Hari Ibu bukan Mother’s Day

summer_flowerHampir setiap tanggal 22 Desember, Indonesia selalu memperingatinya sebagai Hari Ibu. Tapi sebenarnya ada hal unik di balik peringatan Hari Ibu di Indonesia. Latar belakang sejarah mengapa hari ini diperingati sebagai Hari Ibu, menjadi blurry ketika dalam implementasinya lebih menyerupai Mother’s Day. Padahal sebenarnya konteks peringatan Hari Ibu dengan Mother’s Day itu jauh berbeda :D.

Kalau kita menilik kembali ke sejarah masa lalu peringatan Hari Ibu itu diawali dari bertemunya para pejuang wanita dalam Kongres Perempuan Indonesia I pada tanggal 22 – 25 Desember 1928 di Yogyakarta. Kongres itu dihadiri oleh sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera. Peristiwa itu dianggap sebagai salah satu peristiwa penting sejarah perjuangan kaum perempuan Indonesia, karena di sanalah para pemimpin organisasi perempuan se-Indonesia berkumpul menyatukan pikiran dan semangat untuk berjuang menuju kemerdekaan dan perbaikan nasib kaum perempuan.

Para pejuang perempuan itu mengadakan Kongres Perempuan sebanyak 3x. Kongres Perempuan II diadakan bulan Maret 1932, dan Kongres Perempuan III diadakan pada tahun 1938. Cikal bakal peringatan Hari Ibu ini dirumuskan dalam Kongres Perempuan III ini. Jadi, sebenarnya misi diperingatinya Hari Ibu pada awalnya lebih untuk mengenang semangat dan perjuangan para perempuan dalam upaya perbaikan kualitas bangsa Indonesia.

Lalu bagaimana ceritanya peringatan Hari Ibu yang misi awalnya mengenang semangat para perempuan untuk memperbaiki kualitas bangsa ini bergeser maknanya menjadi peringatan yang bersifat ‘pemujaan’ kepada ibu? Sepertinya kata-kata ‘IBU’ inilah yang membuat pemaknaan Hari Ibu mengarah menjadi Mother’s Day, padahal secara sejarah maknanya bukan seperti itu. Kalau makna Hari Ibu berdasarkan Kongres Perempuan III ya seperti yang sudah dibahas tadi. Tapi kalau peringatan Mother’s Day ini banyak diperingati di lebih dari 75 negara, seperti Australia, Kanada, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Singapura, Taiwan, dan Hongkong, yang lebih mengarah ke worshiping motherhood dan peran perempuan sebagai ibu dan isteri yang seutuhnya. Peringatan Mother’s Day sendiri jatuh pada bulan Maret yang berawal dari kebiasaan memuja Dewi Rhea, istri Dewa Kronos, dan ibu para dewa dalam sejarah Yunani kuno.

Nah, yang terjadi di Indonesia, makna peringatan Hari Ibu itu lambat laun mengalami pendangkalan esensi. Akhirnya banyak yang ikut menjadikan perayaan Hari Ibu menjadi peringatan hari menyayangi ibu, hari membalas jasa kepada ibu, lagi-lagi jatuhnya ke worshiping motherhood juga, bedanya peringatannya menggunakan tanggal dicanangkannya Hari Ibu yang ditetapkan melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959.

Perayaan Hari Ibu di Indonesia masih dirayakan dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat simbolis, seperti lomba memasak, lomba merangkai bunga, lomba ngadi salira ngadi busana, bahkan ada juga acara mencuci kaki ibu yang dilakukan oleh anak-anak TK yang katanya itu adalah sebagai bentuk tanda bakti anak kepada ibunya. Selain kegiatan-kegiatan tadi ada juga yang merayakannya dengan membebastugaskan ibu dari tugas-tugas domestik yang selama ini mengiringinya.

Sebenarnya sah-sah saja kalau ada yang merayakan Hari Ibu dengan berbagai cara, tapi rasanya kok ironis ya kalau kita mengingat latar belakang sejarah tanggal ini ditetapkan, karena setelah melewati lebih dari 50 tahun ternyata realitas kondisi perempuan di Indonesia belum banyak berubah, tugas pokok dan fungsinya masih berada dalam ranah domestik. Meliburkan mereka dari peran-peran domestiknya itu sama saja menunjukkan bahwa peran utama perempuan adalah ‘peran domestik’.

Dengan mengingat latar belakang peringatan Hari Ibu ini, sudah selayaknya kita memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh perempuan di Indonesia (bukan hanya yang sudah berstatus sebagai ibu saja), dengan memberi mereka ruang dan kesempatan untuk berkembang dan berkiprah bersama kaum laki-laki dalam berbagai sektor sesuai dengan kemampuan dan peran kodratinya; memberikan apresiasi atas prestasi dan pencapaian-pencapaian yang sudah diraihnya; dan satu lagi yang sering terlupakan, dalam menjalani kodratnya sebagai perempuan sekaligus ibu, sudah selayaknya mereka mendapatkan lokasi yang layak/memadai dan nyaman untuk menyusui/memerah ASI di tempat kerja maupun di tempat umum lainnya.

Terlepas dari apakah hari ini diperingati sebagai Hari Ibu yang sesuai dengan latar belakang sejarah atau ke arah Mother’s Day, saya ingin mengucapkan,

1. versi yang benar: “Selamat Hari Ibu…” untuk semua perempuan di Indonesia;

2. versi yang sudah terlanjur berlaku di masyarakat Indonesia: “Selamat Hari Ibu untuk semua ibu, terimakasih buat semuanya ya. Thousand words from a million language will never be enough to prove that I really love you.. 😡 >:D<” ;

3. untuk para PNS: “Ayo kita upacara!” ;)) *ngapalin Mars Hari Ibu & Hymne Hari Ibu*

[devieriana]

 

ilustrasi diambil dari sini

Continue Reading