Masuk majalah TEMPO bersama Ngerumpi

Situs Lokal Berlomba Membangun Situs Curhat

Senin, 10 Agustus 2009 | 09:34 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta – Sebulan belakangan ini Devi Eriana Safira makin bergairah mengelola blognya di wordpress.com. Tulisan-tulisan yang ia publikasikan lewat media daring (online) itu saban hari dibaca dan dikomentari puluhan narablog (blogger). Padahal, hingga pertengahan bulan lalu, ia sudah sangat bersyukur jika ada sepuluh orang saja yang merespons artikelnya. “Sekarang dalam sehari bisa mencapai seratus orang yang membaca tulisan saya,” kata perempuan 31 tahun ini. Bukan hanya blognya yang ramai dikunjungi. Ia juga mendapat ratusan teman baru lewat media bincang-bincang, seperti Yahoo! Messenger, dan jejaring sosial Facebook.

Popularitas Devi dan blognya meroket sejak ia bergabung dengan Ngerumpi (http://ngerumpi.com), situs vertikal yang menjadi ajang berkumpulnya para peselancar dunia maya yang tertarik dengan isu seputar perempuan. Situs vertikal adalah situs web yang membahas satu topik khusus saja (niche), seperti olahraga, otomotif, gaya hidup, teknologi, atau kuliner.

Di situs itu, hampir setiap hari Devi memuat tulisannya, dan selalu mendapat respons dari anggota situs. “Teman-teman di situs inilah yang kemudian juga membaca blog saya. Rasanya asyik melihat tulisan saya dikomentari,” kata Team Leader Quality Assurance Telkomsel itu. Buat Devi, situs itu seolah menjadi ajang menunjukkan eksistensi diri sebagai penulis.

Ngerumpi diluncurkan pada 26 Juni lalu. Saat ini anggotanya sudah 500 orang. Situs ini didesain dengan konsep web 2.0. Anggotanya–disebut “user”–bisa berdiskusi dan berbagi tentang hal yang berkaitan dengan perempuan, seperti dunia kerja, gaya hidup, keluarga, kesehatan, lajang, dan soal seksual. Tak cuma kaum Hawa, laki-laki pun bisa menjadi anggota situs ini. “Para pembaca laki-laki boleh berpartisipasi dan menyumbangkan suara, saran, dan opini, bahkan bantahan,” kata Silly, salah satu pengelola Ngerumpi.

Situs yang menjadi ajang tukar pendapat para anggotanya ini merupakan salah satu situs vertikal yang dibuat di Tanah Air. Beberapa bulan sebelum Ngerumpi, situs vertikal yang membahas hal-ihwal politik telah hadir, yaitu Politikana (http://politikana.com). Situs hasil kerja sama dengan Tempo ini muncul menjelang pemilihan umum legislatif, awal April lalu. “Pemilihan umum memang momentum tepat untuk peluncuran situs kami,” kata Enda Nasution, pengelola Politikana. Meski yang dibahas di situs ini tak melulu soal politik dan kekuasaan, hingga seratus hari usianya, anggota Politikana sudah sekitar 4.000 orang.

Situs vertikal teranyar adalah Curi Pandang (http://curipandang.com), yang baru diluncurkan pekan lalu. “Curi Pandang adalah situs yang membahas dunia entertainment,” kata Anindhita Maharrani, pengelola Curi Pandang. Tapi isinya diharapkan menjadi lawan dari berita hiburan di media tradisional. Maksudnya, sementara kebanyakan media gosip melihat artis dari sisi negatif, Curi Pandang justru dari sisi positifnya. Kalaupun ada tulisan berupa kritik, itu demi perbaikan artis yang bersangkutan.

Seperti halnya dua situs pendahulunya, Curi Pandang merupakan ajang bertukar pikiran dan kabar yang isinya disumbang oleh para anggota. Tiga situs tersebut memang sama jenisnya karena dikelola oleh tim yang sama, PT Inmark Digital Marketing.

Berbeda dari situs web lainnya, situs vertikal yang berbasis web 2.0 itu tergolong sebagai situs user generated content (UGC). Artinya, isi dan aplikasi web dibuat oleh anggota. Di situs ini pengguna dapat menerbitkan tulisan dan analisis secara langsung, dan gratis. Situs UGC mengizinkan pengguna bertindak sebagai moderator (user moderated content). Setiap tulisan dapat diberi rating oleh semua pengguna. “Rating tersebut secara otomatis menentukan posisi artikel di kolom utama di halaman home (artikel utama) sehingga tidak ada otoritas editor,” kata Enda Nasution, yang juga seorang narablog terkemuka.

Tentu saja itu bukan berarti semua tulisan bisa masuk bebas. Tetap saja tulisan yang, misalnya, berbau pornografi atau mencela suku dan agama tertentu bakal ditendang dari situs ini. Menurut Enda, para moderator bertugas memastikan tulisan yang dimuat tidak mengandung hal-hal yang dikhawatirkan tersebut. Kalaupun ada yang lolos, bisa dipastikan artikel itu bakal mendapat rating buruk dari pengguna lain sehingga hilang dari peredaran. Moderator juga harus mempertimbangkan keberatan user atas suatu artikel yang dianggap tidak layak muat karena isinya fitnah belaka.

Hal yang mudah muncul dalam situs vertikal, seperti Politikana, adalah ketidakberimbangan karena moderator tidak memiliki otoritas menghapus naskah yang berisi dukungan kepada satu pihak. Untuk mengimbangi suara populer yang muncul di kolom utama, moderator menghadirkan penulis tamu dari kalangan praktisi, akademisi, dan figur publik lain yang ahli. Mereka ini bertindak sebagai narasumber. “Kami juga menampilkan artikel-artikel pilihan yang tidak populer tapi penting untuk menyeimbangkan pandangan di Politikana lewat fitur pilihan moderator,” kata Enda.

Situs vertikal memang menarik bagi pengguna karena keleluasaan untuk mengisi content, dan walhasil menempatkan pengelola web hanya sebagai penyedia media. Sebelum tiga situs vertikal versi lokal itu, sejumlah web UGC sudah lebih dulu mengorbit, seperti Flickr, yang penggunanya memproduksi content berupa foto; YouTube, untuk pengguna yang memproduksi content berupa video; serta aplikasi jejaring sosial seperti Friendster dan Facebook. Yang belakangan itu merupakan bukti betapa web kategori UGC sangat diminati. Hingga awal Agustus ini, pengguna Facebook di Indonesia lebih dari 7,8 juta.

Rama Mamuaya, narablog yang rajin mencatat perkembangan dunia Internet di Indonesia, menilai kemunculan situs-situs vertikal merupakan efek dari kian banyaknya pengguna Internet di Indonesia. Jumlahnya sekitar 31 juta. “Mereka selalu ingin mencoba sesuatu yang baru, termasuk kalau ada situs jenis baru,” kata Rama, yang juga pemilik situs Daily Social (http://dailysocial.net). Kelak, menurut dia, bukan tak mungkin dari situs vertikal ini akan muncul komunitas-komunitas kecil dan khusus, misalnya pencinta sepeda, animasi, dan komik.

Sebagian orang menganggap situs vertikal lebih menarik dibanding forum-forum diskusi yang berbentuk mailing list. “Karena enak dilihat dan ada sistem rating untuk melihat daftar penulis terbaik,” kata Venus, pengelola Ngerumpi. Fitur seperti rating dan penempatan artikel utama yang berdasarkan pilihan pengguna membuat orang tertarik bergabung dan terpacu menulis. Venus yang di ranah daring dipanggil sebagai Simbok itu mengatakan jumlah 500 anggota Ngerumpi jauh di atas harapannya. “Pada minggu-minggu awal, hanya saya dan Silly yang mengisi situs ini bergantian dan saling mengomentari, ha-ha-ha…,” katanya.

Sekarang, begitu Ngerumpi mulai dikenal dan anggotanya bertambah, Silly dan Venus justru kerepotan karena harus memelototi tiap naskah yang tayang. Dalam satu hari rata-rata ada 25 tulisan yang dikirimkan anggota.

Di Politikana lebih banyak lagi. Menurut Enda Nasution, saban hari ada 40 artikel yang tayang. Jumlah ini tentu bakal jauh lebih banyak lagi karena para penulis terus terpacu untuk membuat tulisan. Apalagi bagi penulis yang memanfaatkan situs ini sebagai ajang berbagi pengalaman dan ingin terus belajar menulis seperti Devi Eriana Safira. “Saya menulis begitu ada ide, dan langsung mem-posting,” katanya.

Adek Media

sumber : dari sini

Continue Reading