehingga saya terpaksa harus operasi cesar. Dr Rama Tjandra yang menangani saya waktu itu dengan bijak bilang , “yah sudah.. direlakan yaa.. Mungkin Allah belum berkenan menitipkan si kecil pada kalian berdua..  Insyaallah nanti segera dapat penggantinya yang jauh lebih baik, lebih sehat.. Walau bagaimanapun , si kecil tetap harus dilahirkan, karena buat apa lagi dia berlama-lama di kandungan ibunya sementara dia sendiri sudah tidak bernyawa, nanti malah meracuni tubuh ibunya.. Jadi, nanti sore kita lakukan operasi pukul 16.00 yah.. Sekarang udah harus puasa.. “, kata dokter yang sudah setengah baya itu bijak & menenangkan sekali..

Waktu sudah menunjukkan pukul 08.00 wib. Tubuh saya  rasanya sangat limbung, otak rasanya mampet nggak bisa, airmata mengembung di pelupuk mata.. Lost.. Yah.. I lost my little angel.. 🙁

Siang

Kunjungan tak terduga di RS Medistra dari seluruh staf kantor PT Gema Graha Sarana (kantor suami) & all staf backoffice callcentre Telkomsel-Jakarta (kantor saya).  Kesedihan jelas masih tergambar di wajahku & suami meskipun sesekali saya meningkahi dengan canda & tawa walaupun mungkin terasa dipaksakan. Gimana mau becanda wong ada yang meninggak kok becanda. Tapi sedikit terhibur dengan kehadiran mereka sebelum saya menuju ke ruang operasi cesar untuk melahirkan bayi perempuan tercinta nanti pukul 16.00 wib.

Sore..

Waktu rasanya bergulir begitu cepat. Seperti tiba-tiba meloncat ke pukul 16.00 & tiba-tiba saja saya sudah berada di Ruang Operasi lengkap dengan kostum & headcap. My goodness, we’re gonna be separated.. 🙁 . Saya hanya bisa mengingat saat saya didorong menuju ruang operasi, saya melihat tim dokter sudah siap dengan kostum & peralatannya masing-masing. Lalu ada seorang dokter anastesi yang menyuntikkan sesuatu di punggung dekat tulang belakang (cmiiw) lalu beberapa saat kemudian saya merasa kesemutan, dingin, tebal, dan seolah ada yang mengalir dari arah kaki menuju kepala saya. Pening sekali. Setelah itu saya sudah tidak ingat apa-apa lagi.. Ketika saya membuka mata, waktu sudah menunjukkan pukul 18.05 wib. Itu berarti saya tidak  sadarkan diri selama kurang lebih 2 jam karena anestesi.

Malam yang panjang & berat..

Malam itu sekitar pukul 02.00 dini hari saya mendadak menggigil hebat padahal AC di kamar sudah dikecilkan. Antara lapar & entah pengaruh obat yang jelas saya merasa sangat kedinginan. Belum lagi ruangan yang hanya tersekat kelambu disebelah saya ibu yang juga habis melahirkan. Suara tangisan bayinya memecah keheningan malam. Saat itu saya merasa dunia sedang tidak berpihak pada saya. Kenapa bayi itu ada disebelah saya? Sambil menggigil kedinginan saya menangis dibawah selimut. Suami yang mendampingi saya agaknya juga bisa merasakan “topan badai” yang sedang saya alami. Ya karena kegagaln itu bukan hanya milik saya, tapi juga milik dia.

Ya Allah, beri hamba kekuatan untuk menjalani cobaanmu ini Ya Allah. I believe, there’s a blessing in every disguise..

Amien..

[devieriana]

Continue Reading