Betapa Padatnya Hari Ini..

busy

 

Hari ini sepertinya berjalan super cepat. Dari pagi sudah sibuk dengan kerjaan yang segambreng & training. Pagi training M-kios (walaupun training yang super duper caur, guyon melulu) , habis training di panggil spv untuk meeting cancel ADN. Praktis baru selesai jam 12.00..

 

Sempat nggak bisa ngapa-ngapain, baru pegang kerjaan jam 12.30. Bayangkan, baru mulai pegang kerjaan jam segitu *ngelap keringet*. To do list yang saya bikin kemarin baru sebagian yang saya kerjakan, tahu-tahu anak-anak sudah pada pamit mau pulang semua :((
Phew..   *mengelap peluh*

 

Wah, harus ngebut nih kayanya, biar besok nggak makin numpuk.. *ngos-ngosan*

 

Time to defrag my brain cells…  lolz  😀

 

 

 

 

 

Continue Reading

What a day ?!! (part 2)


Bayangkan, hari Minggu begini yang seharusnya libur, justru ada di kantor?! Secara, tadi pagi kondangan dulu ke nikahnya teman di daerah Halim, kehujanan pula (nggak ada yang tanya kan? :p), lanjut ketemuan sama si Nanang mantan TL saya di kantor jam 15.00 buat apa coba? Tandem! Karena dia mendadak resign & akhirnya yang ketimpa abu hangatnya ya saya, menggantikan dia mengisi posisi Team Leader. Aturannya paling tidak 2 minggu sebelum resign harus mengajukan surat pengunduran diri, nah ini dia Rabu interview, Kamisnya resign :(( . Akhirnya Jumat pemilihan Team Leader untuk menggantikan dia kan. Jadi ceritanya saya belum sempat tandem, belum sempet handoverkerjaan juga. Parah nih.. :((

Alhasil, hari Minggu gini, yang lain pada weekend, saya bareng Nanang plus 4 temen Complaint Handling Officer ngantor. Moga-moga ini hanya pas awal karir jadi TL aja ya. Seterusnya kalau sampai hari Minggu juga harus ngantor, nggak banget deh :(( . Aslinya sih janjian pagi sama Nanang, tapi berhubung Nanang-nya pagi ada acara jadi diundur sore. Itupun sudah bikin saya parno banget, anget & panik duluan, konfirmasi berkali-kali via sms : “Nang, kamu jadi dateng kan? Ga cancel lagi kan?”. Ya takut aja kalau Nanang batalin lagi kan nggak lucu besok aku terbengong-bengong dengan sempurna karena nggak tahu apa yang mesti dikerjain duluan. Mmhhh.. karena kadang saya suka panik berlebihan, suka merasa insecure kalau semuanya belum siap. Ada yang bilang sedikit perfeksionis kalau ada pekerjaan yang belum selesai, atau ada yang belum ngerti, atau pekerjaan kurang rapi.

Alhamdulillah dalam 2 jam penuh Nanang mendiklat saya secara kilat. Mulai cara bikin distribusi tapping, bikin itung-itungannya, bikin laporan ke spv, menilai pekerjaan anak-anak, monitoring, kompres download record tapping, bikin jadwal kalibrasi bareng partial & fully outsource, menjawab komplain TL, dan banyak lagi kerjaan yang pasti nggak akan sesantai pekerjaan kemarin-kemarin yang bisa disambi segala macem (jadi dejavu sama kerjaan saya 2 tahun yang lalu di Surabaya).

Hmm..menghitung jam nih

Ya sudahlah, Nanang aja bisa, masa saya nggak bisa sih?Toh ilmunya juga sama.. 😉

Continue Reading

Menghargai Perasaan Orang Lain

Ada pepatah yang mengatakan…

” Perlakukanlah orang lain,seperti kamu ingin di perlakukan oleh orang lain..”

Kalo bicara tentang “menghargai perasaan” sebenernya mana sih yang penting menghargai perasaan sendiri atau orang lain?

Untuk dapat menghargai perasaan orang lain, nggak jarang kita harus bisa mengesampingkan perasaan kita sendiri. . Like idiosyncrasy of ourselves with the mere of others. Seperti bersikap pretentious & toleran disaat yang bersamaan. Kadang dengan mencoba menghargai perasaan orang lain kita jadi kesannya makan ati banget.. Paling kesel kalo ada temen yang tidak bisa mengerti perasaan kita.. Setengah mampus kita bikin dia nyaman sama kita, eeh.. lha kok ndilalah dia nyantai aja melakukan hal yang nyakitin perasaan kita.. Dan inosennya bilang “emang gue salah ya?”.  Please deh ya, grow up..
Suka sedih banget saya kalo ketemu hal kaya gini..

Saya belajar untuk berhati-hati dengan perasaan dan emosi, terutama terhadap teman, keluarga, rekan kerja. Intinya sih orang lain. Berusaha untuk menghargai perasaan mereka dengan melakukan “reframing”, menempatkan saya di posisi orang lain. Mencoba mengenali diri sendiri dengan mengenali apa yang kita sukai & apa yg tidak kita  sukai. Hal-hal apa yg bisa kita tolerir & hal-hal apa yg bikin kita marah..

Tidak mudah memang memahami perasaan orang lain, namun jika kita cukup peka kita bisa menumbuhkan empati kita terhadap mereka..

Continue Reading

jangan sebut AUTIS lagi ..

351x321autisme

 

 

Entah kenapa, saya kok selalu risih ya ketika mendengar seseorang yang bercanda dengan menggunakan kata “ah, lo diem aja sih kaya anak autis aja..”. Atau berbagai penggunaan kata autis lainnya yang bermaksud buat “becandaan” untuk mengibaratkan orang yang asyik dengan dunianya sendiri, entah lantaran kesibukan atau keasyikan tertentu.

Saya tahu tiap orang berhak bercanda dengan gaya & istilah apapun, tapi bagaimana jika yang mendengar lelucon kita itu adalah orang tua atau bahkan penyandang autisme itu sendiri? Tidak pernahkah kita ikut menjaga perasaan, berempati, ikut merasakan apa yang mereka rasakan jika memiliki keterbatasan seperti itu. Jangankan kata-kata autis, ejekan yang mengarah ke keterbatasan mental/fisik yang lain pun saya berusaha hindari.

Bersyukurlah bahwa kita diberikan kesehatan & kesempurnaan mental & fisik.  So, would you please stop calling autis to anyone arround you?

 

[devieriana]

 

 

Continue Reading

Aku mau jadi selebriti ..


“kalau sudah besar mau jadi apa?”

…..

Waktu masih kecil kita pasti sering medapat pertanyaan seperti itu kan? Itu pertanyaan sekitar 20 atau 30 tahun yang lalu kali ya (berasa tua banget nih). Mungkin kita juga pernah menjawab, “pengen jadi dokter”, “aku mau jadi insinyur”, “aku kepingin jadi guru..”

Tapi coba sekarang ulangi dengan pertanyaan yang sama ke anak tentangga, keponakan, atau anak Anda sendiri (buat yang sudah berputra) yang kira-kira menjelang remaja atau ABG gitu. Mereka akan dengan “lihai” menjawab, ingin menjadi artis, bintang sinetron, penyanyi, atau model. Intinya jadi seorang pesohor alias selebriti deh. Oke deh tidak semua.. :mrgreen:

Coba lihat kalau pas di tv ada acara pemilihan calon miss apa, atau bintang apa, atau model apa, pasti dibanjiri ribuan peserta. Bahkan mereka sampai  rela berpeluh-peluh mengantri untuk ikut audisi. Stars are not born, they are created. Pernah dengar kalimat itu? Ya, itulah fenomena yang marak di masyarakat kita..

Istilah selebriti sendiri berasal dari kata celebrate yang berasosiasi kehidupan meriah, glamor, seksi. Nah, bagi anak muda, jadi selebriti itu suatu “profesi” yang mengasyikkan karena inilah jalan termudah & tersingkat untuk dikenal & dipuja orang, sering muncul di media massa, punya harta berlimpah ruah. Kenapa ya anak-anak sekarang lebih suka jadi selebriti? Apa karena lebih gampang cari duitnya?

Kenapa mereka tidak memilih jadi dokter? “Yah, ini sih profesi yang gak seksi..”  . Selain “tua” di laboratorium (karena sekolahnya tahunan), begitu luluspun mesti mulai dari nol lagi. Belum lagi mesti menjalani dinas PTT di daerah-daerah terpencil. Katanya, di salah satu majalah yang saya pernah baca, kalau dihitung-hitung, penghasilan seorang dokter baru mungkin hanya setengah honor seorang bintang sinetron ABG. Intinya sih profesi artis bisa mengubah from “zero to hero..”.

Bener gak sih? Bukan saya ngiri lho ya :mrgreen: . Ya kalau saya sih sudah ketuaan ikut-ikutan kontes-kontes kaya begitu.. 😆 . Wong gak jadi artis aja tiap bulan pasti dimintain tanda tangan kok…
*nyisir poni*

Tanda tangan BAST buat ke supervisor saya..

[devieriana]

Continue Reading