“The Band…”

music-clipart4-1024x835

Mungkin benar apa kata pepatah, “buah takkan jatuh jauh dari pohonnya…”. Mengapa saya tiba-tiba bilang begitu? Karena saya mengalami hal yang sama. Terlahir dari sepasang orang tua yang memiliki darah seni yang kental, secara otomatis jiwa seni itu pun mengalir deras dalam tubuh saya. Mama yang dulunya adalah seorang penari Jawa klasik dan Papa yang mantan seorang pemain band plus guru musik itu menurunkan bakatnya yang sama persis kepada saya. Apa yang dulu dilakukan oleh orang tua saya di masa muda, sekarang ternyata juga saya lakukan.

Nah, seperti yang pernah saya janjikan di sini saya akan bercerita tentang kegiatan ‘ekstrakurikuler’ saya yang baru. Berasa anak sekolah aja pakai istilah ekstrakurikuler ;))

Beberapa waktu yang lalu saya mendadak direkrut jadi vokalis band kantor. Heran, Kak? Tenang, kalian nggak sendiri… karena saya pun heran sejadi-jadinya. WHY ME? :-?? Lha wong, suara pas-pasan begini kok ya dipungut jadi vokalis; sepertinya teman-teman yang memungut saya jadi vokalis itu sedang khilaf. Mungkin mereka berpikir begini:

“Ya daripada band ini jadi band instrumentalia, ya sudahlah, yang nyanyi Devi ajalah, ya. Kasian… “

Ya, sekadar untuk memenuhi syarat kelengkapan sebuah band aja, Kak 😐

Jujur, bergabung dalam sebuah band sama sekali di luar ekspektasi saya. Band —yang sampai sekarang belum ada namanya— ini terbentuk karena adanya harapan para senior yang ingin anak-anak muda di kantor ini, yang kebetulan punya kemampuan bermusik agar membentuk sebuah band. Ah, mulia sekali harapan para senior ini, ya. Akhirnya, setelah melalui proses rekrut sana-sini, cabut sana-sini, maka pada tanggal 31 Mei 2013 kami bertemu untuk latihan pertama kali \:D/

Awalnya kami sepakat untuk bermain di jalur musik Top 40 saja, karena kami beranggapan bahwa musik-musik jenis ini lebih mudah diterima oleh semua telinga. Namun ternyata dalam perkembangannya, setelah melalui beberapa kali sesi latihan dan pertemuan yang lebih intensif, arah permainan musik kami pun pelan-pelan mulai mengalami perubahan. Yang awalnya bermain di musik-musik Top 40, lambat laun  bergeser ke genre musik jazz, funk, dan swing. Bukan sok-sokan mau nge-jazz ya, tapi ternyata teman-teman ternyata ingin mencoba bermain di jalur musik yang berbeda dengan yang sudah pernah mereka mainkan sebelumnya. Apalagi, menurut mereka vokal saya juga mendukung ke arah pilihan musik mereka. Ah, masa? 😕

Ternyata menjadi anggota grup band itu tidak mudah, karena dalam sebuah band pasti terdiri dari banyak kepala dengan isi, selera, dan keinginan yang berbeda-beda. Selain attitude;  keterbukaan, toleransi, dan komunikasi juga penting;  karena sedikit saja ada masalah yang tidak dikomunikasikan dengan anggota yang lain akan berpotensi menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja.

Setpres
beginilah kalau mereka sedang serius mengulik lagu

Berhubung kami hanya bisa berkumpul di jam-jam pulang kantor (itu pun tidak setiap hari), dan tak jarang karena kesibukan masing-masing kami tidak bisa latihan secara full team, kami pun lebih sering menyambung diskusi melalui BBM, whatsap, dan email. Saya yang biasanya memberikan referensi lagu apa yang akan dipelajari bersama, dan merekam hasil latihan untuk dievaluasi keesokan harinya; dengan harapan ketika kami bertemu di sesi latihan berikutnya lagu lama yang belum kami mainkan dengan sempurna bisa lebih disempurnakan lagi, sedangkan lagu yang baru juga sudah siap untuk dimainkan.

Sebagai band yang masih ‘bayi’, kami tak segan berguru kepada para senior tentang bagaimana cara bermusik yang baik. Sama seperti teman lainnya yang terus mengeksplorasi dan menyempurnakan kemampuan bermusiknya, mau tak mau saya pun harus belajar teknik vokal yang baik dan benar, mengingat suara saya yang masih ‘mentah’, cenderung tipis, dan tinggi :|.

Sejauh ini saya menganggap aktivitas nge-band ini baru sebagai sarana untuk menyalurkan hobby dan mengurangi kepenatan setelah menjalani aktivitas rutin di kantor. Dalam beberapa kesempatan kami sudah sempat ditanya oleh para atasan, apakah kami sudah siap untuk tampil di depan para pejabat/pegawai di lingkungan kami bekerja? Huhuhuhu, jujur, kalau untuk memenuhi tuntutan itu kami antara siap dan belum, Kak :-s. Band kami kan belum sepenuhnya sempurna, kami juga masih harus banyak berlatih agar penampilan kami lebih layak tonton dan dengar, gitu.

