Balada Cincin Berlian

diamond ring

Di suatu siang, di tengah kesibukan saya menyelesaikan berkas yang menumpuk di meja, tiba-tiba smartphone saya berbunyi lirih. Sepintas terlihat nama seorang teman dari biro sebelah. Hmm, tumben dia bbm; biasanya jarang banget kalau nggak ada perlu/nanya sesuatu ๐Ÿ˜€

Teman: Hei, Mbak… Kamu suka cincin, nggak?

Saya: Hmm, suka… Aku suka pakai aksesoris-aksesoris gitu. Cincin apaan?

Teman: Nah, kalau gitu kebetulan banget dong, aku ada cincin berlian nih, Mbak. Mbak mau nggak? hehehe….

WHAT?! Siang-siang begini tiba-tiba ditawari cincin berlian? ๐Ÿ˜ฎ

Saya: Bentar, bentar, kamu ini nanya, mau ngasih, apa mau jualan? :mrgreen:

Teman: Hihihihihik, mbak mau liat nggak? Ada sertifikatnya kok, Mbak….

Saya: Wah, jualan nih kayanya ๐Ÿ˜†

Teman: Kinda, Mbak :lol:. Ya, namanya nyoba bisnis kecil-kecilan, Mbak…

Saya: Kalau bisnis berlian aja disebut bisnis kecil-kecilan, gimana bisnis gede-gedeannya? Jual langsung di tambangnya kaya grosiran gitu? ๐Ÿ˜†

Teman: Cuma bantuin bisnisnya mertua aku, Mbak…

Saya: Kamu tuh, mbok ya kalau nawarin berlian itu ke ibu-ibu deputi, Bu Menteri, atau ibu-ibu pejabat lainnya gitu. Nawarin berlian kok ke staf Kepala Biro. Udah gitu nawarinnya nggak pakai kira-kira, yang paling gede pula berliannya ๐Ÿ˜†

Teman: Hahahahak, kemarin aja aku bawa 6 buah ke kantor, cuma sisa 1 yang paling besar dan paling bagus. Menurutku sih modelnya ok banget!

Saya: Laris amat? ๐Ÿ˜ฎ Emang harganya berapaan sih? Bisa dicicil lewat koperasi, nggak? :mrgreen:

Teman: Murah kali, Mbak. Dari mertua aku harganya 22,5 juta. Mbak mau ambil berapa? Buat mamanya Mbak juga gapapa, kok. Kemarin aku bawa cincinnya lengkap, tapi aku lupa mau nawarin ke Mbak ๐Ÿ˜€

Eh, buset dah ya, demi apa siang-siang begini ditawari cincin berlian seharga dua puluh dua setengah juta? Habis beli berlian trus saya harus puasa, gitu? ๐Ÿ˜ฎ

Iseng saya cerita ke salah satu teman di kantor yang kebetulan mengurusi masalah simpan pinjam di kantor, beliau komentar,

“Kan kalau pinjaman yang kemarin di-approve masih ada kembaliannya tuh, Dev. Udah, beli aja! Cuma 22,5 juta ini! :mrgreen:”

Hih, kompor!

Lain lagi dengan komentar salah satu teman saya yang pecah tawanya seketika mendengar saya ditawari cincin berlian seharga 22,5 juta itu.

“Nah, berarti menurut dia kamu itu potential customer, Mbak….”

Oh, gitu ya? Jadi gimana? Perlu nge-print duit sekarang nggak nih?
๐Ÿ˜†

 

[devieriana]

 

ilustrasi dipinjam dari sini

Continue Reading

Balada Kartu Nama..

