Ketika Plagiasi Menjadi Sebuah Kutukan

plagiasi

Plagiarisme. Sebuah hal masih jadi bahasan sensitif buat semua yang menghasilkan karya, apapun itu : lagu, puisi, tulisan, lukisan, dll.

Kalau menurut wikipedia, yang dimaksud dengan plagiarisme adalah :

penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri. Plagiat dapat dianggap sebagai tindak pidana karena mencuri hak cipta orang lain. Di dunia pendidikan, pelaku plagiarisme dapat mendapat hukuman berat seperti dikeluarkan dari sekolah/universitas. Pelaku plagiat disebut sebagai plagiator.

Yang digolongkan sebagai plagiarisme :
* Menggunakan tulisan orang lain secara mentah, tanpa memberikan tanda jelas (misalnya dengan menggunakan tanda kutip atau blok alinea yang berbeda) bahwa teks tersebut diambil persis dari tulisan lain.
* Mengambil gagasan orang lain tanpa memberikan anotasi yang cukup tentang sumbernya

Nah, di sini yang mau saya bahas tentang sisi musikalitas seorang yang dinyatakan sebagai pemusik, artis. Sebenarnya agak miris ya kalau berhubungan dengan copyrights atau hak cipta. Apalagi kalau sekali saja dia diketahui memplagiasi karya orang lain, seterusnya, setiap kali dia mengeluarkan karya baru orang akan selalu saja mengkait-kaitkan karyanya dengan karya orang lain. Contohnya saja grup band D’Massive. Dia pernah dicap sebagai grup yang hanya bisa menghasilkan karya dengan menjiplak karya orang lain yang sudah ada sebelumnya. Ketika mereka mempublikasikan lagu baru jadinya ya tetap saja masih dinilai mirip dengan lagu artis inilah, itulah.. IMHO, lama-lama yang menilai pun kok rasanya jadi kurang objektif, ya.

Maksud saya begini. Di luar sana, sebenarnya ada banyak artis yang juga tanpa kita sadari melakukan plagiasi, tapi kenapa yang disorot hanya D’Massive? Apalagi kalau artisnya sekelas Ahmad Dhani, Maia Ahmad, Melly, Titi DJ, Caffeine, Rhoma Irama. Banyak! Tapi kenapa yang dikambinghitamkan hanya D’Massive? Kenapa bukan Ahmad Dhani yang karyanya sebenarnya juga banyak yang ‘terinspirasi’ dari lagu lain tapi tanggapan para penikmat musik tidak seheboh ketika D’Massive ditengarai menjiplak beberapa lagu band lain?

Perlu kita tahu, ketika seorang musisi menciptakan lagu & mempublikasikan lagunya ke hadapan publik sebenarnya dia sedang bertaruh dengan segala risiko. Jika ternyata dikemudian hari diketahui bahwa lagu ciptaannya bukan 100% murni ciptaan dia, atau alasannya ‘terinspirasi’ dari lagu/artis lain, tentu nama besar dialah yang jadi jaminannya. Kalau akhirnya ketahuan melakukan plagiasi mungkin kasarannya begini, “mending ketahuan lo nge-cover lagu orang dengan versi yang berbeda, daripada lo bikin lagu baru tapi nadanya sama”.

Hanya sebagai contoh & perbandingan saja, coba dengarkan :
1. Munajat Cinta, melodinya sama dengan  State of Grace-nya Dream Theater John Petrucci yang bareng dengan Mike Portnoy, Tony Levin dan Jordan Rudess dalam Liquid Tension Experiment (1998)

2. Cintaku Tertinggal di Malaysia yang sama persis dengan Ruthless Queen

3. Selimut Hati yang mirip sama lagunya I Started a Joke (Beegees)

4. Lelaki Buaya Darat (Ratu), bandingkan juga dengan lagunya Chantal Kreviazuk (Another Small Adventure)

5. Sang Dewi (Titi DJ) yang lagunya mirip dengan Garbage (The World is Not Enough)

6. Caffeine (Hidupku Kan Damaikan Hatimu) yang intronya mirip sama Saigon Kick (I Love You)

Sebenarnya kalau mau dicari ya banyak. Tapi kenapa hanya satu grup yang disoroti tajam? Dan ketika grup band itu ingin memperbaiki citranya sebagai ‘grup lagu plagiat’, kenapa kita tidak beri kesempatan bagi mereka untuk membuktikan kemampuan mereka? Memangnya nggak capek ya, mencari-cari kesalahan orang lain. Entah untuk apapun maksud & tujuannya, mau fungsi kontrol, apresisasi, atau apapun itu. Terlepas dari plagiasi yang telah dilakukan oleh para musisi itu, kalau saya sih mikirnya enteng saja, selama lagu itu enak di telinga, bisa dinikmati & grup band itu juga tidak mengganggu saya ya sudah dinikmati saja. Soal nanti ada tuntutan ini itu dengan pencipta lagu aslinya, ya itu sudah beda soal.

Yang jelas, ketika seorang musisi berniat serius berkiprah di dunia showbiz seharusnya sudah memiliki pengetahuan & bekal yang cukup tentang bagaimana memperlakukan & menghargai hasil karya orang lain. Vice versa, ketika dia berada di posisi yang sebaliknya, bagaimana kalau karyanyalah yang justru diplagiasi oleh musisi lain tanpa izin, kira-kira bagaimana, ya? Marah, kecewa, sedih, senang, atau justru malah bangga?

[devieriana]

sumber ilustrasi dari sini

Continue Reading

MJ : diantara pengagum & peniru sosoknya

Heran deh, kenapa ya kok sejak Michael Jackson (selanjutnya saya sebut MJ) meninggal kok mendadak jadi banyak banget yang mengidentifikasikan dirinya menjadi atau mirip Michael Jackson? Oke taruhlah dia memang sebuah sosok yang fenomenal di bidangnya, sosok megabintang a.k.a superstar, misterius, hits maker, sampai dengan hobby operasi plastiknya yang mengubah total wajah aslinya dari sosok negroid ke sosok kaukasoid. Tapi above all dia toh hanya seorang manusia.

 

Jujur saya bukan penggemar berat MJ. Saya hanya sebagai penikmat sebagian karyanya, tapi bukan berarti kalau saya menikmati setiap karyanya saya lantas mengglorifikasi dia sebagai sosok mahadewa. Hello.. he’s just a human being, sama seperti artis lainnya. Makanya saya sampai geleng-geleng kepala karena sejak MJ diberitakan meninggal langsung semua peniru-peniru karakter MJ muncul ke permukaan. Mulai yang dandanan sama, cara bicara, make up lengkap dengan lipstik merah, gaya moon walker dancing-nya, atribut yang samasekali mirip dengan MJ semasa hidup intinya para copycaters dan sayangnya itu diatasnamakan “pekerja seni, artis”.

 

Tak dipungkiri memang MJ adalah alah satu artis yang punya kekhasan sendiri dalam hal stage performance. Karena ya memang seharusnya seperti itulah seorang performer sejati, harus bisa memunculkan karakter sejak awal kemunculannya di depan publik. Punya kekhasan sendiri entah dalam hal voice, style (gaya rambut, berbusana, gaya bicara), intinya ada sesuatu yang membuat dia berbeda dari performer yang lain (original & bukan imitasi). Yang bisa bikin orang setiap kali melihat penampilannya atau jangankan melihat baru mendengar suaranya saja bisa langsung dipastikan bahwa ini karakter suaranya dia. Karena kekhasan itulah yang bisa membuat setiap album atau konsernya selalu ditunggu & dielu-elukan para fans sejatinya.

 

Buat saya seorang imitator akan tetap imitator, dia tidak akan menjadi sama seperti yang ditirunya. Contohnya ya  yang sekarang banyak kita lihat di televisi (baca : para peniru MJ). Dengan bangga mereka menyebut bahwa merekalah “kloningan” si MJ. Bahkan ada yang dengan bangga bilang :
“MJ itu ya saya. Jiwa saya adalah jiwanya si MJ”
“saya selalu kerasukan gaya MJ di setiap stage performance saya”

Oh My God, kok kaya gak punya jati diri banget ya?

 

Kalau memang sudah memutuskan untuk menjadi seorang artis atau performer sejati kenapa tidak menciptakan image, kekhasan atau gaya sendiri? Itu baru namanya punya jati diri. Selama dia hanya sebagai peniru, akan selamanya dia terjebak dalam image yang ditirunya.
“artis XYZ itu yang mana sih?”
“itu lho, yang gayanya mirip sama MJ.”


Lepas dari artis siapa yang kita kagumi (mau MJ atau Ike Nurjannah sekalipun), kalau memang sudah niat terjun ke dunia selebritis ya coba buatlah image/karakter kalian sendiri. Orang akan jauh lebih mengenal kalian sebagai diri kalian, bukan sebagai imitasi dari artis yang kalian tiru. Kecuali kalau kalian memang sengaja memanfaatkan diri kalian sebagai sosok peniru yang tidak berani tampil menjadi diri sendiri ya..

[devieriana]

 

 

 

Continue Reading

Cuci Otak ala Kuburan Band ..

 

kuburan band

 

Lupa, lupa lupa lupa, lupa lagi syairnya
Lupa, lupa lupa lupa, lupa lagi syairnya
Ingat, ingat ingat ingat, cuma ingat kuncinya
Ingat, aku ingat ingat, cuma ingat kuncinya ..

 

Saya biasanya kalau mendengarkan lagu baru yang ga seberapa enak di kuping & terkesan agak nyeleneh suka dengerinnya lebih dari 3x. Tapi ya kadang ga lantas jadi enak tapi lumayan terbiasa denger lagunya. Nah gimana kalau kamu harus mendengarkan lagu yang sama dimanapun kamu berada?  🙁  .Tahu Kuburan Band kan? Grup musik Metal Hidrolik dari Bandung yang konyol kocak amit-amit, yang tampilannya nyaingin grup musik KISS (dibedakin sampai putih trus digambar-gambarin gitulah), dengan lagu andalannya “Lupa-lupa Ingat”. Nah disini saya bukan mau membahas grupnya tapi lagunya..

 

Pernah ga dalam kondisi seharian dimana-mana kamu harus mendengarkan lagu itu sampai rasanya eneg, blenger, & berasa di cuci otak sama tuh lagu? Dua hari kemarin rasanya lagu Lupa-Lupa Ingat” itu menghantui saya kemana-mana. Mulai di jalanan depan rumah, di TV, di mall, ngelewatin lapak-lapak CD bajakan, bahkan di parkiranpun ada anak kecil yang lagi di bonceng sama bapaknya langsung nyanyi , ” Ingat, ingat ingat ingat, cuma ingat kuncinya”. Gila ya, semuanya pada nyanyi/nyetel lagu itu. Enak sih, ear catching banget lagunya. Tapi kalau sampai seharian denger lagu itu kok jadi berasa dicuci otak beneran deh, karena mendadak semua lagu berubah jadi lagu itu semua. Sampai lagunya ST12 aja bisa berubah jadi lagunya Kuburan Band : “Satu jam saja, ku telah bisa.. Ingat, ingat ingat ingat, cuma ingat kuncinya.”   Hiks.. 🙁 

 

Capek nih kupingnya.. bukan kuping aja sih, mulut juga, soalnya saya jadi reflek nyanyi itu melulu (siapa yang nyuruh? :-p  ). Sekalinya berhenti nyanyi kok ya orang lain yang nyanyi. Please deh, ganti lagu napa..  🙁

 

 

“C A minor D minor ke G ke
C lagi A minor D minor ke G ke
C lagi A minor D minor ke G ke
C lagi”

 

 

 

Continue Reading