Hari Memakai Sepatu Indonesia

Sebenarnya Hari Sepatu Indonesia itu sudah dicanangkan sejak tanggal 9 Maret 2011 kemarin oleh Menteri Perdagangan Marie Elka Pangestu. Hah, hari apa? Hari Sepatu Indonesia? Iya, jujur nih ya, waktu pertama kali membaca tulisan ini di spanduk yang dibentangkan di depan kantor Kementerian Perdagangan ketika akan menuju kantor, saya sempat bengong sendiri. Aduh, peringatan hari apa lagi sih ini, pikir saya :-o.

Tapi ingatan saya kembali segar lagi ketika kemarin siang saya membaca surat edaran dengan subjek “Pencanangan Hari Jumat sebagai Hari Memakai Sepatu Indonesia” yang ditujukan untuk kementerian tempat saya bekerja. Ternyata Hari Sepatu Indonesia dan pemakaian sepatu produksi dalam negeri ini menjadi bagian dari kampanye Aku Cinta Indonesia yang dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan citra positif produk-produk Indonesia di mata masyarakat. Jadi, supaya kita makin cinta dengan buatan dalam negeri, gitu.

Berkaca dari keberhasilan batik menjadi busana semi wajib hari Jumat hampir di berbagai instansi menjadikan pamor batik pun ikut terangkat. Batik, kini bukan lagi hanya selembar kain yang hanya bisa dikombinasikan dengan kebaya atau busana khusus kondangan saja, namun lebih dari itu batik kini sudah menjadi busana yang bisa dikenakan kapan saja, dimana saja, dan oleh siapa saja dalam range usia yang sangat luas, bahkan busana anak balita pun banyak yang juga menggunakan bahan batik sebagai bagian kreasinya. Nah, belajar dari situ jugalah pemerintah ingin menjadikan hari Jumat sebagai Hari Memakai Sepatu Indonesia. Hari dimana kita khusus  menggunakan sepatu made in Indonesia.

Nah, ngomong-ngomong tentang sepatu, saya kebetulan termasuk pecinta sepatu. Hampir semua sepatu saya nggak ada yang interlokal..eh, berasa lagi nelepon. Maksudnya, sepatu saya memang nggak ada yang merk luar. Mulai flat shoes, sandal, wedges, pantofel, sampai stiletto dengan tinggi hak antara 10 sampai dengan 12 cm-pun produksi lokal. Saya juga bukan yang brand minded, sepatu-sepatu itu kebanyakan saya beli ketika di Bandung, produksi Cibaduyut :D.  Modelnya pun lucu-lucu, kualitasnya juga sudah bagus kok. Saya suka yang model high heels karena untuk menunjang tinggi badan saya yang minimalis ini. Nah, kalau sudah suka dengan modelnya (dan tentu saja harganya cocok sama dompet saya) pasti saya akan beli, sekalipun itu tak bermerk :D. Tapi biasanya saya akan sangat teliti memeriksa sol, bahan, dan kenyamanan saat dipakai.

Oh ya, ada cerita nih, pertama kali saya mengantor disini saya selalu menggunakan high heels, karena memang sudah kebiasaan sejak di tempat kerja yang lama. Kalau sekarang-sekarang saya jadi lebih sering menggunakan sepatu yang haknya (cuma) 5 cm itu juga karena tahun lalu saya jadi petugas upacara. Hubungannya apa? Iya, gara-gara habis latihan upacaranya sama bapak-bapak dari Sekretariat Militer, bapak-bapak itu ngeri lihat hak sepatu saya, padahal cuma 7 cm. Katanya akan membahayakan jika digunakan untuk kegiatan semi baris berbaris, seperti misalnya ketika harus maju ke arah mikropon untuk membacakan UUD ’45 kan nggak mungkin saya melangkah gontai seperti seorang model sedang fashion show kan? Berarti badan harus tegak dan bersikap layaknya seorang petugas upacara.. ala kapiten-kapiten gitu deh ;)). Nah, sementara itu pavingnya ada celah disana-sini. Bapak-bapak itu takut saya terpeleset, jatuh, atau hak sepatu saya terselip diantara aspal atau paving itu. Karena itulah saya beli yang haknya 5 cm saja (dan setelahnya saya jadi merasa mini sekali :|). Eh, tapi lama-lama nyaman juga sih, terutama kalau buat ngejar bus, lari-lari, atau ketika harus berdiri di dalam bus (iya kalau berdiri di luar bus itu namanya berdiri di halte).

