Know Your Passion!

β€œWe cannot be sure of having something to live for, unless we are willing to die for it…”
– Che Guevara –

—–

Di suatu siang, di salah satu kedai coffee giant di bilangan Pondok Indah, saya merencanakan janji temu dengan salah satu desainer kenamaan Indonesia, Era Soekamto. Tujuannya cuma satu, mentoring dalam rangka penjurian Lomba Desain Seragam Pramugari Citilink. Deg-degan itu pasti, selain karena ini kali pertama saya bertemu dengan Mbak Era, saya belum mengenal karakter beliau secara dekat. Waktu itu, yang namanya mentoring bentuknya seperti apa, saya juga masih belum tahu.

Ngobrol punya ngobrol ternyata Mbak Era ini adalah sosok desainer yang ramah, smart, dan sangat total dengan dunia kerjanya. Pelan-pelan kami ngobrol dari satu topik ke topik lainnya, hingga sampailah kami pada topik inti, know your passion. Ada pertanyaan yang cukup menggelitik.

“Kamu jadi PNS itu beneran pilihan kamu, keinginan orang tua, atau alasan tertentu lainnya?”

Jujur ini bukan pertanyaan pertama yang pernah dilontarkan orang lain pada saya. Semacam pertanyaan umum, gitu. Menjadi PNS memang murni keinginan saya, kok. Memang ada banyak hal yang jadi pertimbangan ketika memutuskan untuk menjadi PNS setelah hampir 10 tahun bekerja sebagai pegawai swasta. Selain ada faktor ketidaksengajaan juga ada unsur iseng-iseng berhadiah ;)). Kalau pun saya masih bisa melakukan kegiatan lain di luar status saya sebagai PNS ya itu bisa-bisanya saya mengatur waktu saja. Karena kebanyakan kegiatan itu saya lakukan di luar hari/jam kerja. Jadi, dari hari Senin sampai dengan Jumat saya bekerja, hari Sabtu dan Minggu saya berkomunitas atau mengerjakan hobby lainnya. Lalu, apakahapa passion saya yang sebenarnya?

Lalu beliau bercerita, di luar sana ada banyak orang yang belum tahu passion-nya sama seperti saya. Mereka “terjebak” dalam sebuah rutinitas atau kegiatan yang menyebabkan orang itu tidak bisa memaksimalkan diri dan potensi yang dimilikinya. Demi alasan ekonomi mereka mencoba bertahan hidup dan menjalani rutinitas yang sebenarnya membuat mereka tertekan. Tapi bagi yang sudah menemukan dimana letak passion-nya, mereka akan mampu memaksimalkan potensi dan kemampuan yang dimiliki, bahkan ada yang tidak segan-segan untuk meninggalkan pekerjaan mereka yang sekarang dan memilih fokus di bidang yang mereka sukai.

Ada juga yang ketika dia sudah menemukan apa passion-nya sampai rela keluar dari pekerjaannya yang sudah mapan di sebuah oil company, dan menjadi seorang full time blogger!Ha? Blogger? Iya, dibelain keluar kerja ‘cuma’ untuk jadi seorang blogger, dan sekarang dia hidup dengan pilihannya itu. Bisa? Buktinya bisa, tuh. Malah dianya sudah ke mana-mana dengan status bloggernya itu. Hal yang mungkin tidak akan bisa dilakukan ketika masih berstatus sebagai karyawan sebuah oil company. Kalau bicara tentang passion, kadang ada hal-hal yang tidak bisa diterima dengan akal sehat. Sampai sekarang pun saya masih belum habis pikir betapa ‘gilanya’ orang -orang yang berani membuat keputusan besar untuk hidupnya. Kalau saya mungkin masih mikir seribu kali untuk membuat keputusan seekstrim itu. Itulah mungkin sampai sekarang saya masih belum tahu passion saya dimana 😐

Ternyata, obrolan tentang passion ini berlanjut dari Mbak Era dengan saya, menjadi saya dengan salah satu sahabat saya yang kebetulan seorang dosen. Dari awal obrolan santai berubah menjadi serius.

