Sejak akhir bulan kemarin saya harus belajar melupakan dan mengikhlaskan kepergian smartphone saya gara-gara kecopetan di bus sepulang dari diklat beberapa waktu yang lalu. Iya, smartphone yang sudah menemani saya selama kurang lebih 4 tahun ini mendadak raib dari dalam tas. Pffft, padahal sepertinya tingkat kewaspadaan saya sudah lumayan tinggi, tapi mungkin tingkat kelihaian para pencopet untuk menjarah isi tas saya jauh lebih tinggi.
Sore itu bertepatan dengan hari terakhir saya menjalani kegiatan di Pusdiklat Setneg. Dengan langkah cepat dan tergopoh-gopoh menghindari guyuran hujan yang semakin deras, saya bersama seorang teman protokol dari Setwapres langsung menaiki salah satu metromini yang biasa kami naiki dan kebetulan sedang mengetem di pojok perempatan Fatmawati. Sebagian besar bangkunya masih kosong, tapi kami terpaksa duduk di tempat yang terpisah karena kebanyakan sudah diduduki oleh penumpang yang menunggu sebelumnya.
Tak lama bus pun sudah dijejali penumpang. Saya mendekap tas ransel saya, waktu itu saya masih sempat mengirim pesan ke teman di seberang kursi, bilang kalau nanti bayarnya sendiri-sendiri saja, karena biasanya kami suka bergantian membayarkan. Setelah itu saya langsung memasukkan kembali HP ke dalam tas. Selama perjalanan saya juga dalam kesadaran penuh, tidak tertidur. Tapi mungkin keberadaan saya (dan beberapa penumpang lainnya) waktu itu sudah diincar, alhasil ketika turun saya sudah mendapati tas ransel saya resletingnya sudah terbuka di bagian atas dan samping. Beruntung dompet saya tidak ikut terjarah meskipun posisinya sudah mengkhawatirkan karena berada di salah satu kompartemen tas yang resletingnya terbuka tadi :cry:.
Yang saya rasakan saat itu perpaduan antara rasa cemas, sedih, panik, dan menyesal parah. Wajar, karena baru saja kehilangan barang yang sudah setia menemani selama 4 tahun terakhir ini, apalagi itu adalah kado ulang tahun dan saya tahu bagaimana kisah di balik itu, plus harus kehilangan semua kontak yang sudah terkumpul selama 4 tahun ini, sekaligus data-data lain yang belum sempat saya backup dan pindah ke hardisk. Tapi untuk mengharapkan smartphone saya kembali lagi kok rasanya hopeless juga, karena pastinya metromini dan pencopetnya itu entah sudah sampai di mana. Dan entah kenapa kecurigaan saya jatuh pada pria yang tadi duduk persis di belakang saya. Bukan menuduh, feeling saya bilang begitu karena sebelum saya turun dia ‘heboh’ pindah-pindah tempat duduk tanpa alasan yang jelas :|. Tapi, ya sudahlah, mungkin memang sudah waktunya harus ganti gadget yang baru *modus*.
Kemarin waktu meeting dengan teman-teman Indonesia Bercerita, mereka malah share tentang cerita-cerita lucu yang berhubungan dengan kecopetan dan kemalingan. Mungkin kalau menyaksikan atau mengalami sendiri di waktu itu belum tentu bisa sambil cekikikan menertawakan ‘tragedi’ yang dialami, ya. Tapi ketika kita sudah ikhlas dan cerita itu di-recapture ternyata bisa jadi hal yang lucu.
Seperti kisah seorang teman pria yang nyaris kehilangan HP di KRL. Iya, nyaris, karena setelah berdoa, dan dicari sedemikian rupa, HP yang sejak awal cuma disimpan di dalam saku celana sejak sebelum masuk KRL itu tiba-tiba ‘ditemukan’ terselip di sela kaki para penumpang KRL yang berseberangan arah dengan tempatnya berdiri, dan justru diinfokan oleh orang yang sebelumnya dia duga pencopet karena dari awal gerak-geriknya lumayan mencurigakan. Hmmm, agak suudzon sih, tapi kadang memang perlu demi meningkatkan kewaspadaan.
“Mas, HP-nya jatuh tuh, di sana, di bawah kursi…”
Lha iya, kok bisa-bisanya Mas itu tahu kalau itu HP milik si teman, dan kenapa jatuhnya jauh dari lokasi awal tempat si teman berdiri. HP ditemukan dalam kondisi ‘compang-camping’, baret sana-sini karena terinjak-injak penumpang lainnya. Tapi tak urung teman saya itu pun berterima kasih kepada Si Mas Misterius yang ‘menemukan’ HP-nya kembali. Doa orang teraniaya itu memang manjur.
Ada lagi kisah unik teman lainnya yang berhasil merebut kembali dompet dari tangan pencopet tanpa ada perlawanan samasekali dari Si Pencopetnya. Lucunya Si Pencopet malah terbengong-bengong, seolah baru sadar kalau barang jarahannya sudah diambil kembali oleh korbannya :lol:.
Tapi ada juga cerita lainnya. Ada seorang teman yang sadar kalau dia habis kecopetan langsung menangis tersedu-sedu. Bukan karena dompetnya yang hilang, tapi gara-gara tasnya yang berharga sekian juta itu menjadi korban usaha penyiletan para pencopet. Aduh, lagian kenapa harus pakai tas mahal-mahal sih kalau ‘cuma’ naik angkutan umum? 🙁 *simpan tasnya Angel Lelga ke lemari besi*
Namanya musibah/pencurian itu ada saja jalannya, ya? Kita yang sudah berhati-hati masih bisa lengah dan kecolongan. Kejadian kemarin benar-benar menjadi pelajaran berharga buat saya untuk lebih meningkatkan kewaspadaan selama di angkutan/tempat umum, melakukan backup data di HP secara berkala, dan menyimpan barang-barang yang dianggap penting/berharga di bagian tas yang lebih aman dan terlindungi. Semoga kejadian ini tidak terjadi lagi di kemudian hari.
Setelah melakukan blokir sana-sini dan pergantian berbagai macam passwor dan simcard, sekarang saya pakai handphone zaman Patih Gajahmada masih berkuasa. Ya sudahlah, yang penting bisa dipakai untuk sms/telepon. Walaupun diledek teman-teman, apalagi kalau sedang terima telepon,
“Lho, handphone-nya bisa bunyi tho?”
atau
“Ih, itu kan handphone zaman purbakala banget, sebangsa menhir, dolmen, pepunden berundak, sama artefak gitu, Kak”
HIH! Lebay memang. Padahal ya masih merk yang sama dengan smartphone saya sebelumnya walaupun tipenya agak down grade. Tetap bersyukur karena masih ada yang mau meminjamkan gadget ini biar saya tetap bisa dihubungi via sms/telepon.
*elus dada dengan tabah*
*dadanya mas-mas ganteng*
Ngomong-ngomong, nggak ada yang berencana urunan buat beliin saya gadget baru, apa?
[devieriana]
ilustrasi dipinjam dari sini