Mengingatkan seseorang yang sok tahu itu kadang nggak harus dengan sok tahu juga. Biarkan saja, nanti dia juga akan tahu sendiri di mana letak kesalahannya – Pak Suami
—–
Jadi ceritanya, kemarin saya dan suami berangkat ke kantor naik taksi. Seperti biasa kami melewati tol Jagorawi dan lalu masuk ke tol dalam kota yang akhirnya keluar di Semanggi. Selama perjalanan, biasanya sih saya selalu (ke)tidur(an), karena perjalanan yang lumayan jauh dan setengah perjalanan yang dihabiskan di jalan tol.
Tapi tidak dengan pagi itu. Sejak adanya berita tentang kecelakaan taksi yang memakan korban meninggal akibat sopir yang mengemudi dalam keadaan mengantuk, saya jadi waspada dan memilih untuk menjaga mata saya agar tetap terjaga selama perjalanan. Karena kata beberapa pengemudi taksi yang kebetulan sempat mengajak ngobrol, mereka ‘curhat’ kalau ada kalanya mereka merasa mengantuk jika harus mengantar penumpang di pagi/malam hari dan kebetulan penumpangnya tidak mengajak mengobrol (entah karena sibuk sendiri atau karena ketiduran), dan atau ketika jalanan yang dilewati lurus-lurus saja seperti jalan tol.
Jujur, saya pun pagi itu sebenarnya sangat mengantuk, suami saya pun begitu. Makanya saya ajak suami saya tetap mengobrol supaya mata kami tetap terjaga. Walaupun akhirnya bahan obrolan kami pun habis dan kami terpaksa hanya bisa diam memandang lalu lintas tol yang mulai macet.
Demi melihat suami yang matanya menjelang 5 watt dan mulai sering menguap, saya bilang ke dia dengan suara pelan:
“kalau kamu mau tidur gapapa, nanti kalau sudah sampai Polda/Sudirman aku bangunin. Aku mau ‘nemenin’ supir taksinya, dia kayanya ngantuk, tuh…”
Untunglah suami saya memilih untuk terjaga, menahan kantuk, dan menemani saya walaupun menguap berkali-kali 😆
Hingga akhirnya menjelang daerah Pancoran, taksi yang saya tumpangi itu terus merapat ke arah kanan, ke jalur contra flow, yang saya tahu keluarnya pasti di Slipi, bukan di depan Polda. Saya pun mengkode suami untuk mengingatkan Pak Sopir supaya tidak masuk ke jalur contra flow, karena memutarnya nanti bakal jauh.
Suami: “Ini Bapak mau ambil contra flow ya, Pak?”
Pak Sopir: “Iya, Pak… ”
Suami: “Oh, keluarnya di Slipi dong, Pak?”
Pak Sopir: “Enggak dong, Pak. Keluarnya tetap di Polda. Kan nanti di sana ada patahan ke arah jalur kiri. Nanti kita ambil di situ ke arah Sudirman…”, jawabnya dengan yakin dan sok tahu
Suami: “Oh, ada ya? Setahu saya kalau contra flow itu keluarnya di Slipi, Pak…”
Pak Sopir: “Bukan, Pak. Tetap keluar Polda, kok. Ibu mau ke arah Istana, kan? Sekitar Monas, kan?”
Saya: “Iya, Pak…”
Pak Sopir: “Iya, tetap bisa kok… tenang aja Pak, Bu…” *dengan nada yakin*
Saya dan suami cuma bisa berpandangan. Ya sudah, kita lihat saja nanti deh…
Ketika sudah berhasil masuk jalur contra flow, taksi melaju dengan kencang.
Patung Pancoran, lewat.
Medistra, lewat.
Balai Kartini, lewat.
Dan…Polda pun lewat!
“Astaghfirullah! Ya Tuhaan… Ah, bener apa kata Bapak, ternyata di sini nggak ada jalan patahan ke kiri ya, Pak? Ah, saya salah ambil jalan ternyata! Waduh, beneran kita jadi keluar di Slipi nih, Pak :(“
Nada suaranya terdengar kaget sendiri dan menyesal. Terlihat berkali-kali dia mengusap wajahnya seolah menyadari kesoktahuannya tadi.
Suami: “Saya waktu masih bawa mobil juga sering ambil contra flow, Pak. Memang keluarnya di Slipi. Kalau mau ke Sudirman ya ambil yang non-contra flow, ambil jalur biasa, toh macetnya cuma di depan situ aja kok. Selebihnya ke arah Gatot Subroto lancar… :D”
Pak Sopir: iya saya salah. Mohon maaf ya Pak, Bu. Nanti biar argonya dikurangi saja… :(”
Suami: “Hehehe, sudah,Pak. Gapapa… :D”
Pelajaran hari ini adalah:
1. Kadang sopir taksi merasa merekalah yang paling tahu jalan karena mereka yang lebih sering di jalanan dibandingkan dengan penumpangnya (walaupun banyak juga yang tidak tahu jalan karena mungkin selain masih baru, mungkin juga jalur yang ditempuh bukan jalur tempat dia biasa beroperasi). Tapi banyak juga kok yang mampu menawarkan jalur alternatif ketika kita tidak tahu jalan atau menanyakan jalur mana yang tidak macet/banjir 😀
2. Ingatkan pengemudi taksi jika kita tahu dia salah arah. Tapi kalau sudah diingatkan tapi lebih ngeyelan dia, ya sudah biarkan dia belajar dari kesalahannya 😀
3. Usahakan untuk tetap terjaga, kecuali kantuk yang sudah tidak bisa ditahan lagi.
4. Kita terjaga saja, pak sopirnya ‘nyasar’, apalagi kita mengantuk
Btw, pernah punya pengalaman dengan pengemudi taksi yang ngeyel juga?
[devieriana]
ilustrasi dipinjam dari sini