Euphoria: Java Jazz Festival

jazz-wallpaper

Event Java Jazz sudah berakhir beberapa hari yang lalu. Tapi gaungnya masih dirasakan oleh sebagian orang, terutama yang berkesempatan datang ke acara tersebut. Euphorianya pun sudah mulai terasa sejak beberapa minggu menjelang perhelatan acara yang diprakarsai oleh Peter F. Gontha itu.

Jujur, saya sendiri belum pernah datang ke acara Java Jazz, padahal saya punya grup band beraliran jazz, ihihihik. Tahun ini pun saya melewatkan datang ke acara ini karena kondisi badan sedang kurang memungkinkan halesyan. Kalau suami masih sempat datang ke acara ini beberapa kali bersama teman-temannya. Kalau dia sih wajar, karena kebetulan dia salah satu penggemar jazz, terlihat dari koleksi lagu di hampir seluruh peralatan elektronik yang mengandung audio. Untungnya koleksi jazz dia masih termasuk yang easy listening jazz, belum jazz yang ‘black’ banget, jadi saya masih bisa mengikuti selera musiknya. Maklum, sebenarnya saya kan nggak punya selera musik selera musik saya kan random. Jenis lagu apapun asalkan easy listening ya bakal masuk-masuk saja di telinga saya.

Keriuhan status tentang Java Jazz Festival turut meramaikan timeline beberapa akun social media saya. Ada yang dengan bangga memamerkan tiket yang sudah dibeli di timeline, ada yang live tweet penampilan artis ini/itu, ada yang dengan polos menulis di status kalau dia ada di tengah crowd Java Jazz karena cuma diajak teman/gebetan, dll. Saya sendiri cuma sebagai pengamat saja. Lha ya mau komentar apa, wong nggak nonton, lagi pula pengetahuan jazz saya juga masih setengah-setengah, seperti aliran band saya yang masih angin-anginan mau main genre musik apa. Ini semua ‘gara-gara’ Tafsky Kayhatu (putra musisi jazz kenamaan Indonesia Alm. Christ Kayhatu) yang ‘menjerumuskan’ grup band saya menjadi grup band jazz, padahal awalnya band saya lebih banyak memainkan lagu-lagu Top 40 :mrgreen: . Tapi ada bagusnya juga sih, karena dari Tafsky dan teman-teman ngeband saya yang lainnya akhirnya saya bisa mendapatkan tambahan ilmu bermusik.

Teringat obrolan menggelikan dengan seorang teman yang setahu saya bukan penggemar jazz tapi berhubung sudah terlanjur dibelikan tiket oleh teman lainnya jadilah dia ‘terdampar’ di venue penyelenggaraan Java Jazz.

Him: “Jujur, gue nggak ngerti musik jazz. Kenapa gue kemarin bisa ada di Java Jazz ya gara-gara gue udah terlanjur dibeliin tiket sama Si Richard.”

 

Me: “Oh, pantes! Makanya aku heran, sejak kapan kamu antusias datang ke Java Jazz. Ternyata… 😆 ”

 

Him: “Ah, tapi gue nggak berkecil hati, Devi. Gue yakin 100% kalau yang dateng ke Java Jazz itu nggak semuanya ngerti dan suka musik jazz; kaya gue gitulah. Jujur nih ya, kadang gue bingung, banyak orang yang nggak ngerti musik, tapi giliran ada Java Jazz aja pada ribut banget nyari tiketnya. Kayanya kalo nggak bisa dapet tiket Java Jazz harga diri bakal turun, gitu. Buat apaan coba? Mending duitnya dipake buat yang lain, kan? Eh, itu sih kalo gue…”

 

Me: “Nah, kamu juga ngapain mau-maunya ada di situ, udah tahu kamunya nggak ngerti musik jazz”

 

