Kembalinya Si Blackberry

Eh, judulnya berasa kaya film horor nggak sih? “Kembalinya Si Manis Jembatan Ancol” atau “Kembalinya Nyi Blorong” ;))

Aha! Akhirnya si Baby G saya pulih, sudah sehat lagi, sudah pulang ke rumah dalam kondisi sehat wal afiat >:D< . Kemarin saya jemput di Malifax Senayan City sama papahnya anak-anak. Pasti seneng dong ya. Lha ya gimana, wong saya hampir dua minggu saya nggak pegang handphone. Bayangkan betapa aneh hidup saya, betapa sulitnya saya berkomunikasi, betapa sepi & sunyinya dunia saya ~X(  —> super berlebihan!

Dari situ akhirnya saya bisa menjadikan “terapi” ketergantungan saya sama teknologi (baca : smartphone).  Sebenernya kalau dibandingkan sama temen saya, tingkat ketergantungan saya itu masih nggak ada apa-apanya, kami berdua sama-sama pakai BB tapi kalau dia sedetik pun nggak bisa pisah sama BB-nya, kayanya sih emang sudah dilem & diiket sama tangannya dia ;)). Kalau saya masih suka saya tinggal kemana-mana. Pas kerja tak jarang BB saya tinggal di meja sementara sayanya ngider. Kalau dia (berhubung kondisinya lebih berada ketimbang saya) begitu BB-nya error sedikit langsung malemnya beli BB baru. Lha kalau saya? :(( *nangis sambil tolah-toleh*

Sehari dua hari sih masih berasa aneh banget dunia saya yang tanpa alat komunikasi sama sekali. Masih suka halusinasi kaya ada vibrate dari tas atau di meja saya, padahal nggak ada apa-apa. Kadang suka terbawa mimpi kalau saya belum update status di twitter & facebook atau check in di foursquare (asli lebay banget), berasa menjadi manusia yang sangat purba melihat semua pada BBM-an, pada sms atau teleponan sementara sama cuma bisa melintirin ujung taplak atau kadang sambil jalan nunduk trus kakinya nendangin kaleng kosong. Kasian banget nggak sih? :-s :((

Tapi kemarin Sabtu saya jemput si BB saya itu dan menemukan dia dalam kondisi yang sempurna. Padahal saya waktu naruh di Malifax dalam kondisi fisik bocel-bocel di ujung BB-nya, keypadnya keras & huruf  N-nya tidak berfungsi, sering nge-hang mendadak dan beberapa aksi demo dramatis lainnya. Intinya saya selama 2 minggu ini puasa blekberian. Untung nggak ada kerusakan fatal yang menyebabkan saya sampai harus mengganti sekian puluh ribu karena kerusakan yang ternyata disebabkan oleh saya. Padahal dalam hati kemarin saya sudah deg-degan kalau-kalau ternyata kerusakannya disebabkan karena saya pakai BB-nya nggak kira-kira X_X. Makanya selama masa perbaikan saya berdoa sambil wiridan, dan ternyata Allah mendengar doa kaum dhuafa, fakir handphone macam saya [-o< . Blackberry saya diperbaiki & justru dibagusin fisiknya :-bd

Hasilnya adalah :
1. Secara mental saya berubah, saya tidak lagi addict sama handphone karena ternyata bisa “survive” selama seminggu lebih tanpa alat komunikasi, walaupun memang tersiksa banget nggak bisa menghubungi & dihubungi. Apalagi nggak ada handphone yang stand by bisa dipinjem (dijanjikan sama Malifax untuk minjemin tapi kalau ternyata sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan ternyata perbaikannya belum selesai :-w). Mau beli handphone lagi kok ya sayang, apalagi nggak ada yang ngasih pinjeman duit. Jadi mungkin selanjutnya saya akan menggunakan burung merpati sebagai media pengantar pesan singkat.. :-j

2. Segala sesuatu kalau berlebihan itu nggak bagus. Yang namanya buatan manusia itu pasti ada batas kemampuannya. Andai dia bisa ngomong pasti sudah jejeritan sambil nggampar-nggamparin kita. Makanya, gunakan teknologi secukupnya atau sesuai  petunjuk dokter  :-B

3. Lebih berhati-hati kalau punya barang apalagi kalau harganya nggak cuma seribu dua ribu, butuh menabung dulu atau justru dibelikan sama orang lain. Bukan apa-apa, karena belum tentu orang itu mau membelikan kita lagi ;))

Nggak pengen kejadian runyam ini terjadi sama Anda kan? Jadi mulai sekarang, rawat & jagalah barang-barang kesayangan Anda baik-baik, kalau bisa dipigura atau di air keras gitu.. ;))

[devieriana]

Continue Reading

No Blackberry!