Teman: hebat ya orang-orang yang sudah menemukan passion-nya apa dan dimana, really live their life!

Saya: iya, salut sama orang-orang yang sudah berani mengorbankan sesuatu yang buat orang lain pasti mikir 1000x, gila aja kalau mengorbankan/meninggalkan sesuatu yang pokok banget untuk mengerjakan sesuatu yang dia suka dan yang belum tentu mengandung materi (uang), kecuali memang hal yang dikerjakan sebelumnya itu sama sekali tidak mendatangkan kepuasan pribadi…

Teman: but having a chance to educate people with the net is also a good thing to do. Mmmh, btw, kamu tuh kalau aku lihat-lihat anak muda banget ya? ;))

Saya: hmm, kok bisa? πŸ˜•

Teman: you’re really do adore alternative, though you are working in a very formal and protocol office…

Tahukah kalian kalau percakapan ini berakhir dengan saling gondok karena tidak menemukan kata sepakat tentang passion? Saya melihat dari sudut pandang apa, dia dari sudut pandang apa. Kami seolah sedang memperbincangkan sebuah objek dengan dua sudut pandang yang berbeda. Ibarat bicara tentang seekor gajah, saya pegang telinga, dia pegang belalai, dan kami saling ngotot mendeskripsikan seperti apa gajah itu. What a silly thing! ;))

Teman: for me passion kinda very luxurious thing. Common people like me cannot reach that concept. I’m just a common people, dari daerah pula, dari keluarga biasa, dan sekolah di sekolah biasa. Pasti ya ujung-ujungnya kerja. Nyenengin orang tua, menikah, cari duit buat anak sekolah… Udah. Apa lagi yang aku kejar?

Saya: mmmh, tapi.. bukan gitu maksud akuu… :-s *mulai ngerasa beda sudut pandang dengan si teman*

Teman: hehehe, kenapa? dari tadi aku keliatan synical, ya? Hehehe. For me, just several lucky people can live his dream, most of people just adjusting, tolerating, and maybe they can get happines finally…

Awalnya saya memang merasa si teman ini kok ngeyel banget ya waktu berdiskusi tentang passion, dia seolah-olah berdiri sebagai orang yang berseberangan dengan apa yang saya bicarakan. Tapi lama-lama saya mengerti apa yang dia maksudkan; kecenderungan berpikir tentang yang pasti-pasti saja, yang normal-normal saja. Tidak seberapa tertarik dengan apa itu passion. Apalagi sampai meninggalkan pekerjaan utamanya untuk hal-hal yang belum tentu juntrungnya. Padahal bisa saja kan, apa yang dilakukan dia sekarang itulah passion dia. Andai dia tahu, dia bisa memaksimalkan apa yang sudah dilakukan itu, tanpa harus meninggalkan pekerjaan utamanya, kan? Kalaupun ada contoh orang yang sampai meninggalkan pekerjaan demi mengejar passion ya itu kan cuma contoh segelintir orang saja. Nggak semua, dan nggak harus seperti itu.

“Fullfilling dream and things that you called passion is something in life. But not everything. Still so many values which you can always proud about or treasure. But, if you got a chance, then why not? Aku cuman ngerasa udah telat banget buat mengejar apa passion-ku. Or… maybe what am doing now is my passion, mengajar πŸ™‚

Aha! Akhirnya dia menangkap apa maksud saya! \:D/ Tapi sejurus kemudian dia bilang begini:

“Well I’m a father, with three kids. All need care and education. The hell with passion! Sorry, I don’t have any luxurious thing called passion. Maybe I’m nerds, or … I don’t know…”

Lah, kok malah galau?

