Berbagi Cerita dan Cinta

Hari Minggu tanggal 19 Juni 2011 kemarin bertepatan dengan kegiatan pertama tim Indonesia Bercerita Jakarta. Setelah meeting di Anomali Coffee di hari Jumatnya, kami pun berencana untuk mengadakan acara di sebuah pesantren yang bernama Missi Islam Pusat Jakarta di daerah Rawa Badak Selatan, Koja – Jakarta Utara. Lumayan jauh sih ya, ujung ke ujung karena saya pas berangkat dari rumah mertua saya di daerah Cipayung Jakarta Timur. Pondok pesantren Missi Islam Pusat Jakarta ini menyelenggarakan pendidikan pesantren bagi kaum dhuafa dan yatim piatu secara gratis sejak tahun 1983 dan masih tetap terselenggara hingga kini. Nah, kegiatan kami disana adalah untuk mendongeng sekaligus memberikan hiburan berupa workshop sederhana kepada para santri disana untuk berkreasi membuat dongeng. Ya, itung-itung sambil mengolah imajinasi mereka, gitulah..

Ini adalah kali pertama saya berkunjung ke pesantren. Kami berangkat sekitar pukul 08.30 wib lokasi acara. Karena pesantren yang akan kami kunjungi ini lokasinya agak masuk, terselip  di tengah pemukiman padat penduduk, mobil kami harus parkir jauh di ujung gang karena memang kendaraan tidak bisa masuk ke gang sesempit itu. Tapi entah bagaimana caranya tiba-tiba si Hubby sudah memarkir mobil kami persis di halaman pesantren. Mungkin dia menerbangkan mobil kami ;)).

Pesantren Missi Islam Pusat Jakarta ini sudah berdiri sejak tahun 1983. Oh ya, pesantren ini membiayai seluruh kegiatan operasionalnya secara mandiri dengan pembiayaan infak yang di kelola dari jamaah, pengajian-pengajian, dan para simpatisan. Jadi kalau masih banyak kekurangannya ya wajar, lha wong tidak ada dana :(. Guru yang mengajar disini juga dibiayai dari sumber dana yang sama. Kata si Bapak yang menemui kami kemarin, kurikulum pendidikan yang diajarkan disana adalah murni 100% kurikulum Islam dengan pembinaan aqidah dan akhlak, ada juga kurikulum tambahan mata pelajaran umum seperti matematika, biologi, kimia, fisika dan bahasa Inggris tapi sayang tidak ada gurunya. Katanya sih ada beberapa yang sempat mengajar, tapi seringnya tidak datang mengajar. Entahlah, apa karena waktu mereka yang berbenturan dengan hal lain, atau karena (hanya) dibayar secara sukarela.

Begitu masuk kita sudah dihadapkan dengan pemandangan yang sedikit kumuh. Bangunan 2 tingkat itu semacam bangunan semi permanen, campuran antara tembok dan papan (triplek). Di bawah, ada sebuah ruang yang sedikit lebih besar yang difungsikan sebagai ruang serbaguna. Jika waktu shalat telah tiba ruang tersebut difungsikan sebagai masjid, di lain waktu juga difungsikan sebagai kelas untuk belajar para santri, namun jika sedang ada acara seperti sekarang juga digunakan sebagai ruang pertemuan. Ada hal yang sedikit memprihatinkan, ketika ruangan itu difungsikan sebagai tempat belajar, pemisah “kelas”-nya hanyalah sebuah papan setingi kurang lebih 1,5 meter yang tentu saja jika proses pembelajaran sedang berlangsung di “kelas” sebelah, pasti akan terdengar oleh murid di “kelas” sebelahnya. Bersyukurlah kita yang dulu menjalani proses pendidikan di ruangan dan kondisi wajar dan nyaman.

Kami mendongeng di antara sekat pembatas santri putra dan putri. Kami membawakan dongeng fabel yang berjudul Bella Si Kupu-Kupu. Jumlah santri yang mengikuti kegiatan ini sekitar 37 orang dengan range usia antara 8-12 tahun. Ketika melihat mereka jujur hati saya trenyuh. Baju yang mereka pakai kebanyakan sudah kumal dan kusam, warna putihnya pun sudah pudar :(. Namun semua itu tak melunturkan semangat mereka untuk mengikuti acara kami hingga selesai. Mereka mendengarkan dongeng kami dengan antusias. Ya walaupun sesekali terdengar becandaan di sana-sini tapi secara keseluruhan saya melihat antusiasme mereka mengikuti kegiatan ini adalah karena mereka menganggap ini adalah sebuah kegiatan baru bagi mereka.

Seusai sesi mendongeng, kami pun mulai membagi mereka dalam beberapa kelompok kecil untuk selanjutnya bekerjasama untuk mengkreasikan sebuah dongeng baru ala mereka. Kami membagikan kertas HVS, kertas warna, krayon, pensil, penghapus, dan spidol. Jujur saya sempat meragukan kemampuan mereka dalam mengolah kata, apalagi berimajinasi membuat dongeng. Dengan melihat lingkungan di sekitar tempat tinggal mereka sepertinya kurang memberikan ruang dan kesempatan bagi anak-anak untuk mengembangkan diri apalagi berimajinasi dan berkreativitas. Hmm.. 😕

Namun di akhir sesi mengarang bebas itu, tak disangka-sangka, mereka yang awalnya tampil dan berinteraksi secara malu-malu, ternyata ketika diberi kesempatan untuk maju membawakan dongeng kreasi mereka hasilnya bagus-bagus lho. Mereka bukan hanya mampu membuat dongeng fabel, tapi sebagian besar juga menggabungkannya dengan kutipan ayat-ayat Qur’an/hadist. Pantas saja ketika kami mendongeng, beberapa diantara mereka ternyata bukan hanya sekedar mendengarkan kami mendongeng, tapi juga mengerutkan dahi mengingat-ingat dan saling bertanya pada rekan disebelahnya tentang hubungannya dengan ayat Qur’an beserta artinya. Subhanallah.. Ah, saya jadi merasa kecil dan bersalah sudah underestimate duluan sama mereka.. 🙁

Kami mengakhiri aktivitas hari itu dengan mengumumkan kelompok favorit yang berhasil mebawakan dongeng dengan baik dan memberikan mereka hadiah tambahan selain goodie bag yang berisi perlengkapan sekolah berupa buku dan alat tulis yang kami bagikan ke seluruh peserta workshop hari itu.Ternyata pemberian sederhana kami itu disambut dengan senang hati dan antusias oleh mereka. Oh ya, saya yang kapan hari sempat beli buku dongeng yang entahlah mungkin sayanya yang impulsive, dan belum sempat saya baca, akhirnya saya serahkan buku itu sebagai kenang-kenangan dan bahan hiburan/bacaan bagi mereka.

Alhamdulillah, ternyata saya dan juga teman-teman yang tergabung dalam @IDceritaJKT masih diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk berbagi ilmu, keceriaan, dan sedikit rezeki dengan kaum dhuafa dan yatim piatu .. :). Semoga akan ada banyak kegiatan kreatif dan positif bersama anak-anak lainnya di lain waktu dan kesempatan 🙂

[devieriana]

 

 

dokumentasi pribadi

Continue Reading