Oalah, begini tho rasanya nggak bawa HP, jari-jari tak lagi sibuk menekan keypad, tak lagi sibuk dengan dunia sebatas layar 2.46 inch, tak lagi sibuk update status di twitter, tak lagi seperti orang yang nggak waras lantaran seringkali ngikik sendiri karena baca status teman. Ya saya kembali ke peradaban manusia sebelum mengenal alat komunikasi bernama handphone.

Iya, sejak hari Sabtu si Baby G – sebutan sayang saya untuk si blackberry gemini saya, halah ;)) – terpaksa harus masuk UGDB (Unit Gawat Darurat Blackberry) karena keypad-nya yang kalau ditekan terasa keras (iya kalau empuk namanya bakpau) & huruf N yang tidak berfungsi. Selama ini kalau saya mengetik dengan kalimat yang mengandung huruf “N” selalu dari hasil copy paste untuk mendukung kelancaran ber-BBM dan aktivitas texting lainnya. Kurang tahu kenapa & apa sebabnya yang jelas si Baby G sering error aja akhir-akhir ini. Kasian bangetlah pokoknya.. Saya yang kasian maksudnya.. ;))

Alhasil hari Sabtu kemarin saya membawa si Baby G ke Senayan City untuk di cek & diperiksa jenis kerusakannya. Kenapa disana? Ya karena agent Malifax Indonesia (service resmi Blackberry Indonesia) ada disana. Setelah “curhat” sedikit sama si mas customer service akhirnya diputuskan untuk diajukan klaim saja dulu setelah dipastikan bahwa si Baby G nggak pernah terjatuh parah atau kena air. Tapi kalau toh nanti setelah dicek ditemukan ada cairan ya nanti akan dikembalikan plus kita didenda Rp. 50.000 gitulah. Ya sudahlah tak apa, yang penting masalah tersolusikan, pikir saya, sambil mikir kalau cairan kena cairan apa ya.. 😕

Jadilah mulai hari Sabtu sampai dengan sekarang saya nggak pegang HP samasekali. Bagaimana rasanya? hihihihi, awalnya sih kaya agak aneh aja gitu saya nggak pegang HP, sudah gitu masih sempet-sempetnya kepikiran sama aktivitas dunia maya saya, yang mesti check in di sini-situlah (foursquare), yang seharusnya sudah bisa jadi mayor disini & disitulah, harus update status di twitter atau facebook-lah, chat di gtalk atau YM sama temen-temenlah, atau ber-BBM-ria sama temen yang habis patah hati (halah, nggak penting-penting banget). Pokoknya kegiatan ber-remeh-temeh saya dengan dunia maya itu mendadak harus dihentikan untuk paling cepat 7 hari kedepan, atau paling lama 14 hari! Whaat?! Suami saya malah seneng lho kalau saya jadi manusia abad Flinstones. Malah katanya gini :

“aku itu jadi sayang sama kamu kalau kamu nggak pakai BB. Soalnya kalau kamu pakai BB aku selalu jadi suami kedua setelah BB-mu itu”

Jadi, puaslah dia sekarang saya nggak pakai BB. Walaupun dia bersedia menanggung “resiko” saya nggak bisa dihubungi ketika di jalan atau sedang urgent. Tapi kalau saya lagi di kantor/sudah dirumah & dia masih dikantor, sementara waktu ini komunikasi kami hanya via yahoo messenger. Poor me, huh?!

Tapi ternyata nih ya, setelah 3 hari “puasa” blackberry, nyatanya saya jadi terbiasa juga. Nggak harus diperbudak sama gadget satu itu.. ciih, sekarang aja bisa ngomong kaya begitu ya, coba kalau ada blackberry.. belum tentu ngomong kaya begitu :p. Saya seolah-olah bebas untuk sementara waktu. Jadi lebih konsentrasi aja gitu. Ya kemarin-kemarin saya juga masih tetap bisa konsentrasi, tapi sekarang jadi gimana ya, agak sedikit berbeda aja gitu.. Saya jadi nggak terlalu tergantung sama teknologi.. Tsaaaahhh.. *sisir poni*. Kata suami saya begini :

“Makanya jadi orang itu jangan berlebihan. Pakai blackberry secukupnya. Kalau kamu kan over dosis. Kalau blackberry-mu itu bisa ngomong pasti sudah jerit-jerit dari kapan tahun gara-gara kamu yang over used”

Jadi untuk sementara waktu saya jangan di BBM ya. Nanti, saya lagi mau cari HP cadangan dulu. Doaku untukmu, hai Baby G.. semoga kau baik-baik saja di Malifax ya, jangan nakal, dan semoga cepat sembuh.. Mommy miss you.. >:D<

;))

[devieriana]

Continue Reading

Fungsi atau Gaya?

Dari dulu saya nggak pernah tergoda banget sama yang namanya meng-update gadget. Kalaupun iya di-update itu butuh waktu tahunan, karena selain dulu harga HP masih terbilang mahal, selain itu juga saya lebih memilih fungsi ketimbang meng-update setiap kali ada yang baru. Gila, emang kita konter HP? ;))

Kalau dulu sekitar tahun 2004 Blackberry (BB) masih sangat eksklusif & hanya kita layani penjualannya untuk pembeli kelas premium & corporate, nggak ada tuh dari kita yang tertarik untuk beli. Ya wajar, karena emang masih mahal ;))  Jadi update-nya masih sebatas Nokia, Ericsson dan teman-temannya.

Pernah dulu waktu booming-boomingnya Nokia 36503660, orang sekantor seragam pakai itu semua. Yang berbeda cuma casing-nya saja, selebihnya sama. Sampai-sampai ringtone dengan nada “dari Telkomsel” yang selalu ada di tiap ending iklan Telkomsel juga jadi ringtone khas kami. Jadi kalau salah satu ada yang bunyi yang pasang ringtone itu pada barengan spontan ambil HP, pada ke-GR-an kali aja HP mereka yang bunyi :)). Nggak kreatif ya? Ya kan waktu itu keren banget pakai ringtone itu, handphone belum banyak yang pakai pula. Ceritanya ngeksis :)). Ya kalau sekarang mah udah basbang (basi banget) kali 🙂

Beda jaman, tentu beda trend. Kalau dulu BB masih jadi benda eksklusif dan mahal, sekarang sudah jadi handphone sejuta umat. Bagaimana  tidak, kalau sekarang hampir semua kalangan, mulai pelajar sampai orang kantoran bisa dilihat di mana-mana menenteng BB. Semuanya sama, yang beda tentu saja “sarung”-nya. Mulai yang terbuat dari silikon (ini yang paling banyak),  sampai yang alumunium.

Sampai ada temen yang bilang gini sama saya  :

Temen : ” Kadang bosen ya, dimana-mana liat orang yang nenteng HP dengan sarung warna-warni itu”
Saya : “Maksudnya BB?”
Temen : “Hyaiyalah, apalagi..”
Saya : “Ya udah, jangan diliatlah.. ;)) “
Teman : “bukan gitu, Dev. Kadang gue suka heran liat masyarakat kita itu sebenernya latah atau gimana ya? Kalau ada trend tertentu kenapa semua langsung heboh pada ikutan? Padahal kadang belum tentu trend itu sesuai sama mereka atau gaya hidup mereka..”
Saya : “bisa jadi selain sebagai trend, BB atau smartphone dianggap mewakili gaya hidup tertentu & bagian dari kebutuhan hidup”
Teman : “jadi, sebenernya BB & smartphone itu bagian gaya hidup atau kebutuhan?”
Saya : “butuh karena menjadi bagian dari gaya hidup” :p

Tak bisa dipungkiri bahwa trend handphone ber-keypad QWERTY telah menjadi idola dan perburuan hampir semua kaum dalam kurun waktu 2 tahun ini. Smartphone kini bukan lagi handphone canggih semata, namun lebih dari itu, sudah menjadi bagian dari kebutuhan hidup utamanya masyarakat perkotaan. Kalau dulu kita melihat smartphone hanya digunakan oleh orang-orang kantoran yang levelnya middle management sampai top management, sekarang semua kalangan bisa pakai. Seiring dengan semakin terjangkaunya harga barang & meningkatnya permintaan pasar.

Kalaupun sekarang saya menggunakan BB bukan karena latah, tapi karena kebetulan dibelikan sama suami sebagai kado :p . Kecuali kalau dulu saya dikasih pilihan handphone lain yang lebih canggih ketimbang BB mungkin saya akan pilih Android atau apalah yang mahalan sekalian. Iya dong, kalau ada yang nawarin ya jangan tanggung-tanggung, yang mahal sekalian >:) . Becanda. Bisa dihajar suami nih kalau sampai beneran iya saya kaya begitu :)). Tar habis beli HP canggih nan mahal, besok-besoknya kita puasa :-s . Ya saya sih lebih bersyukur aja bisa ganti HP setelah Nokia 7610 saya menemani selama hampir 6 tahun nggak ganti-ganti sampai bulukan ;))

Tapi ada salah satu temen yang selain menggunakan BB & juga menggunakan smartphone lain dan sekarang ganti ke Android itu mengaku menggunakan smartphone karena memang butuh. Jadi lebih ke fungsi. Wajar karena memang dia selain orangnya mobile juga tergolong makhluk sibuk. Dalam seminggu jadwal seminar bisa penuh banget. Dia kebetulan pengguna BB sejak jaman BB belum se-booming sekarang. Dulu saya pernah di kasih lihat BB-Bb-nya yang sudah tidak lagi dipakai tapi masih disimpan buat koleksi. Kalau soal itu mungkin sudah beda lagi, bukan lagi soal fungsi tapi juga menjadi bagian dari life style. Sama seperti pena Mont Blanc Meisterstück 149 Fountain Pen dengan mata pena terbuat dari emas 18 karat kapan hari ya? 😉

Di luar itu semua, kalau masalah HP saya lebih memilih fungsi ketimbang ikutan trend. Terbukti HP saya yang sudah almarhum itu bisa awet menemani saya selama beberapa tahun. Selain bandel & tahan banting (karena sudah jatuh beberapa kali) dia juga saya anggap masih bisa mengakomodir kebutuhan saya. Selama masih bisa sms & telepon plus gprs/mms, ya sudah cukup. Toh kesibukan saya juga nggak padat-padat banget, pikir saya waktu itu.

Tapi kalau sekarang sih kebetulan fungsi yang ada di BB itu semuanya menyesuaikan dengan kegiatan saya, misalnya twitteran, buat merekam suara saya & mendongeng untuk kemudian saya posting di sini (padahal baru satu doang), belum buat fb-an dan foto-foto =)). Nggak, nggak, bo’ong deng :^o . Sejak pakai BB justru tagihan saya lebih sedikit ketimbang ketika pakai HP biasa. Kalau dulu tagihan bisa sampai 300 ribuan lebih, sekarang dooong.. 299 ribu! Kyaaa, beda cuma seribu doang =)). Becanda. Lumayan bisa setengahnyalah. Karena kan kalau BB sistem pemakaiannya berlangganan & kita mendapatkan unlimited internet access. Trus kebetulan keluarga di Surabaya juga pakainya BB, jadi untuk komunikasi kita pakai BBM (Blackberry Messenger) yang notabene gratisan. Jadi itu salah satunya, faktor ngirit ;;)

Semakin maraknya penggunaan BB kini bukan hanya sebuah trend tapi sudah menjelma menjadi pelengkap gengsi atau status sosial seseorang. Gengsi kalau dia tidak menggunakan Blackberry meskipun sebenarnya dia gak terlalu butuh dengan fitur-fitur yang ada di Blackberry ini. Belum tentu mengerti cara penggunaannya, bagaimana mengoperasikannya, cara cek email, cara kirim email, chatting di BB dan berbagai fitur lainnya yang ada. Dulu saya pernah bilang, “handphone boleh Blackberry tapi kalau nelpon masih juga pakai CDMA dengan alasan biar murah.. “. Mungkin akan dijawab, “Biar gaya harus tetap cermat dalam hal biaya dong!”.

Agree! :p
Tadi siang ada status temen yang unik, “selamat tinggal trackball, selamat datang touch screen!”. Saya yang kebetulan sudah paham sama tingkah lakunya sahabat yang satu itu ya cuma mesem-mesem aja, sampai akhirnya dia mendadak menyapa saya :

Teman : “yuk kapan kita ketemuan? sekalian mau pamer handphone-ku yang baru nih” —> kyaaa, niat banget ya, ketemuan buat pamer ;)). Tapi dia cuma becanda kok 😉
Saya : “iya deh yang sekarang pakai Android. Yuk, mau kapan ketemuannya? Eh, trus BB-nya kamu kemanain mas? BBM kamu aku hapus nih?
Teman : “Jangan dihapus dulu, nanti aku kabari kalau sudah resmi” —> jaah, pakai diresmikan. Jangan-jangan pakai tumpengan sama gunting pita segala nih ;))
Saya : “oke deh. Trus kenapa kok ganti Android? Apa karena BB sudah jadi handphone sejuta umat ya? 🙂 “
Teman : “iya, BB sekarang sudah nggak ekslusif lagi. Aku nggak mau tiap kemana ditanyain nomer PIN. Akhirnya contact list BBM-ku makin banyak”

Oh, ada lagi nih ternyata. Ganti HP karena nggak mau terlalu banyak dikembarin sama orang. Kurang eksklusif katanya 😉 . Okelah, masing-masing pasti punya alasan tersendiri ya.

Nah, kalau pertimbangan Anda sendiri sebelum memutuskan untuk membeli merk & type HP tertentu biasanya karena apanya sih?

[devieriana]

gambar saya pinjam dari sini dan sini

Continue Reading