Ya, saya tahu. Saya mengerti, kok. Setiap orang pasti punya pendapat sendiri tentang passion, tentang bagaimana cara menemukannya, dan lalu menjalaninya secara konsisten sebagai pilihan hidup. Kalau pun toh ada yang memilih untuk menjalani hidup apa adanya ya nggak masalah πŸ˜€

Saya sendiri sebenarnya sampai sekarang masih mencoba menemukan apa dan dimana passion saya bersembunyi. Masih coba-coba mencerna hal-hal yang disebutkan di situs http://ineedmotivation.com. Tapi kalau sampai meninggalkan karier saya yang sekarang kok kayanya belum sampai sejauh itu ya saya mikirnya, karena walau bagaimana pun saya cinta pekerjaan saya yang sekarang.

Kalau kalian, sudahkah kalian menemukan apa passion kalian?

 

 

[devieriana]

ilustrasi: pinjam dari passivemoneytalk

You may also like

12 Comments

  1. Namanya juga passion, urusan cocok dan gak cocok, jadi terkadang sesuatu yang “beda” kalau udah passionnya ya pasti akan dikejar dan dipertahankan πŸ™‚

  2. Ada satu buku yang saya suka berbicara mengenai passion, ditulis sama Rene Suhardono, kalau gak salah bukunya berjudul “Your Job is Not Your Career”. Menarik sekali apabila seseorang sudah klik dengan passionnya, maka apa pun akan dilakukannya untuk mengejar passionnya. Saya jadi inget ketika di perusahaan tempat saya bekerja saat ini melakukan pre-employment assessment test. Hasilnya adalah saya cocoknya jualan, dan bukan berkutat sama mesin xixixixi… To tell you the truth, jualan itulah passion saya. Bertemu dengan orang, meramu sebuah produk menjadi layak jual dan menjualnya dengan bukan saja teknik menjual yang baik namun juga menjaga agar jualan tetap pada koridor syar’i. But, anyway, berhubung kantor saya sekarang bukan butuh Technical Sales Specialist dan butuhnya Technical Consultant.. jadinya terdamparlah saya kembali berkutat sama mesin πŸ˜€ Sabtu – Ahad saya gunakan untuk mengejar passion saya.. jualan πŸ˜‰

    Good wrap up, diskusi yang menarik.

  3. idem sama mbak devi, aku jg masih mencari-cari. masih berasa klo kerjaan n profesi yang ditempuh sekarang belum fully my passion. hope that we can find it soon ^^

  4. kalau menurutku, hidup itu pilihan.
    Passion juga begitu.
    Saya nggak tahu apa itu passion atau bukan. Setelah lintang pukang bekerja menjadi buruh di surat kabar dan stasiun televisi selama belasan tahun, akhirnya saya memutuskan pensiun dini sebelum usia 40 tahun. Saya memutuskan bekerja dari rumah saja. Tadinya nggak tau apa yang mau dikerjakan, cuma tahu kalau saya bisa nulis itu saja.
    Dan, Alhamdulillah sudah setahun lebih bekerja di rumah, senang saja, meski sesekali ada rasa bosan, tapi kalau udah keluar rumah, bertemu teman2, nggak bosan deh:)
    Hadeeh, panjang amat komen saya πŸ˜€

  5. Dear mbak Devi,

    Seingat saya pertanyaan yang paling sering muncul saat saya mulai bosan dengan pekerjaan yang sedang saya lakukan adalah “apa ini yang saya inginkan?”.
    Ujung dari pertanyaan itu selalu sama yaitu procrastinating he he he.

    Bukan hendak menyerah untuk terus mencari passion saya, tapi keutamaan untuk mensyukuri apa yang talah ada pada diri saya lah yang mendorong saya untuk menyetujui kalimat berikut ini: “Kerjakanlah apa yang kau cintai, tapi bila itu belum engkau temukan maka Cintailah apa yang engkau kerjakan!”

