Balada Ibu Menyusui

Sebagai ibu bekerja yang menyusui awalnya saya merasa galau, “bisa nggak ya saya tetap memberikan ASI sementara saya bekerja?”. Apalagi selama 2 bulan di rumah ternyata kuantitas ASI saya tidak seperti yang ada di internet (yang walaupun ibu bekerja tetap bisa memberikan ASI yang cukup bahkan berlimpah sampai kulkasnya nggak cukup untuk menampung ASI). Makin galaulah saya 😥 . ASI sih ada, keluar, tapi rasanya kok cuma cukup buat diminum Alea saja, sementara untuk di-pumping hasilnya tidak cukup banyak. Masa iya sekali peras cuma 10-30 ml saja, habis itu saya harus makan dulu supaya ASI saya produksi lagi? Sudah ASI nggak keluar, badan menggendut tak bisa dibendung, huhuhuhuhu… Pengen galau nggak sih? Ah, udah nggak pengen lagi ini sih, tapi sudah galau beneran 😥 . Apalagi ketika Alea mengalami grow spurt, rasanya ASI saya tidak cukup untuk dikonsumsi seharian oleh si mungil ini.

Tapi untunglah masa-masa ASI seret itu berakhir juga ketika saya iseng curhat ke ibu tukang pijat langganan, dan… TARAAA! Dengan seizin-Nya, dengan pijatannya yang lembut ASI saya keluar dengan lancar jaya, sampai saya bengong dibuatnya karena tidak pernah melihat ASI saya sampai seperti itu banyaknya. Agak menyesal juga kenapa baru kepikiran untuk pijat menjelang cuti saya berakhir. Kalau tahu ASI saya bisa dilancarkan dengan cara dipijat sih dari awal Alea lahir seharusnya saya sudah mulai pijat ya 🙁 . Tapi ya sudahlah, apapun itu disyukuri, akhirnya ASI saya lancar juga. Yaaay! Jadi, kalau dulu saya suka mengeluh kalau harus bangun malam dan harus sering menyusui Alea, kini berkebalikannya. Saat menyusui menjadi saat istimewa yang saya tunggu-tunggu. Alea bisa menyusu kapanpun dia mau tanpa saya harus makan dulu supaya ASI saya ada. Ya, itu karena ASI saya sekarang sudah jauh lebih lancar dibandingkan dengan sebelumnya :mrgreen:

Trus, kalau dulu saya bebas mau jalan ke mall manapun, sekarang jadi lebih selektif memilih mall yang akan kami kunjungi. Syarat mutlaknya yaitu, mallnya harus yang dilengkapi dengan ruang laktasi. Karena pernah suatu hari saya ‘terpaksa’ harus nge-mall bertiga (saya, suami, dan Alea) ke sebuah mall di bilangan Gatot Subroto yang sebenarnya saya tahu tidak ada ruang laktasinya. Lah, sudah tahu tidak dilengkapi dengan ruang laktasi kenapa maksa ke sana? Sebenarnya bukan rencana kami akan ke sana sih, tapi karena barang yang kami cari cuma ada di sana, jadi terpaksalah kami pergi ke mall tersebut dengan harapan sebelum Alea minta mimik kami sudah mendapatkan barangnya. Tapi apa daya, justru ketika kami baru saja akan memilih barang yang dimaksud, Alea sudah merengek minta disusui. Kelimpunganlah saya. Meskipun saya bawa nursing apron ke mana-mana tapi tetap saja rasanya kurang nyaman jika harus menyusui di ruang publik. Sementara kalau harus kembali ke parkiran dan menyusui di sana, Alea keburu tambah keras tangisnya 🙁 . Melihat saya dan suami yang sibuk menenangkan Alea sambil celingukan di mana saya bisa menyusui dengan tenang, ternyata Mbak Kasir di toko itu dengan ramah memberi saya bangku dan mempersilakan saya untuk menggunakan salah satu ruang ganti mereka untuk saya gunakan menyusui. Ah, how sweet you are, Mbak… Makasih, ya 🙂