Kemarin sempat ‘nekad’ mengisi live music di bazarnya kantor sebelah. Kebetulan saya cuma tampil berdua dengan keyboardis band saya, karena 1 teman sedang sakit, dan 2 orang lainnya sedang dinas. Kalau noise-nya banyak harap dimaklumi ya Kak, namanya juga nyanyi di ‘keramaian’. Berasa lagi di kondangan, ya? ;))

Di balik apa yang telah saya jalani selama beberapa tahun ini, saya bersyukur bahwa ternyata Tuhan memberikan saya kesempatan yang sangat luas dalam mengembangkan minat dan bakat yang saya miliki tanpa harus ngoyo mengejarnya. Senang bisa dipertemukan dengan banyak teman yang memiliki passion, ilmu, dan talenta yang luar biasa di berbagai bidang sehingga saya bisa belajar banyak dari mereka.

Saya percaya bahwa semua ada jodohnya. Bukan cuma untuk urusan hati, tapi juga dalam hal pertemanan, pekerjaan, termasuk di dalamnya berkomunitas. Ya, lagi-lagi semua tentang chemistry. Semoga chemistry yang telah terjalin di antara saya dan teman-teman band ini bisa longlasting, sehingga kami sanggup melalui semua tahapan ke depannya dengan lebih mudah [-o<

Oh ya, sambil menunggu teman yang lain, kami main iseng akustikan di kantor. Kalau kualitas rekamannya terdengar agak ajaib, mohon dimaklumi ya, namanya juga rekaman pakai handphone, Kak ;))

 

[devieriana]

ilustrasi dipinjam dari sini & foto koleksi pribadi

 

Continue Reading

Arif.. Oh Arif..

Malam itu saya masih ada di parkiran Plaza Semanggi ketika ada miscall dari nomor 08563342xxx. Saya pikir salah satu teman saya yang nelpon, mau konfirmasi kalau nomor kartuHALO-nya sudah aktif. Jadi ya udah saya biarin aja, toh nanti kalau dia butuh lagi pasti nelpon.

Sampai dirumah, setelah makan & mandi ternyata nomor itu telpon lagi.  Berhubung tangan masih basah habis nyuci piring akhirnya saya minta tolong suami buat angkatin telpon karena saya pikir teman saya itu lagi yang telpon. Setelah melihat saya selesai berurusan dengan piring-piring itu akhirnya dia mengangsurkan telpon ke saya, “bukan dari Lukman nih.. katanya dari Arif..”.
Sayapun menerima telepon sambil berusaha mengingat-ingat Arif mana yang “tumben” nelpon saya.

“halo..”, jawab saya.
“Halo, mbak Devi?”, sahut suara diujung sana dengan logat Suroboyoan
“he-eh.. siapa ini?”
“aku Arif, mbak..”
“oh.. ya, ada apa Rif?”, jawab saya sambil berusaha loading mengingat Arif siapakah ini.
“Iku lho mbak, aku arep takon, sampeyan wingi mari nggawe SPK, trus sampeyan deleh endi file’e, Mbak?”
(Itu lho mbak, aku mau nanya, kamu kemarin habis bikin SPK , trus kamu taruh mana file-nya, Mbak?)

” eh.. SPK? SPK yang mana ya? “, tanya saya bloon
” itu lho, SPK yang kemarin disuruh bikin..”
” kemarin.. disuruh bikin SPK? eh, SPK itu apa sih?, jawab saya makin bingung
” halah, SPK-SPK mbak.. yang kemarin disuruh bikin sama Pak.. (dia menyebut nama, tapi saya udah lupa) itu lho. Sampeyan taruh mana? Udah selesai kan?”, jawab suara diseberang sana berusaha menjelaskan.

” bentar deh, ini Arif mana sih?”, tanya saya curiga
” halaah mbaak.. ini aku Arif, Arif.. Arif PLN! Mosok sampeyan nggak kenal sama aku..”, jawab si Arif berusaha membuat saya kenal sama dia
” Arif PLN? “, tanya saya masih belum loading..
” iya, masyaalloh rek mbak Devi iki.. Aku Arif mbak, lantai tigaa..”, jawabnya makin gemes
” Arif, lantai TIGA?! “
” iya.. aku kan sering ke tempatnya sampeyan tho. Wis inget ta?”

” enggak.. 🙁 “, jawab saya polos
” sik..sik bentar.. tapi iki bener mbak Devi kan?”, tanyanya mulai ragu
” iya..aku Devi “
” sampeyan sekretaris’e Pak.. (dia menyebut nama lagi), bukan?”
” bukan, hehehhe..”, jawab saya cengengesan
” woalaaah.. pantes nggak nyambung. Tak kirain mbak Devi yang sekretaris. Nomer’e sampeyan tadi aku langsung copy dari HPnya si Erfan. Mungkin sampeyan yang kenal sama Erfan ya?”

” Emh, Erfan mana ya? kayanya kok enggak juga ya..”, jawab saya makin geli
” waduh mbak.. sepurane ya.. salah sambung nih kayanya.. Maaf ya mbak..”
” iya, gapapa.. “
” monggo mbak..”
” monggo..monggo..”

KLIK ..

Habis nutup telpon saya jadi cengengesan sendiri. Salah sambung kok nyambung. Erfan ini Erfan yang mana? Kenapa ada nomor HPku di HP-nya dia ya? Trus, kenapa salah sambung itu saya tanggepin? ya karena saya memang Devi. Dan kalau mendengar suaranya kok kayanya agak familiar & dia ngotot kenal sama saya. Udah gitu logatnya Suroboyoan pula, jangan-jangan saya kenal sama dia tapi sayanya yang lupa. Nanti kalau saya lupa kan nggak enak, kalau dibilang ngelupain temen.. :p

Dan nyatanya..
.
.
.
.
.

Saya emang nggak kenal.. 🙁

 

*hayo siapa anak PLN yang namanya Arif yang nanya-nanya SPK sama saya? :))

 

 

[devieriana]

Continue Reading