Rembulan muda tersembul dari balik awan abu-abu. Tersenyum tipis memandangku malu-malu dari kejauhan. Aku membalas senyumnya seraya mengangguk pelan. Sang jelaga malam mulai sibuk menata prajuritnya menggantikan senja yang beranjak menua. Angin mendadak bersahabat, menyibakkan pelan awan-awan kelabu yang menutupi wajah rembulanku..
Bulan menatapku dari balik pendar mata sendunya, melihatku sendiri di padang savana yang sunyi. “Temani aku Bulan”, pintaku dalam bisik, berharap dia mendengarku. Kulihat Bulan tersenyum, mengangguk pelan seraya melambaikan tangannya padaku. Batinku bergejolak menahan suka tiada tara. Tak henti kupandang wajahnya nan indah berseri, pipinya yang ranum, jemari lentiknya yang memainkan ujung selendang warna pelangi. Ah, dia begitu sempurna… Apakah aku jatuh cinta?
Bercumbu dalam khayalan, lalu tenggelam dalam impian indah musim semi. Tatapan mata sayu beradu dalam balutan rindu, meranggas dalam malam yang lengas, diiringi bunyi jangkerik & sekerlip dua kerlip bintang yang menerangi percintaan kami. Hanya ada rasa & bahasa yang sulit untuk diterjemah. Biar sajalah kami yang tahu. Biar sajalah kami yang rasa… Hingga ingin ku hentikan waktu, jangan beranjak pagi…
Namun apa daya, setinggi apapun aku berharap, takkan mungkin ‘ku mampu meraih Bulan warna pelangiku. Terlalu tinggi tuk mengepak sayap ringkihku padanya. Pun jika nanti kepak sayapku tergantikan dengan gumpalan-gumpalan kapas ringan.
Adakah angin akan membawaku pada Bulan warna pelangiku? Atau hanya sekeranjang salam berhias pita rindu yang akan sampai padanya? Entahlah..
Nyata bahwa…
aku hanyalah seekor pungguk yang merindumu…
[devieriana]
gambar dari sini
20 Comments
@zulhaq : ini tema sebenernya bukan masalah rindu kok, tapi masalah kasih tak sampai.. hihihihi ;))
ah…rindu. lama tak ada rasa itu
lah, mau merindui apa dan sapa? 😀
*bukan curcol, mbak*
@clingakclinguk : padahal udah tak pisahin lho, kenapa masih luntur ya? Oh iyaa.. kecampur sama gorden! :))
@wahyusetiarki : dibilangin kelunturan seprei kok, nggak percaya ;))
@Wiwied : hyuk mari sini, belajar bareng. Halah, wong ini juga iseng banget kok ;))
sama halnya seperti kata simbah, kok yo aneh bulan warna pelangi, besok2 klo ngerendem dipisahin ya mbak, biar bulannya ndak kelunturan pelangi :))
eh ini tulisan sudah manis begini kok ya pada rusuh komennya sih?
@Rini bee : halah, jangan ikut-ikutan Mas Stein, itu guyonan jaman dahulu kala :))
Kok ya setau saya, bulan itu warnanya putih je mbak. *masak tahu bumbu pecel* :))
So sweetttt…. mengalahkan Ikke nurjanah dulu… ^-^
::: mba, ajari menulis seperti itu… sangat mendayu dan membuat terlena (ala ikke nurjanah)
::: ini aku ada oleh2 sederhana… ^-^ meski agak ragu, tapi pede aja yah aku beri oleh2nya http://wiedewriter.blogspot.com/2010/05/lukisan-dan-tiga-hati.html
aaaiihh mba… saya baru sadar dirimu memang mirip aura kasih *katanya mastein* 😀
dan tulisannya… cantiiik sekali.. 😀
jadi tersipu2 saya *lho?! :D*
@Queeny : mmh, mau dimiripin juga boleh. Kan ini judulnya persepsi bebas. Jadi ya monggo mempersepsikan secara bebas aja :D. Lha wong ini tulisan iseng pas lagi nganggur kok. Ngeliat gambar burung hantu mendadak ada inspirasi nulis ala metafora gini ;))
merindu itu mirip mirip berharap gak si
katanya manusia itu hidup dari berharap
anw mbak maria mercedes, bahasa penulisannya njenengan banget. jadi inget yang bulan tertusuk anu itu, ilalang
:p
@Cefer : emprikitiew juga deh ;))
@Sendy : oh ya? ;))
salam kenal juga Sendy 🙂
cukup satu kata aja deh mba:
“Prikitiiiiw…!!!”
kalau saya rindu sama si komo, si lumba-lumba sama si nyamuk nakal…hehehehe…rinduu aku rindduuu…..hehe…slm kenal mbak 🙂
@Wong iseng : nganu mbah, kemarin itu dia kelunturan seprei.. :-w
Ini mesti keracunan pecel, bulannya warna pelangi. Makanya kalau udah kadaluwarsa jangan dimakan =))
@Juminten : hihih, makasih say.. Lagi kangen nulis postingan ala metafora begini ;))
uhuhuhu… manis banget mbak, kata2nya… ^^