Sejak saat itulah saya tidak mau coba-coba pergi bersama Alea ke mall yang tidak ada ruang laktasinya. Jadi memang saya browsing dulu mall mana saja yang ada ruang laktasi yang nyaman. Oh ya, soal ruang laktasi, dari beberapa mall yang pernah saya kunjungi sejak punya baby, sejauh ini Kota Kasablanka masih menjadi mall favorit karena selain dekat dengan tempat tinggal saya, mereka juga menyediakan ruang laktasi yang cukup besar dan luas. Terdiri dari tiga bilik yang masing-masing menyediakan sofa nyaman di dalamnya serta sederet wastafel dan meja lengkap dengan matras untuk mengganti pampers. Desain ruangannya pun dibuat ceria, terang, bersih, dan nyaman, membuat saya betah menyusui di sana. Belum lagi mbak-mbak penjaganya pun ramah-ramah 🙂

baby's room Kota Kasablanka

Pernah juga sih saya ke mall yang dilengkapi dengan ruang laktasi tapi tidak senyaman Kota Kasablanka. Lampunya sangat redup (malah saya pikir lampunya belum nyala), hanya tersedia 1 kursi (bukan sofa) dengan bilik berukuran sangat kecil, tidak dilengkapi dengan meja untuk menaruh tas/barang-barang bawaan. Ya, cuma ada ruangan yang hampir dikatakan gelap, dengan penutup kelambu, dan satu buah kursi untuk menyusui. Ada juga mall mentereng di Jln. Dr. Satrio yang juga dilengkapi dengan ruang laktasi; secara interior bagus dan sebenarnya cukup nyaman, tapi sayang udaranya pengap, dan sepertinya ruangan laktasi ini tidak banyak. Jadi, baru saja saya menyusui, eh pintunya sudah diketuk karena ada pengunjung lainnya yang juga membawa bayi dan akan menyusui. Sayang, ya? 😐

Faktor kenyamanan ibu saat menyusui sangat menentukan produksi ASI. Hormon Oksitosin yang merangsang sel-sel otot untuk berkontraksi dan mendorong ASI sampai ke puting, dipengaruhi oleh pikiran dan perasaan ibu. Jadi memang situasi dan kondisi hati ibu dan juga lokasi tempat menyusui itu sangat berpengaruh terhadap produksi ASI. Tapi sejauh ini sih saya berusaha mengendalikan pikiran dan hati saya supaya ASI tetap banyak.

Jadi sekarang yang terpenting sebelum memutuskan untuk jalan-jalan bukan lagi ke lokasi/mall yang sekadar untuk jalan/gaul, tapi… ada ruang laktasinya, nggak? :mrgreen:

Uhm, life changes, right? 😉

 

[devieriana]

 

Continue Reading

Ini Soal Kebiasaan

Sebenarnya ini cerita guyonan antara teman-teman kantor. Awalnya gara-gara beli sarapan kebetulan kok ya pikiran & moodnya sama pengen sarapan indomie rebus pake sayur sama telur. Ealah, kok ya sarapannya indomie-indomie juga ya. Rombongan kami berjumlah 5 orang. Sambil menunggu sarapan kami matang, ngobrollah sana-sini, becanda ini itu & setelah menunggu selama 15 menit akhirnya sarapn kami yang terlihat sangat yummy itu tiba (padahal cuma indomie, dirumah juga sering bikin). Kenapa ya kalau dibikinin selalu terlihat & terasa lebih enak dibanding kalau bikin sendiri? ;)) . Gak ah, saya bikin sendiri juga enak kok. Apalagi kalau nggak ada makanan lain, ya wis mau nggak mau makannya ya itu :))

Kalau soal menyantap makanan mungkin saya yang (selalu) paling cepat, sejak jaman jadi callcentre kayanya. Waktu, menjadi hal yang sangat diperhitungkan saat itu. Betapa tidak, semua serba terukur & terjadwal, mau makan, istirahat, shalat ad jadwalnya dan bergantian dalam jumlah tertentu supaya service level tetap terjaga. Ya itulah kalau kita bekerja di bidang pelayanan pelanggan.

Nah kebetulan ada teman yang ketika semua sudah selesai dia belum selesai dan kalau dilihat kok kaya masih utuh ya ;)) .
Teman 1 : ” Pak, kok makannya lama sih?”

Bapak : “yaa.. saya itu kalau makan harus saya kunyah 33x. Devi tuh, diliatin doang sama dia udah ilang lho makanannya..”

Saya : “jangankan makanan Pak, coba bapak periksa di saku bapak, dompetnya masih ada apa nggak?;)) ”

Bapak : “ah bisa aja kamu :)). Lho, iya’i.. dompet saya mana Dev? Tapi iya ya, mungkin Devi dulu karena orang callcentre ya, jadi makan serba terjadwal waktunya..” *sambil mengunyah & keseretan. Ambil minum*

Saya : “ah ya nggak gitu juga kok Pak, awalnya saya dulu pas kecilnya juga makannya lama. Trus tante saya yang suka nggertak-nggertak saya katanya makan itu cepet dikunyah, nanti biar giginya nggak rusak. Nggak tau ya hubungannya apa, tapi ya saya nurut tuh.. ;)) ”

Bapak : “pantes gigi saya item-item, gara-gara makannya lama ya?”

=)) . Itu sih karena bapak jarang sikat gigi aja kayanya :))

Sarapan yang penuh gelak tawa. Belum lagi si bapak itu masih cerita lagi ditengah kunyahan dan tampang kita yang menunggu dengan tidak sabar karena ditengah kunyahan itu diinterupsi dengan tergigitnya cabe rawit yang membuat muka si bapak itu merah kuning ijo menahan pedas :))

Bapak : “kita itu ya.. beda sama pegawai swasta. Kalau swasta kan waktunya sama kaya kita, tapi kerjaan banyak. Jadi makan tuh mesti cepet. Telat dikit aja kerjaan bisa nggak selesai. Nah kalau kita kan waktunya sama tapi kerjaannya kurang, jadi jangankan makan.. minum aja kalau bisa dikunyah 33x..” =))

Aduh ngakak saya dengernya. Konyol banget nih si Bapak. Itu guyonan ala PNS ya. Padahal kenyataannya ya nggak gitu-gitu amatlah. Wong saya aja kerjanya sudah muter kaya gasing kok. Belum selesai ini, sudah datang itu. Belum lagi yang ini urgent minta didahulukan karena mau tandatangan ke pejabat negara. Jadi ya nggak ada diemnya. Siapa bilang PNS (kaya saya) bisa kelayapan ke mall di jam kerja? Nggak bisa :(( . Ah tapi saya nggak jadi PNS atau pegawai swasta juga nggak pernah ngelayap ke mall di jam kerja kok. Serius :D. Karena menurut saya semua itu ada waktunya sendiri. Kapan mesti ke mall, kapan mesti dikantor. Bukan berarti kalau jam pelajaran..eh jam kerja lagi kosong trus main kabur ke mall. Kan semua itu masih bisa dilakukan pas jam pulang kantor.

“ah males lagi Dev, kalo pulang kantor bawaannya pengen pulang, istirahat, ketemu sama anak.. Kalau bisa ke kantor sambil belanja gitu kan enak..”
“ya kenapa nggak kerja di mall aja sekalian? kan enak tiap hari bisa ke mall, hehehe..”

Bukan mau sok tertib sih. Basilah ya kalau saya ngomong tentang ketertiban, hari gini gitu lho. Yang sudah bekerja pasti umurnya juga bukan anak-anak lagi, seharusnya sudah tahu mana yang bagus mana dan mana yang enggak kan? Nggak perlu lagilah didoktrin masalah ketertiban. Semuanya terpulang pada diri sendiri kok. Inget kan, dulu pas kita masih nganggur, ngoyo pengen banget dapat kerjaan. Sekarang sudah dikasih pekerjaan kok bawaannya pengen kabur melulu :p .

Eh, beneran ini nggak nyindir lho 😉 . Saya cuma ingin menggarisbawahi bahwa peraturan memang harus dibikin biar kita punya batasan dan aturan main yang jelas. Tapi soal nantinya setelah peraturan itu dibuat lalu kita mau patuh atau melanggar peraturan ya monggo, terserah pribadi masing-masing aja 🙂 . Toh nantinya reward & punishment juga pasti akan diberlakukan kan? 🙂

[devieriana]

Continue Reading

Late Shopping : Shop Till You Drop

Midnite shopping

Seminggu menjelang lebaran mungkin justru menjadi moment yang lebih menarik dibandingkan dengan hari-hari awal puasa. Kenapa? Ya karena menjelang lebaran yang tinggal dihitung dengan jari justru membuat lebih bersemangat.. bukan untuk beribadah tapi.. memindahkan “tarawih” ke mall. Tentu bukan tarawih dalam arti yang sebenarnya ya.. tapi disini untuk menggambarkan ada excitement yang dirasakan oleh banyak orang untuk berburu baju & sepatu baru plus perlengkapan lebaran dibanding tarawih berjamaah di masjid.

Tarawih di masjid yang di hari-hari awal Ramadhan penuh sesak bahkan jamaahnya harus rela tarawih di luar masjid, di minggu-minggu ini justru (shaf-nya) mengalami kemajuan pesat.. Artinya, memang shafnya benar-benar maju karena berkurangnya jamaah yang shalat lantaran minggu-minggu terakhir Ramadhan ini mereka lebih memilih “tarawih & thawaf” di mall.

Tahun ini adalah tahun kedua saya mengalami & melihat berbagai excitement menjelang lebaran di Jakarta.Walaupun tak jauh beda dengan lebaran-lebaran waktu lalu di daerah saya sendiri. Namun yang pasti keriangan itu beda nuansa. Di Jakarta yang notabene mall-nya ada dimana-mana sudah jelas memberikan kesempatan yang lebih luas bagi penunjungnya untuk memilih, kemana akan menghabiskan sisa uang THR mereka sebelum lebaran tiba.

Kemarin malam sepertinya adalah puncak dari perburuan barang-barang menjelang lebaran. Hujan diskon & penawaran stok model baju-baju baru (atau justru banyakan stok lama yang dikeluarkan lagi dari gudang?). Di beberapa mall di Jakarta bahkan kompak menyelenggarakan nite sale atau 24 hours shopping hanya untuk membuka kesempatan lebih besar bagi pengunjung untuk mendapatkan barang-barang yang dibutuhkan untuk persiapan lebaran.

Rencananya kemarin sebenarnya nggak niat untuk shopping ya, cuma karena harus menunggu adik saya yang kebetulan ada training di gedung Bank Mega Jl. Tendean (TransTV) yang katanya selesai jam 17.00 walaupun nyatanya jam segitu dia belum keluar dari gedung. Alhasil saya ngider dulu bareng suami plus buka puasa sambil nunggu dia selesai training. Nah selama ngider itu, tentu saja nggak cuman ngider ya.. adalah beberapa barang yang kami beli untuk persiapan mudik ke Surabaya. Setelah selesai, malah bingung mau kemana. Karena makin malam mallnya bukan malah tambah sepi malah lebih ramai. Pengunjung berdesak-desakan memilih baju & sesudahnya mereka mulai mengantri di kasir sampai membentuk uler-uleran. Saya saja yang cuma beli anting bulat harga Rp 15.000,- harus rela ngantri di belakang sekitar 20 pengunjung di depan saya. Sabar menunggu beberapa orang di depan saya mengeluarkan barang belanjaannya bertas-tas untuk kemudian menyerahkan lembaran ratusan ribu atau menyodorkan credit card mereka ke kasir yang harus kerja ekstra keras malam itu.

Security-pun mau tak mau harus meningkatkan kewaspadaannya. Lantaran makin malam mall jusru makin penuh. Bahkan di Plaza Semanggi, salah satu mall yang menyelenggarakan acara 24 hours shopping ini, security-nya harus aktif bergerak & mengawasi keadaan di kasir & beberapa spot counter baju muslim yang ramai diserbu pengunjung. Tak heran karena counter & wagon baju muslim-lah yang paling laku kalau mendekati lebaran seperti ini.

Pemandangan yang tak kalah seru adalah melihat para bayi yang pasrah tertidur di baby trolley masing-masing sementara para orangtuanya sibuk memilih & mematut diri dengan baju-baju baru. Bahkan banyak yang tidur kelelahan di gendongan ibu/ayahnya. Kelelahan ikut orangtuanya kesana-kemari, belanja nggak selesai-selesai (gitu mungkin pikiran mereka ya?) .

Moment menjelang lebaran seperti ini, barang dagangan apa sih yang nggak laku? Para penjual berlomba-lomba menawarkan produk baru dengan harga bersaing. Penggunaan kata-kata “discount”-pun merebak dimana-mana. seolah berusaha membujuk para pelanggan untuk belanja lebih, lebih, dan lebih banyak lagi. Di saat-saat seperti ini sepertinya konsumenpun harus lebih berhati-hati. Karena tak jarang konsumen justru bukan malah merasakan yang namanya discount tapi malah tekor nggak karu-karuan. Rasanya perlu lebih bijak dalam melihat kata-kata “discount” ini. Jangan terburu nafsu berbelanja sebanyak mungkin namun ketika sampai dirumah justru merasa menyesal bukan main, lantaran terbujuk kata-kata “murah” karena setelah dihitung-hitung jatuhnya malah sama saja, harganya seperti bukan diskon. Biasanya barang didiskon karena stoknya masih banyak tapi nggak laku-laku (entah karena modelnya kurang menarik, ukurannya besar, atau warnanya yang kurang catchy). Jadi pandai-pandailah memilih barang diskon & jangan keburu lapar mata dengan kata-kata “murah”.

Oia, intermezzo.. di Plangi kemarin saya liat Tompi yang lagi manggung & sempat papasan sama Azis Gagap (Opera Van Java) di parkiran pas saya mau pulang. Tapi nggak ada satupun yang sempat foto bareng 🙁 —> d’ooh.. nggak penting banget ya endingnya?  😀

[devieriana]

 

dokumentasi pribadi hasil recapture brosur Centro

Continue Reading