Malah sebenarnya yang agak brand minded itu suami saya. Kalau sudah mematut diri di area sepatu bisa lama banget deh. Sekarang saja dia sedang mengincar sepatu dengan merk tertentu yang pernah waktu iseng window shopping membuat adik ipar saya berseloroh, “Hoalah, Mas.. buat nginjek tanah aja kok ya sejuta sekian..” ;)). Suami saya pun berkelit bahwa sepatu pilihannya itu kalau dipakai enak, empuk, awet, dll. Saya sih pura-pura nggak denger, sambil menjauh :-“. Kalau mau lebih awet sih mendingan jangan dipakai ;)).

Eh tapi, ngomong-ngomong nih, kembali lagi ke topik awal tentang Hari Memakai Sepatu Indonesia ya, kalau batik kan ketahuan tuh produksi lokal karena dipakai di badan dan eye catching-lah ketahuan kalau itu motifnya batik. Lha kalau sepatu bagaimana kita membuktikan kalau itu sepatu lokal ya? Masa iya sepatunya bakal dilepas dan ditenteng-tenteng biar kelihatan merknya? Atau wajib punya dan sepatu lokal yang dijual di koperasi karyawan yang bekerja sama dengan para pengusaha sepatu lokal (sosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo)? Kenapa harus hari Jumat? Apakah biar pas hari Jumat kita jadi kelihatan “lebih Indonesia” karena hanya menggunakan top to bottom yang made in Indonesia? Jadi, kalau hari Jumat sepatu Christian Louboutin , Jimmy Choo, dan Manolo Blahnik-nya disimpan dulu ya.. :). Kaya bisa beli aja  :-”

Jadi ya kembali lagi ke kebutuhan kita terhadap sepatu dan fungsinya, kejelian kita memilih bahan serta apakah sepatu itu cukup nyaman di kaki/tidak. Soal harga, model, dan produksi mana sepertinya kembali lagi ke selera. Karena toh belum tentu yang harganya mahal itu nyaman di kaki, dan bukan berarti yang nyaman di kaki itu juga nyaman di dompet, kan? *eh* ;)).

Oh ya btw, ada berapa banyak sih koleksi sepatu Anda?  *mulai menghitung*

[devieriana]

 

ilustrasi pinjam dari sini

You may also like

22 Comments

  1. Terima kasih atas informasi dari ulasan di atas. saya bahagia menyimaknya. Semoga dengan informasi-informasi yang ada di blog ini akan menambah ilmu para anak muda indonesia. Semoga admin di blog ini di berikan kesehatan dan kebahagaian selalu. Terima kasih

  2. @Haqqi : ya sama sih, yang penting harga terjangkau dan modelnya lucu, dan nyaman. Udah itu aja sih 😀

    @pinkparis : lha ya sama .. kebanyakan item sama coklat. Ada sih merah motif kulit ular, tapi jarang-jarang pakenya. Sayang sih ;))

    @clingakclinguk : kalo di tempatku pake sendal pas masuk kantor kalo ketahuan bisa diceramahin :-@. Kecuali di dalam ruangan sih monggo. Ya pegel juga sih kalo kelamaan pake sepatu 😀

    @kyai slamet : hihihi, sama, kayanya pas bener yah.. :-bd

    @sandynata : sepatu kantor saya cuman 1 :|. Beliin! Lhoooh.. ;))

    @bombom : siiip! :-bd

    @alit : yang paling tua udah keluar jenggotnya dong ya? ;)) *plak!*. Justru kalau beli tpi diniatin malah jarang dapet sih kalau saya. Kalau pas lagi iseng, eh nemu aja barang-barang lucu 😀

    @Misfah : iya Mbak, yang penting mah halah ya.. eh halal! 😉

    @Cahya : kadang kalo sepatu yang saking enaknya dipake itu kalau mau ganti kayanya sayang banget ya, padahal sudah compang-camping ;))

    @Fenty : 15 lumayan banyak ya, Jeng. Aku berapa ya? *malah belum ngitung* :p

    @giewahyudi : aih, sama deh sama akyuuuu.. :-bd

    @nothing : Adidasadalah Anak Desa Irama Dangdut Soneta ;)). Sama deh kalau untuk sepatu olahraga mah saya juga nunggu diskonan sajaaa…

    @Andy : samaaaaaaa 😀 \:D/

    @ismail : lhooo, kok kamu kasiang banget siiih… 😮

    @nh18 : saya juga baru tahu sebulan ini kok, Pak . Belum terlalu terlambatlah 😉

    @Ann : iya saya juga heran kenapa hanya hari Jumat ya. Ya mungkin biar seragam sama batiknya kali yah :D. Atau untuk memberi kesempatan menggunakan sepatu made in “interlokal” di hari di luar Jumat kali ya 😀