Him: “Nah, kan gue udah bilang, gue disuruh nemenin Si Richard nonton, Malih! Jadi ya udahlah sekalian sambil hunting foto aja deh. Lagian gue juga nggak selalu di depan panggung buat nonton musiknya kok. Sesekali gue ambil gambar artis yang gue kenal, selebihnya gue lewat aja. IMHO ya; Java Jazz itu kalau buat anak musik adalah event yang bagus, karena bisa jadi ajang meet up sekaligus menambah wawasan musik mereka. Tapi kalau buat yang nggak ngerti musik kaya gue contohnya, Java Jazz itu ya cuma jadi ajang ketemuan sama temen, foto-foto, melepaskan stress di kantor, walaupun di venue itu pun gue jadi stress sendiri karena nggak ngerti sama musiknya, hahaha. Trus, bisa jadi ajang modus buat ngajak gebetan (gue batuk boleh, ya?), jadi ajang buat menaikkan gengsi, biar dibilang selera musiknya keren, gitu. Eh, percaya nggak, kalau ada yang sengaja nonton cuma pengen liat muka artisnya doang. Malah kapan hari ada yang keselip nyebut Depapepe jadi Depe. Padahal dandanannya udah keren banget, kaya yang pengetahuan musiknya di atas gue, “Siapa tuh duo gitaris Jepang yang dateng ke Java Jazz? Depe..Depe.. duh gue lupa. Depe, apa?” Gue jawab dalam hati, Dewi Persik?”

Sampai sini saya tertawa. Cerita teman saya yang nyinyir apa adanya ini membuat saya mau tak mau mengiyakan sebagian kalimat-kalimatnya, walaupun terdengar agak satir.

Him: “Keren itu adalah ketika lo nonton Java Jazz tapi lo ngerti dan tahu apa yg lo tonton bukan karena lo pengen foto-foto di depan banner yang bertuliskan Java Jazz!”

 

Me: “Nah, kemarin kamu foto di depan banner Java Jazz, nggak?”

 

Him: “Lhoo, ya foto dong yaaa! Gimana sih, masa udah jauh-jauh datang ke Java Jazz kok nggak foto di depan bannernya. Impossible dong, Devi!”

Caranya menjawab membuat saya ingin menampol mukanya pakai sandal refleksi. Mengkritisi orang lain, tapi kok dia sendiri melakukan apa yang diomongin. Hih! 😐

Terlepas dari motivasi apapun para penonton Java Jazz, saya mencoba memodifikasi pemikiran saya tentang mereka. Jazz itu seperti kopi. Dia sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat urban. Ketika kita sekadar ingin menikmati secangkir kopi di sebuah kedai kopi, bukan berarti kita harus datang sebagai seorang penggemar kopi murni yang pekat. Kalau tidak suka dengan kopi murni yang pekat toh masih ada varian kopi lainnya. Begitu juga dengan musik jazz; kalau memang tidak paham dengan jazz yang ‘black’ nan rumit, nikmati saja versi lainnya yang lebih easy listening. Toh banyak kok lagu-lagu yang bukan murni jazz tapi sengaja dibuat versi jazznya supaya pas dengan moment, acara, dan penonton musik yang tidak semua penggemar musik jazz. Kalau masih belum mengerti juga ya sudah, kan masih ada genre musik yang lain. Sama saja seperti perhelatan konser musik yang lain juga deh, belum tentu semua penontonnya paham dan menikmati apa yang mereka tonton. Siapa tahu mereka datang ke sebuah konser musik hanya karena ingin menikmati histeria dan crowd-nya saja. Tapi kalau saya boleh memilih sih, saya akan datang ke sebuah acara musik yang musiknya jelas bisa saya nikmati, daripada dana terbuang sia-sia, Kak :mrgreen:

Just my two cents 🙂

 

– devieriana –

 

 

ilustrasi dipinjam dari sini

 

Continue Reading

Lomba karaoke itu…

Jadi ceritanya begini, dalam menyambut ulang tahun KORPRI yang jatuh setiap tanggal 29 November ini, sejak beberapa minggu yang lalu kantor saya sudah menyelenggarakan berbagai perlombaan yang bisa diikuti oleh seluruh pegawai di lingkungan Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet. Ya selain buat seru-seruan juga agar lebih mempererat tali persaudaraan di antarkaryawan.