“Kamu punya kartu nama nggak, Mbak?”
“hehehe, enggak..” *cengengesan*

Setiap kali ngumpul di sebuah forum atau lagi ngobrol sama orang baru, tak jarang yang namanya kartu nama (business card) pasti ditanyakan. Seperti biasa kalau ditanya tentang kartu nama pasti jawaban saya ya kaya begitu. Lha ya gimana, emang nggak punya kok. Dulu jaman saya SD & SMA justru punya, mulai label stiker (dari model yang agak kecil sampai yang lebar) dan kartu nama dipesenin sama si Papa, tiap kali habis pesen lagi. Kalau dipikir-pikir saya itu kecil-kecil aja sudah gaya.. Nggak ngapa-ngapain tapi punya label & kartu nama. Ironisnya pas sudah jadi mahasiswa & karyawan justru malah nggak punya ;)). Hmm.. kemunduran kayanya ya? :p. Eh, pas kerja pernah punya denk, dipesenin sama kantor waktu jaman saya masih kerja di Telkomsel dulu. Itu juga cuma satu box. Ya iyalah masa mau dipesenin satu kontainer?

Setelah satu box itu habis saya nggak pernah punya lagi. Ya kebetulan saya nggak terlalu banyak in touch sama orang yang urusannya sampai perlu harus bertukar kartu nama sih ya. Pekerjaan juga sebatas stafย  back office yang nggak mewajibkan sampai harus punya kartu nama. Kebetulan juga nggak punya usaha yang butuh promo sana-sini.ย  So, lengkaplah sudah alasan saya untuk nggak punya kartu nama kan ya? ;))

Kalau sekarang sih kadang sempet punya keinginan punya kartu nama, secara karir sudah tetap, punya blog, nomer hp yang nggak pernah ganti-ganti, email yang terus aktif, dan sebagainya (biar banyak :p ). Tapi mikir lagi, nanti saya kasih ke siapa ya, karena jaman sekarang orang sudah jarang bertukar kartu nama sih, kecuali untuk kepentingan bisnis. Yang paling sering justru tukar menukar pin BB atau alamat email :D. Ya nggak tahu lagi kalau suatu saat nanti blackberry sudah punah orang bakal tukar menukar apa. Pin ATM kali ya? ;))

Pernah di suatu forum formal seminar keuangan, kebetulan saya diajak sama sahabat financial planner saya yang waktu itu diundang sebagai pembicara di sebuah acara seminar keuangan di Surabaya. Semua yang hadir kebanyakan petinggi perusahaan, ya iyalah wong penyelenggaranya Asosiasi Manajer Indonesia. Jiper? Iya.. soalnya saya berasa paling muda, paling ijo diantara para bos-bos yang berpenampilan eksklusif, berasa paling stafย  & yang paling nggak prepare apa-apa. Lha ya memang saya datang karena diajak langsung sama temen saya itu. Dia datang lengkap pakai jas. Saya ya apa adanya baju mau ke kantor yang semi formal tapi rapi. Yang lainnya datang harus bayar, saya datangnya gratis, itu pun juga nyaru jadi asisten temen saya itu dengan gaya sok sibuk :)). Ya (sok) ikutlah saya nimbrung dalam obrolan ringan mereka. Hingga sampailah pada sesi tukar-menukar kartu nama. Waktu itu Blackberry belum sebooming sekarang sih, jadi ya banyak yang punya & kebanyakan dibawa dalam sebuah tempat yang eksklusif. Buat mereka kartu nama itu salah satu gambaran diri mereka, bagian dari harta benda sekaligus modal utama menjalin relasi dengan klien. Saya cuma bisa cengar-cengir manis ketika bilang :

“maaf, saya nggak punya kartu nama..”.

Kalau sekarang kok kayanya jadi kepikiran bikin kartu nama ya. Walaupun entah nanti terpakai atau nggak. Siapa tahu nanti saya jadi orang penting, atau punya usaha yang perlu dipromosikan, kan jadi nggak perlu bingung-bingung lagi soal kartu nama ya.. ๐Ÿ˜€ *sisir poni* . Untuk sekarang ini ya setidaknya biar kalau ditanya punya kartu nama atau nggak saya bisa kasih ke mereka, gitu ;))

[devieriana]

Continue Reading