    Perjalanan mencari passion itu tidak selalu singkat, kadang sangat lama bagi seseorang untuk menemukan, bahkan sampai ajal datang pun tidak ketemu jawabannya. πŸ™‚

    Jadi, jawaban ‘sapu jagad’-nya, kalau ditanya, “apa passion-mu?” Jawaban saya adalah “SURGA”, karena itu sebaik-baiknya tempat kembali.

    Udah ah, lanjut ketik thesis dulu. (betul khan, ujung-ujungnya pasti procratinating he he he).

    btw, keep the great work!

    Salam,
    Eko Andi

  6. Tiap orang punya tahapan masing-masing.. Tergantung di posisi mana ‘mental’ dia berdiri saat ini,saat mental kita berdiri di atas bukit maka kita akan bisa bilang ‘wow pemandangan ini sungguh indah’ tapi bagi mental yg msh ada di lereng bukit pasti bilang ‘wow gunung ini terjal sekali,boro2 mau naik terus sampe dsni aja uda kram’.. So sebelum berbicara ttg passion,mnrt saya lbh baik mengenali di posisi mana ‘mental’ kita berdiri..

    Buku-buku,motivator,mengajarkan kita kiat-kiat menggapai passion.. Tapi keinginan (kebutuhan) meraih passion hidup dtg dr dalam diri sendiri.. Semacam hidayah,mnrt saya.. Klo ada org2 yg hingga hr ini mengabaikan passion nya anggap saja dia blm dpt hidayah.. πŸ˜‰

    Lalu utk obrolan kak devi dgn slh satu temen (bapak 3 anak) ya mgkn jangan2 bapak itu telah menemukan passionnya yaitu ‘kepala rmh tangga’ yg bertanggung jawab.. Mengutip quote kak che diatas “We cannot be sure of having something to live for, unless we are willing to die for it…” in this case, he (bapak itu)is willing t die for his children..

    tapi saya setuju passion hrs dikenali sedini mgkn,direncanakan target kpn meraihnya.. & satu lg yg jg penting,jgn sampai passion kita mengalahkan responsibility kita bagi org d sekitar..

    *Btw kak devi avatarnya cantik sekaliii di twitter ??? ??? ??? .. ;D

  7. passion itu bukannya lagu GNR mbakyu? atau pasien ya? ol wi nid is jes e litel pesien…

    passion atau idealisme perut adalah dilema buruh kecil dengan anak-anak yang masih kecil macem saya. begitulah

  8. Mirip dengan obrolan saya dengan istri semalam. Semalam istri bilang enak ya si mbak itu kerjanya sesuai dengan hobby-nya, jadi makin sering traveling. Dan saya menimpali begini :”kayaknya ndak ada ya orang yang punya hobby jadi PNS ? Artinya ndak ada PNS yang bekerja karena hobby-nya ya ?”

    Soal passion, passion itu ndak harus sesuai dengan profesi kan ya ?

  9. Mbaaaakkk… “di mana” bukan “dimana” #typocorrectornazy XD

    Entah kenapa, banyak orang di sekitar saya yang bilang kalo “passion” itu punyanya “anak muda”, kalau udah “*merasa* tua”, ya bener itu, “the hell with passion”. Padahaaal… passion itulah yang bikin kita selalu semangat mengerjakan sesuatu. Entah itu cari duit, entah itu cari pengalaman, or even just pursue something that makes him/her happy.

    Ya, buat saya, passion is just that easy, not so bling-bling-very-luxurious-stuff. Saat kamu merasa bahagia saat mengerjakan sesuatu, dan benar-benar ingin mencurahkan waktu dan usahamu, bakatmu, segala yang kau punya, demi sesuatu itu, itulah passionmu, you recognize it or not. Lelah kadang pasti terasa, tapi passion selalu bikin kita survive untuk terus mengerjakannya πŸ™‚

    -panjangnyaaaaaa-

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *