Kemarin siang, saya ngobrol dengan salah satu teman di kantor, sambil makan siang. Obrolan tentang berbagai topik, mulai dari hasil diklat service excellent kapan hari yang seru banget, sampai membahas warna cat tembok yang punya pengaruh psikologi. Dari sana obrolan jadi berkembang ke masalah anak. Si teman yang sudah dikaruniai dua orang putri yang lucu-lucu itu bercerita tentang perkembangan dan aneka kelucuan putri-putrinya terutama si bungsu yang kini sudah berusia 2 tahun. Diceritakan, Si Bungsu lagi hobi-hobinya menikmati koleksi lagu anak yang banyak di-download ibunya dari youtube. Koleksi lagunya pun bermacam-macam, kebanyakan berupa lagu berbahasa Inggris berdurasi 2 menitan dan terdiri dari 4 sampai 5 baris kalimat yang diulang-ulang.
Nah, ngomong-ngomong tentang lagu anak, bagi kita yang hidup di era tahun 1990-an pasti sempat akrab dengan berbagai lagu anak, ya? Di tahun itu memang sedang marak-maraknya artis cilik yang tampil dalam format solo maupun group. Masih lekat dalam ingatan kita penampilan Joshua, Enno Lerian, Bondan Prakoso, Tina Toon, Kak Ria Enes dan Boneka Suzan, Trio Kwek-Kwek, dan masih banyak lagi artis cilik lainnya. Kebanyakan melodi dan lirik lagu-lagu mereka dibuat sederhana, lucu, dan bercerita khas dunia anak. Dandanan mereka pun jauh dari kesan dewasa sebelum waktunya. Di tahun 1990-an itu pula di berbagai toko musik masih bisa dengan mudah kita dapatkan koleksi lagu anak dalam bentuk CD atau kaset.
Lagu anak sempat mengalami perubahan format menjadi lebih ‘serius’ ketika Sherina mulai masuk ke pasar lagu anak dengan suara vibranya yang diiringi dengan musik orkestra. Pasar lagu anak yang saat itu mulai jenuh mulai bangkit kembali dengan kehadiran format lagu anak ala Sherina. Dari situ mulai bermunculan penyanyi-penyanyi anak dengan format yang mirip dengan Sherina, walaupun tidak se-booming Sherina.
Nah, setelah era Sherina ada siapa? Rasanya lagu-lagu anak pelan tapi pasti mulai ‘hilang’ di pasaran. Entah karena memang pasar yang sedang jenuh, sedang mencari format musik yang baru, atau ada faktor yang lain. Kalau sekadar ingin menjadi penyanyi cilik sih saya rasa peminatnya banyak, tapi mereka akan tampil dengan format seperti apa? Adakah sesuatu yang baru dan segar, yang bisa ditawarkan kepada pasar musik anak?
Di sekitar tahun 2011 – 2013 dunia musik Indonesia mulai dimarakkan dengan kehadiran berbagai musik ala Korea. Rata-rata mereka tampil dalam format grup beranggotakan banyak orang, rambut yang dicat warna-warni, kualitas vokal yang rata-rata (tidak terlalu istimewa), dilengkapi dengan dance. Berhubung kebanyakan mereka tercipta secara instant maka kualitas mereka pun (IMHO) tidak seberapa bagus.
Nah, di antara kemunculan para artis remaja yang berambut warna-warni dan jago dance dengan suara yang tidak seberapa istimewa itu, Coboy Junior turut meramaikan panggung musik Indonesia. Awalnya sempat bingung juga, Coboy Junior ini digolongkan sebagai grup vokal lagu anak atau remaja, ya?
Mengingat usia mereka yang termasuk anak-anak tanggung. Kalau niatnya masuk sebagai group vokal anak kenapa tidak masuk ketika mereka masih anak-anak sekali, walaupun kalau ditilik dari segi usia mereka masih bisa digolongkan ke dalam usia anak-anak. Tapi kalau secara format lagu, sepertinya lagu mereka bukan diperuntukkan untuk anak-anak, melainkan untuk para ABG. Tapi uniknya, kehadiran mereka mencuri perhatian anak-anak (bahkan orang dewasa pun menyukai lagu mereka yang ear catching). Terbukti, anak-anak balita pun dengan fasih menyanyikan lagu mereka sekalipun belum paham arti syairnya. Ya maklum, setiap hari yang diperdengarkan di TV atau radio ya lagu-lagu ini, sehingga mau tak mau anak-anak pun lama-lama hafal.
Ada adegan lucu yang terjadi dalam sebuah wawancara di sebuah talk show yang dipandu oleh Sarah Sechan. Awalnya Sarah meminta si bintang tamunya itu untuk menyanyi sebuah lagu, dan anak itu bilang akan menyanyikan lagunya Cakra Khan; Tak Mungkin Bersatu. Melihat tayangan itu saya sempat mengernyitkan dahi juga, kok balita nyanyiannya lagu Cakra Khan, ya? Emang ngerti? Tapi di sinilah kelucuan bermula:
“Kamu barusan nyanyi lagu apa? Lagunya Cakra Khan atau Coboy Junior, sih? | Coboy Junior | Tadi ada kata-kata ‘cinta’-nya, emang tahu artinya cinta? | Tahu. Cinta itu… mmmh… temennya Coboy Juniooor… | Oooh. Trus, kalau bidadari? | Sama, temennya Coboy Junior jugaaa…”
Nah, kalau itu sih masih ada lucu-lucunya, ya. Beda lagi dengan tayangan di salah satu stasiun televisi yang (kalau tidak salah) waktu itu dipandu oleh Omesh. Dalam tayangan itu ditampilkan anak-anak yang dandanan dan gaya busananya sedikit ‘dewasa sebelum waktunya’. Tapi saya sempat berpikir positif sih, ah… mungkin cuma dandanannya saja, siapa tahu lagunya masih lagu anak-anak. Tapi harapan saya pupus seketika, saat melihat salah satu dari mereka menyanyi lagu dangdut Oplosan, ditambah dengan goyang pinggul patah-patah. Duh!
Anak-anak sekarang miskin lagu anak. IMHO, lagu bagus itu tidak harus yang digarap secara rumit dan dinyanyikan dengan vokal yang ‘akrobatis’, tapi yang penting adalah ada muatan positif di dalamnya, dan anak-anak bisa dengan fun menyanyikannya.
Semoga akan segera ada lagu-lagu khusus untuk anak, yang dibawakan oleh anak, yang berpenampilan sesuai dengan usianya, bukan dewasa sebelum waktunya. Itu sih harapan sederhana saya 😀
[devieriana]
sumber ilustrasi dipinjam dari sini