Di suatu siang, pas saya mau ke kantin, berpapasanlah saya dengan salah satu panitia lomba yang tanpa tedeng aling-aling langsung menodong saya untuk ikut lomba karaoke. Hah? Lomba karaoke? Demi apa saya diminta ikut lomba karaoke? Lha, wong ngomong aja saya fals, kok malah disuruh nyanyi, wah… penghinaan tingkat internasional ini. Kalaupun iya saya sering nyanyi-nyanyi sendiri itu juga cuma sebatas teritorial kamar mandi, pantry, ruang makan, dan sekitarnya. Tentu saja tawaran ajaib itu tidak saya iyakan saat itu juga. Saya butuh waktu untuk berpikir. Ya, setidaknya untuk shalat istikharahlah…[-o<

Sampai akhirnya menjelang injury time, tiba-tiba si pak panitia itu beneran mendaftarkan saya untuk mewakili Setneg bersama 3 orang teman lainnya. Bayangkan ya, Kak… mewakili Setneg! Saya waktu itu beneran mikir, “ini emang udah kepepet banget dan nggak ada talent lain, ya? :-?” Tapi akhirnya ya sudahlah, demi memeriahkan acara, akhirnya… dengan kekuatan bulan dan suara ala kadarnya ini saya ikut lomba karaoke! \m/

Hari yang mendebarkan itu pun tiba. Selasa kemarin (27/11) pukul 08.00 saya sudah nangkring dengan manis di ruang karaoke yang terletak di basement dengan memakai PSL (Pakaian Sipil Lengkap atau setelan jas resmi). Bukan, bukan sengaja saya mau tampil formal, tapi karena pukul 10-nya saya harus bertugas di acara pelantikan di Gedung Utama, jadi daripada saya terburu-buru mending siap-siap duluan. Ternyata, di ruang karaoke itu sudah penuh dengan calon peserta dan calon suporter masing-masing peserta. Padahal acaranya saja belum dimulai. Ih, pada kerajinan banget, ya?

Di ruangan yang superdingin itu saya merasakan nervous yang luar biasa. Memang sih ini bukan lomba pertama yang pernah saya ikuti, pun halnya lomba menyanyi. Dulu waktu kelas 4 SD saya pernah saya ikut lomba menyanyi di PORSENI tingkat kabupaten Malang, tapi ya sudah berapa puluh tahun yang lalu kali, dan nggak menang pula. Jadi kalau sekarang diminta untuk ikut lomba menyanyi lagi kok semacam agak-agak trauma, ya.

Sebelum acara dimulai saya sudah lebih dulu minta izin ke panitia untuk bertugas di pelantikan. Kebetulan saya dapat nomor undian 14, jadi tampilnya masih agak nantilah. Untungnya diizinkan. Selesai acara pelantikan saya langsung menuju ke basement, dan langsung shock ketika melihat ruang karaoke itu sudah penuh sesak dengan penonton dan calon peserta. Hwaa, tubuh saya seketika panas dingin, semacam demam panggung. Kok ndilalah pas peserta yang akan tampil itu sudah nomor 13 aja, nah lho.. berarti kan sebentar lagi giliran saya? :-<.Buru-buru saya ke bagian sound system untuk menyerahkan CS karaoke. Waduh, mati’! CD-nya nggak bisa terbaca, semacam unrecognized format gitu, padahal sebelum ke basement saya cek di komputer baik-baik saja #-o. Mulai paniklah saya! Saya pun kembali minta izin ke panitia untuk memperbaiki CD karaoke saya dulu ke lantai atas. Dengan bantuan salah satu teman di ruangan untuk meng-convert ke format yang seharusnya akhirnya CD karaoke saya pun bisa berjalan sebagaimana mestinya. Pffiuh! #:-s

Setelah urusan per-CD-an selesai, saya pun tampil di di depan puluhan pasang mata dan 3 orang dewan juri yang siap menilai kemampuan menyanyi saya yang amat sangat di bawah standar nasional Indonesia itu. Pokoknya jangan ditanya seberapa nervous saya waktu itu. Asli, gugup banget! Saya menyanyikan 2 lagu, 1 lagu wajib berjudul Pelan-Pelan Saja (Kotak Band), dan 1 lagu pilihan Somewhere Over The Rainbow (Katharine McPhee). Untuk lagu kedua itu sempat membuat penonton yang awalnya riuh menjadi lebih riuh lagi, karena mereka bilang lagu saya nggak terkenal, dan nggak berbahasa Indonesia jadi mereka nggak bisa ikut nyanyi ;)) Hmm.., kayanya salah pilih lagu nih. Tapi ya sudahlah nyanyi aja, lha wong sudah terlanjur didaftarkan ke panitia.

Pengumuman pemenang pun tiba, dan keajaiban pun terjadi. Dari 20 sekian peserta, saya dinyatakan masuk final dan harus menyiapkan 1 lagu pilihan untuk dibawakan waktu final nanti. LHAH? MASUK FINAL?! *kamera zoom in, zoom out* Wah, pasti telah terjadi konspirasi antarjuri nih. Masa suara ngepres begini masuk final? Saya yakin jurinya khilaf atau ada faktor kasihan 😕 *curiga*. Akhirnya, setelah cap-cip-cup belalang kuncup dan memohon petunjuk Allah SWT akhirnya pilihan saya jatuh pada lagu paling galau abad ini: Butiran Debu! :-”

Waktu pun bergulir semakin sore dan semakin mendekati jam pulang kantor. Aha! Akhirnya satu persatu penonton yang tadinya memadati ruang karaoke itu pun pulang, karena sebagian besar ikut bus jemputan yang jamnya sangat  tepat waktu. Pffiuh, sedikit lega, setidaknya rasa gugup saya bisa sedikit berkurang karena yang menonton sudah nggak ada\:D/. Kalau melihat penampilan 9 peserta lainnya sih sepertinya kecil harapan saya untuk masuk dalam deretan pemenang, bahkan untuk gelar “Juara Tanpa Harapan” sekalipun. Jiper itu pasti, karena yang masuk final kualitas vokalnya rata-rata sudah seperti penyanyi beneran.

Di saat saya mulai tenang karena sudah banyak yang pulang, lha kok tepat saat saya mau tampil, Pak Kepala Biro dan beberapa pimpinan lainnya  justru hadir dan duduk anteng untuk melihat saya menyanyi #-o.Karena sungkan ditonton si Bapak, saya maksimalkan suara pas-pasan saya itu dan memberi tampilan yang sebaik-baiknya. Untunglah sampai dengan akhir lagu bisa saya selesaikan dengan selamat tanpa lemparan sepatu dan botol akua. Tinggal menunggu pengumuman saja nih. Niat saya ikut lomba sih memang cuma untuk memeriahkan, jadi ya jujur saya nggak berharap banyak. Kalau pun jadi pemenang Harapan 3 pun sudah alhamdulillah banget, selebihnya sih tanpa harapan. *galau*

Pengumuman pemenang satu persatu mulai dibacakan, dimulai dari pemenang Harapan 3 ke atas. Mendengar bukan nama saya yang disebut sebagai Juara Harapan 3, saya sudah legowo, berarti memang belum rezeki saya. Dengan santai saya mengetikkan beberapa nama pemenang di smartphone saya; semacam laporan pandangan mata ke teman kantor. Sampai akhirnya tiba-tiba nama saya dipanggil sebagai pemenang ketiga! HAH? JUARA 3? 😮 *kepsloknya seketika langsung hang* Bengong lama… Jurinya khilaf lagi, nih? Tapi khilaf kok terus? Kalau tadi di babak penyisihan juri khilaf memasukkan nama saya sebagai finalis sih saya masih memaklumi. Tapi kalau sampai menyatakan nama saya keluar sebagai Juara 3 sih khilafnya sudah luar binasa. Hmmm…  😕

Eh, tapi serius nih saya menang? Yaaay!<:-P\:D/

Hari Selasa kemarin menjadi sebuah pengalaman baru buat saya, terutama dalam bidang menyanyi. Suara yang jauh dari sempurna itu ternyata membawa hoki juga, hihihihi… Kemenangan yang aneh ini semakin membulatkan tekad saya untuk lebih rajin lagi… berkaraoke! ;))

Hmm, ngomong-ngomong tentang lomba, tahun depan bakal ikut lomba apa lagi, ya? Mewarnai, mungkin? :-??

 

[devieriana]

 

foto: dokumentasi pribadi

 

Continue Reading

Depapepe: The Wonderful Duo!

Sore lalu, seperti biasa, saya pulang dengan menggunakan angkutan umum, Metromini 75 arah Mampang. Hiruk pikuk suara pedagang asongan bercampur suara kenek bus yang sibuk mencari penumpang sahut menyahut terdengar. Seperti biasa pula saya memilih duduk di bangku terdekat dengan pintu, supaya turunnya nanti nggak ribet harus “membelah” jubelan  penumpang.

Bus mulai menyusuri kemacetan sore, dan saya pun mulai menyibukkan diri dengan hp saya. Tak lama kemudian naiklah dua orang pengamen, saya tidak seberapa memperhatikan mereka karena kebetulan naik dari pintu belakang dan mereka berdiri di dua bangku setelah saya. Mereka langsung memainkan melodi yang tak asing di telinga. Rasanya ada yang sedikit berbeda dengan pengamen-pengamen yang naik sebelum mereka. Suara mereka terdengar lebih catchy, dan permainan duo gitar mereka sekilas mengingatkan saya pada Depapepe. Baiklah saya sedikit lebay menyamakan mereka dengan Depapepe, tapi memang iya, sekilas hampir mirip. Terutama beat-nya 😀

Mereka membawakan dua buah lagu, Puncak Asmara (Utha Likumahuwa), dan Lemon Tree (Fools Garden). Istimewanya, mereka rupanya mengaransemen ulang dua lagu tersebut menjadi versi yang iramanya lebih seru. Kurang lebih perbandingannya seperti lagu Mau Dibawa Ke Mana versi Armada dan Marcel gitu, deh 🙂

Jadi pengen membahas Depapepe, deh. Pertama kali saya mengenal duo gitaris asal Jepang ini dari sahabat saya Rachman Jafar yang saat itu masih tinggal di Jerman. Dia dulu sering memosting lagu-lagu kesukaannya di Multiply . Selera musiknya waktu itu memang tidak selalu ke lagu-lagu mainstream ya, ada  beberapa artis yang justru jarang terdengar namanya. Seperti halnya Gail, Belle and Sebastian, termasuk Sandy Sondoro dan Yiruma yang waktu itu belum banyak dikenal orang, saya juga pertama kali tahu dari sahabat saya itu. Sering mikir, ini artis mana sih? Lagu siapa sih ini? Nah, termasuk Depapepe, yang namanya unik ini. Ndeso ya saya? ;))

Mungkin sudah banyak yang tahu kalau Depapepe adalah duo gitaris asal Jepang, yang dibentuk pada tahun 2002 dan beranggotakan Miura Takuya dan Tokuoka Yoshinari. Sama seperti anggapan banyak orang, dulu saya pikir mereka adalah dua bersaudara, nyatanya bukan. Kenapa saya langsung jatuh cinta sama musik mereka, karena lagu-lagu mereka itu ear catchy, ringan, dan mampu memainkan musik dalam berbagai tempo. Menurut telinga saya komposisi musik mereka pas, tidak berlebihan.

Sejak saat itulah saya jadi ketagihan mendengarkan lagu-lagu Depapepe, semacam menjadi mood booster kalau sedang tidak bersemangat atau galau :D. Lagu pertama yang “meracuni” saya waktu itu adalah Summer Parade lalu lagu klasik Pachelbel’s Canon in D. Selain ritme musik yang bikin semangat ada juga lagu-lagu mereka yang adem, coba saja dengarkan lagu yang berjudul Orange atau Dreams , dan beberapa lagu lain 🙂

Mood booster No. 1
 

Mood booster No. 2
 

Gara-gara saking ngefansnya sama mereka, sekitar bulan Januari 2009, saya pernah meminta salah satu teman yang kebetulan juga instruktur gitar elektrik, Mas Doni Riwayanto untuk memainkan Summer Parade secara solo guitar padahal Mas Doni waktu itu mungkin juga baru dengar. Hanya dalam beberapa hari Mas Doni berhasil menyelesaikan tantangan saya lho ;)). Keren kok, Mas. Nggak mudah memainkan duet guitar menjadi solo guitar :-bd

Sayangnya saya tidak bisa ke Java Jazz Festival tahun ini, tapi cukup terobati ketika melihat penampilan live mereka di salah satu tayangan variety show salah satu TV swasta \:D/

Sekali lagi, terima kasih buat Mas Rachman yang telah meracuni saya dengan lagu-lagu mereka ;))

 

[devieriana]

sumber ilustrasi dari http://musik.indonesiaselebriti.com/

Continue Reading

Popular Lewat Youtube


Dasar kau keong racun
Baru kenal eh ngajak tidur
Ngomong nggak sopan santun
Kau anggap aku ayam kampung
Kau rayu diriku
Kau goda diriku
Kau colek diriku
Eh ku takut sekali
tanpa basa basi kau ngajak happy happy
Eh kau tak tahu malu
Tanpa basa basi kau ngajak happy happy
….

Sepenggal syair lagu itu mendadak akrab di telinga kita akhir-akhir ini ya? Lirik yang terkesan nakal yang kalau iya mau direkam & diproses secara profesional belum tentu ada produser yang mau serius mengedarkan. Kecuali lagu itu diproduksi untuk pangsa pasar tertentu.

Kalau di twitter sendiri sudah jadi topik sebulan yang lalu & kini jadi trending topic diatas Justin Bieber, sebelum kemarin digantikan oleh Pong Hardjatmo yang mencoret-coret atap gedung DPR \m/  ;))  :-& . Banyak juga yang bertanya-tanya apa sih Keong Racun itu? Jenis hewan spesies baru? Atau julukan untuk siapa? Kenapa harus keong & hubungannya apa sama racun? Siapa yang menyanyi & banyak lagi pertanyaan lainnya. Padahal video dangdut koplo tarling yang dibawakan secara lipsync oleh dua orang remaja cantik Jojo & Shinta itu awalnya hanya untuk iseng. Maunya di upload di facebook sebagai video response buat dikirim ke pacar Jojo di luar negeri, tapi berhubung filenya terlalu besar & akses di facebook terlalu lama, akhirnya di-upload ke youtube. Tak disangka justru dari sanalah nama mereka dikenal. Bukan karena gaya mereka yang seronok, tapi justru karena wajah mereka yang imut & gaya yang lucu, padahal syairnya sangat .. ya begitulah.. ;))

Sekarang, nama mereka langsung meroket bak artis baru, padahal cuma modal lipsync doang, belum tentu mereka juga bisa menyanyi betulan atau punya bakat lainnya. Berkah yang tak disangka-sangka ya? Wong awalnya cuma iseng malah dikenal banyak orang. Ada yang pro dan tak sedikit pula yang kontra. Ada yang mengatakan kalau mereka meniru Momoy Palaboy, duo komedian asal Filipina yang juga mengawali karir mereka dari youtube.

Tak menampik bahwa akhir-akhir ini keberadaan youtube menjadi salah satu jalan pilihan menuju popularitas. Sebut saja Momoy Palaboy (James dan Rodfil) , Justin Bieber, Charmaine Clarice Relucio Pempengco (Charice) , dan sekarang Jojo & Shinta dengan Keong Racun-nya . Namun tentu saja Justin Bieber & Charice memang dari awal niat mempopulerkan diri dengan suaranya. Lain halnya dengan Momoy Palaboy & Jojo – Shinta yang mendapatkan keberuntungan dari sebuah keisengan.

Kebiasaan di Indonesia kalau ada satu yang lagi booming pasti akan diikuti oleh yang lainnya. Belum lama lagu Keong Racun ini trend dibawakan oleh duo lipsync Jojo-Shinta, Charlie ST12 sudah langsung mencoba mengaransemen lagu ini dengan musik khasnya dia yaitu musik Melayu, dibawakan oleh 2 penyanyi baru yang.. yah.. begitulah :-j. Tentu saja ini selama beberapa waktu akan menjadi trend kagetan sampai akhirnya masyarakat kita akan jenuh dengan sendirinya.

Ya, bukankah semua itu ada masanya? Nah, berhubung Keong Racun sudah pada khatam lihat video & lagunya kan (saya aslinya juga udah agak eneg sih), sekarang saya mau kasih yang Charice aja ya …

Selamat mendengarkan.. 😉

[devieriana]

Continue Reading

Yiruma : Romantic Melody

Yiruma, sebuah nama yang mungkin masih terdengar asing di telinga sebagian dari kita ya? Tapi siapa sangka kalau sebenarnya dia sudah cukup dikenal di luar sana. Kepiawaiannya mengolah nada menjadi sebuah alunan musik yang cantik membuat namanya melambung & album garapannya terjual laris manis di benua Asia, Amerika dan Eropa.

Yiruma adalah seorang komposer muda lulusan The Purcell School of Music, London. Lahir di Korea, tanggal 15 Feb 1978. Pernah memiliki kewarganegaraan ganda, UK dan Korea, tapi akhirnya sih memilih jadi warga negara Korea. Yiruma sudah mulai bermain piano sejak usia 5 tahun. Bayangkan 5 tahun sudah pinter main piano, saya dulu usia segitu masih mainan karet gelang, bekel, sama congklak.. ;)).

Lagu-lagu ciptaannya sangat melodius, peaceful & romantis. Di youtube hampir semua videonya sudah dilihat oleh lebih dari 2 juta sampai 6 juta orang. Tak heran kalau banyak yang kagum, permainan pianonya yang terkesan biasa saja tapi ternyata sangat menakjubkan. Nggak neko-neko tapi menenangkan banget, karena dia memainkan musik dengan hatinya.

Coba saja dengarkan saja lagu yang satu ini, Love Me :

atau River Flows In You :

Saya langsung jatuh cinta ketika mendengarkan lagu-laguya untuk pertama kali. Jatuh cinta sama gaya bermusiknya yang sederhana tapi indah itu. Ah selera saya memang gado-gado banget sih, nggak ada patokan saya senengnya sama musik apa. Seperti yang pernah saya ceritakan disini. Walaupun selera musik yang saya suka itu sebenarnya yang semi rock macam David Cook – Always Be My Baby, Incubus – Drive, atau musik-musik macam yang jadi OST-nya Smallville dan musik-musik sejenis mereka gitulah, ngerti maksud saya kan? ;). Pokoknya yang nggak yang perempuan-perempuan banget gitu. Tapi nggak menutup kemungkinan kalau nantinya ada jenis musik yang terdengar catchy kayanya saya bakal suka juga *plin-plan* :)) . Intinya sih nggak menutup kemungkinan berbagai genre musik kecuali underground, soalnya nggak ngerti sama musik & bahasanya.

Jadi baiklah, selamat menikmati keindahan musik Yiruma. Mumpung lagi hujan deres diluar. Monggo kalau mau nyakar-nyakar jendela biar semakin menjiwai lagu ini. Saya mau ngemsi dulu di Sekretariat Militer, ada acara pelantikan di gedung sebelah *dadah-dadah* Begini ini kalau ide posting datangnya tiba-tiba, daripada ide terlanjur hilang & terserang males lagi mending saya posting duluan 😀 —-> jangan ditiru ya, harusnya kerja dulu baru ngeblog. Ini ngeblog dulu baru kerja. Heyyaaahh! \m/

[devieriana]

gambar pinjam dari sini

Continue Reading