Rembulan muda tersembul dari balik awan abu-abu. Tersenyum tipis memandangku malu-malu dari kejauhan. Aku membalas senyumnya seraya mengangguk pelan. Sang jelaga malam mulai sibuk menata prajuritnya menggantikan senja yang beranjak menua. Angin mendadak bersahabat, menyibakkan pelan awan-awan kelabu yang menutupi wajah rembulanku..
Bulan menatapku dari balik pendar mata sendunya, melihatku sendiri di padang savana yang sunyi. “Temani aku Bulan”, pintaku dalam bisik, berharap dia mendengarku. Kulihat Bulan tersenyum, mengangguk pelan seraya melambaikan tangannya padaku. Batinku bergejolak menahan suka tiada tara. Tak henti kupandang wajahnya nan indah berseri, pipinya yang ranum, jemari lentiknya yang memainkan ujung selendang warna pelangi. Ah, dia begitu sempurna… Apakah aku jatuh cinta?
Bercumbu dalam khayalan, lalu tenggelam dalam impian indah musim semi. Tatapan mata sayu beradu dalam balutan rindu, meranggas dalam malam yang lengas, diiringi bunyi jangkerik & sekerlip dua kerlip bintang yang menerangi percintaan kami. Hanya ada rasa & bahasa yang sulit untuk diterjemah. Biar sajalah kami yang tahu. Biar sajalah kami yang rasa… Hingga ingin ku hentikan waktu, jangan beranjak pagi…
Namun apa daya, setinggi apapun aku berharap, takkan mungkin ‘ku mampu meraih Bulan warna pelangiku. Terlalu tinggi tuk mengepak sayap ringkihku padanya. Pun jika nanti kepak sayapku tergantikan dengan gumpalan-gumpalan kapas ringan.
Adakah angin akan membawaku pada Bulan warna pelangiku? Atau hanya sekeranjang salam berhias pita rindu yang akan sampai padanya? Entahlah..
Nyata bahwa…
aku hanyalah seekor pungguk yang merindumu…
[devieriana]
gambar dari sini