  3. Saya Baru tau kalau Ada hari memakai sepatu buatan Indonesia

    Saya rasa ini patut kita dukung
    Namun jujur saja … karena Jum;at adalah satu-satunya hari dimana kami diperbolehkan memakai pakaian casual … (bukan seragam seperti hari biasa ) … maka sepertinya tiap hari jumát saya malah pakai Sepatu olah raga merek tertentu yang Made in Vietnam itu … hehehe

    Senin – Kamis … naaahhh itu baru giliran Sepatu Buatan Indonesia … 🙂

    Salam saya Mbak

  4. Biasanya orang-orang pakai sepatu kalau pulang atau pergi ke kantor saja. Di dalam kantor dilepas terus pakai sendal 😀

  5. adidas dan puma menjadi sepatu favorit.
    dan saat ini, yang masih layak pake cuman yang puma. adidasnya harus beli yang baru lagi.
    🙂 nunggu ada diskonan lagi

  6. Saya sih makai sepatu cuma buat ngantor, biasanya pakai sandal aja..
    Sepatu saya merek lokal karena selain cinta produk Indonesia juga karena mutunya juga enggak beda jauh..

  7. Saya saking cintanya dengan sepatu buatan Indonesia, sepatu saya yang sudah usianya belasan tahun masih saya gunakan sampai sekarang, meski sudah banyak sudutnya yang rusak :D.

    OOT, kalau saya masuk pakai peramban Opera, saya tidak bisa mengisi comment form di blog ini, mungkin ada markah java yang menghalanginya, soalnya saya baru bisa memberi komentar via Firefox.

  8. branded ngga branded ngga masalah kalau uang hasil perah keringat banting tulang, kalo hasil nipu-sana sini atau ngemplang sana-sini jadi masalah. Tapi apa iya kerja keras sebulan cuma buat beli sepatu doang sih?

  9. sepatu2 yg jadi hak pakai saya sekarang yg paling muda umurnya 1,5 tahun, beli jaman mulai stay di jakarta (niatnya buat kerja) .. yang paling tua, umurnya uda 8 tahun, sepatu basket (yang malah dipake kerja), sepatu bola yang udah jadi sepatu futsal, sama sepatu running yg sudah mengelupas kulitnya (eh, yang ini baru 5 tahun ding)

    dari awal tahun sih uda berencana buat nambah sepatu 1 lagi, karena menurut orang rumah yang sekarang uda ndak representatip.. tapi.. setiap mampir ke toko.. ndak pernah itu berujung beli, liat-liat doang ;))

  10. berapa banyak koleksi sepatu ?

    cuma 3 pasang:
    1 sepatu fantofel buat di kantor, yang sol nya udah retak (patah) dan di lem sementara pake castol dan gak mempan tapi masih bisa dipake
    1 sepatu sneakers (converse) buat jalan-jalan/mancal sepeda
    1 sepatu sport buat mancal sepeda yang serius, yang sebagian kulit (sintetis) luarnya udah pada ngelupas tapi masih bisa dipake

    *kopi pes dari jawaban di milis*

  11. saya jarang skali spatuan, kebiasa ngantor pake sendal jepit, atau yg laing bagus pake sendal gunung, skali2nya pake spatu ya klo pas dipanggil utk menghadap big boss, klo boss2 yg biasa aja sih ndak peduli, tetep sendalan, tp smuanya msh merk lokal, sendal jepit merk swallow (msh ada ndak ya pabriknya setelah kebakaran itu?) dan sandal gunung merk eiger (standar bgt).

  12. @Nengbiker : Ya kalo di Matahari banyak sih yang lokal. Eh, produksi Tanggulangin juga bagus-bagus tho Jeng. Masalahnya, tempat produksinya masih ada apa enggak :((. Dulu pernah naksir boots dari kulit, modelnya ciamik, harganya kok sejuta :-o. Itu harga jaman tahun rikiplik lho.. Kalo dulu aja sejuta, lha apalagi sekarang? 😕

  13. bukan pecinta sepatu sih, lebih cinta orang tua dan wanita aja.. hahaha..
    kalo saya, asal enak dipakai, ya okelah.. yang penting modelnya juga nggak malu-maluin..

  14. mungkin kayak JK, jadi tiap pertemuan dikasi liat merk-nya apa.
    yg di matahari2 gt bukan bikinan lokal ta mba? jauh je dr cibaduyut

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *