Permen = Uang ?!!

foil_wrapped_hard_fruit_candy

 

 

 

 

 

Sebenarnya topik yang ingin saya angkat ini bukan topik yang samasekali baru, bahkan mungkin sudah terblang lama & basi ya. Tapi lebih ke keheranan & rasa kepenasaranan saya saja. Dulunya kenapa atau gimana awalnya uang bisa digantikan dengan permen sebagi kembalian..

 

Mungkin dipikirnya kita seneng-seneng aja kali ya terima kembalian dalam bentuk permen, toh ga sampai sekantong ini. Ya awal-awalnya mungkin kita merasa fine-fine saja , permennya kan bisa kita makan sambil jalan menuju parkiran, atau pas lagi nunggu angkot. Tapi kok lama-lama jadi ga enak ati sendiri melihat begitu banyak permen hasil kembalian belanja di toko/supermarket yang sudah berhasil saya kumpulkan. Mau dijual lagi ya pastinya ga bisa, apalagi mau ditabung dalam bentuk deposito.. (heheh.. kalau yang ini pemikiran saya yang lebay amit-amit deh..). Tapi andaikan ada bank yang menerima deposito dalam bentuk permen, ditanggung pas pencairan dana kita pada jamaah ke dokter gigi, he5x.. God, what a hiperbolic I am..)

 

 

Memangnya bisa ya kita kalau naik angkot bayar Rp 500-nya pakai permen? Atau pihak toko/supermarket mau ya kalau uangnya kurang terus kita bayarnya pakai permen? Entah karena sudah banyak yang mengkritisi atau memang kesadaran dari pihak toko/supermarket ya sekarang mereka tidak lagi memberikan kembalian dalam bentuk permen tapi mengalihkan dalam bentuk “sumbangan untuk PMI”. Seperti yang sudah saya alami beberapa kali ketika saya membeli barang di toko/supermarket atau apotik. yang sedikit mengherankan ucapan mereka seperti sudah “di set” seperti itu, “apakah Ibu tidak keberatan jika kembalian Ibu sebesar Rp 200,- disumbangkan untuk PMI?”. Ya dengan pertimbangan kemanusiaan sih saya oke-oke saja, toh cuma Rp 200,- ini.

 

 

Tapi ketika kejadian ini makin sering saya alami kok akhirnya menimbulkan tanda tanya tersendiri bagi saya ya.. Bukannya saya “maruk” ngebelain uang kembalian Rp 100-500,- ya, tapi akhirnya saya jadi nanya-nanya sendiri, apa iya beneran disumbangkan buat PMI? kalau iya, saya bisa dapat buktinya dari mana? Bagaimana cara mereka memilah antara dana yang disumbangkan untuk PMI dengan yang memang benar-benar margin perusahaan? Apakah memang ada agreement resmi antara pihak toko dengan PMI?

 

 

 

Ya ini cuma pemikiran saya sebagai masyarakat awam saja. Maksud saya sih lebih ke pertanyaan di sisi transparansi aja. Jangan sampai ada anggapan mengalihkan perhatian masyarakat dari “si permen” itu tadi menjadi “sumbangan ke PMI” yang ujung-ujungnya menguntungkan pihak penjual, begitu.. 🙂

 

 

 

 

 

 

Continue Reading

Obama – election, new president, hope, new change, euphoria..

 

 

barack-obama

 

 

 

 

 

Semalam seolah semua perhatian dunia tersedot ke semua siaran live pelantikan Barack Obama sebagai presiden USA yang ke 44. Tapi kesan yang saya tangkap kok malah jadinya semakin mengiyakan kalau Amerika Serikat itu sebagai kapitalis sejati ya. Ya gimana enggak, wong presiden aja laku “dijual” . Nih ya, mulai topeng Obama, t-shirt, pin sampai siaran langsung pelantikan yang disaksikan jutaan pasang mata yang semuanya itu bertujuan menangguk keuntungan dollar.. Ya iyalah, masa meraup keuntungan dalam bentuk dedaunan? :p

 

 

Walaupun semalam ada siaran langsung di beberapa stasiun televisi di Indonesia dengan iklan yang bejibun, tetapi saya justru sudah di alam mimpi tuh ketika siaran langsung dimulai (hehe, gak seru amat ya gue?). Dan pertanyaan paling exist pagi ini adalah : “lu nonton Obama ga semalem?”, hehehe.. bahkan tadi pagi liat Liputan6 SCTV meliput di SD St Fransiskus Asisi (bener ya nama SD-nya?) malah semaleman guru & murid nonton acara mereka live di tv.. Yampun itu anak2 ya tar kalo paginya telat sekolah jangan dimarahin ya pak/bu.. please deh.. Ya mungkin mereka ada kebanggaan tersendiri karena Obama kan pernah sekolah di sekolah mereka beberapa tahun yang lalu.. But actually the point is, Obama is not your president.. Kenapa sampai segitunya sih.. Beberapa rekan sepakat bahwa Barack Obama bukan presiden kita dan tidak ada manfaatnya ikut-ikutan euforia yang nisbi dan absurd alias ga penting kaya gitu.. (haiiaaahhh .. istilahku yaaa.. heheheeh..). Okelah kalo misal itu adalah sebagai perayaan “pemecah sejarah” bahwa konsep seorang president untuk USA selama ini adalah dari kalangan WASP (white, anglosaxon, protestant), dan terbukti bahwa Obama yang notabene berbeda dari konsep itu akhirnya bisa jadi president.. That’s fine, gapapalah..

 

 

Mmh.. tapi kalo diperhatikan kok kayanya berasa kontras aja dengan acara pelantikan presiden kita sendiri yang (kayanya.. moga-moga sih saya salah ya..) tidak dianggap oleh rakyat Indonesia sendiri. Ini presiden mereka sendiri lho, tapi ga kedengeran gegap gempitanya seperti pas mereka dengan antusias menyaksikan pelantikan Obama sebagai presiden ya? Atau memang orang Indonesia kurang bisa mengemas dan menjual acara resmi supaya bisa menjadi acara yang lebih enjoying, bisa dinikmati, yang tidak terlalu berkesan kaku & protokoler sehingga bisa lebih dinikmati oleh semua kalangan ya? Masukan aja nih, siapa tau tar ada orang tv yang baca tulisan saya ini trus pengen membeli hak siar acara pelantikan president kita & pengen mengemas jadi tontotan yang ga menjenuhkan.. hehehe.. itu mimpi saya.. :p
Emmh, tapi bisa juga masih ada rasa tidak enak menjual presiden sendiri.. hehehe.. :p

 

 

Ya sutra.. biarlah Amerika bersuka ria dengan presiden ke-44 mereka. Saya hanya bisa bilang : “Mr. Barack Obama, You are not my president..But congratulations for you, anyway..”

 

 

 

 

 

Continue Reading

jangan sebut AUTIS lagi ..

351x321autisme

 

 

Entah kenapa, saya kok selalu risih ya ketika mendengar seseorang yang bercanda dengan menggunakan kata “ah, lo diem aja sih kaya anak autis aja..”. Atau berbagai penggunaan kata autis lainnya yang bermaksud buat “becandaan” untuk mengibaratkan orang yang asyik dengan dunianya sendiri, entah lantaran kesibukan atau keasyikan tertentu.

Saya tahu tiap orang berhak bercanda dengan gaya & istilah apapun, tapi bagaimana jika yang mendengar lelucon kita itu adalah orang tua atau bahkan penyandang autisme itu sendiri? Tidak pernahkah kita ikut menjaga perasaan, berempati, ikut merasakan apa yang mereka rasakan jika memiliki keterbatasan seperti itu. Jangankan kata-kata autis, ejekan yang mengarah ke keterbatasan mental/fisik yang lain pun saya berusaha hindari.

Bersyukurlah bahwa kita diberikan kesehatan & kesempurnaan mental & fisik.  So, would you please stop calling autis to anyone arround you?

 

[devieriana]

 

 

Continue Reading

I'm Never Wrong

“Apaan sih, sok tau lo ah, gini salah, gitu salah..?”
“yee emang elunya yang salah, lo itu seharusnya begini, begini, begini..”
“lah, gue kan..bla,bla,bla..” *membela diri*
– dialog di salah satu pojokan ruangan –

*ngedumel*
“kenapa sih dia itu kalo diingetin ga pernah mau terima? ngerasa dirinya paling bener aja..”

“Halah, ngapain sih ada kritik-kritikan segala? Selama kita ngejalaninnya bener ya sudah tho? Repot amat?!”. Being defensive ketika menghadapi kritik itu reaksi yang wajar , karena pada dasarnya tidak semua orang mau & siap dikritik. Yang bisa melihat kesalahan kita kan orang lain. Ketika kita sudah dihadapkan pada sebuah kritik ya itu berarti memang ada yang salah di diri kita. Kalau kitanya yang belum-belum sudah defensif & merasa kitalah yang paling benar ya percumalah semua kritik itu, tidak akan pernah dapat feedback. Banyak diantara kita yang lebih suka mendengarkan saran dari orang yang dianggap lebih senior, lebih capable dibanding dengan omongan teman sendiri padahal arah omongannya sama. Kalau teman yang notabene kita sudah tahu karakternya terus tiba-tiba kasih masukan, pasti kitanya yang nyolot : “halah, jangan sok tau lo ah !!”. Tapi beda ketika yang ngomong itu seorang yang lebih tua, lebih pakar, jawabannya : “Wah, bener banget deh kata-kata ibu.. bagus banget ya sarannya. Terimakasih untuk pencerahannya ya bu..” *sambil kasih standing applauses*
Padahal omongan yang keluar intinya sama lho.. 🙁

Sikap open terhadap kritik. Itu yang masih belum bisa di terima semua orang. Saya pernah membaca uraian Dale Carnegie, mengenai Al Capone– pemimpin mafia di Chicago sana – dan para penjahat kelas wahid ternyata tidak pernah sekalipun memandang diri mereka sebagai penjahat. Hmm, masa sih sampai begitu? Mereka yang jelas-jelas berbuat kriminal, memperkosa, membantai manusia dengan tanpa alasan, melindungi peredaran obat bius, ternyata tidak pernah memandang diri mereka bersalah. OMG.. Masih dalam buku yang sama, Dale juga menceritakan bahwa hampir 100% dari mereka yang berada dipenjara Sing-Sing – penjara kriminal nomer satu di New York- juga sama sekali tidak melihat diri mereka sebagai para kriminal, melainkan sebagai korban. Sungguh-sungguh kenyataan yang hampir tidak dapat dipercaya. Yang lebih mengherankan lagi, jika sifat yang satu itu, juga terjadi dikalangan atas. Contohnya Presiden Taft – masih menurut buku itu – ketika berbuat sebuah kesalahan, dan diberitahu tentang itu, juga tidak pernah mengaku salah. Wow, lengkap sudah. Jika demikian berarti sifat “tidak mau disalahkan” itu melekat secara merata di mahluk yang bernama manusia. Dari penjahat hingga level presiden. Dari orang miskin sampai konglomerat..

Kita memang selalu pointing finger kearah kesalahan orang lain dibandingkan kesalahan kita sendiri. Lampu sorot untuk orang lain, sedangkan lilin redup untuk diri sendiri. Untuk orang lain, sedapat mungkin kita gunakan kata : “lah, harusnya kan dia…” . Sedangkan untuk diri sendiri : “ya gimana lagi aku kan…”.

Tidak perlu jauh-jauh deh, saya sendiri masih sering melakukan hal itu, suka mengkritisi orang lain, padahal saya sendiri juga belum tentu benar. Kalau saya menemukan ketidaksesuaian ya saya langsung nyolot, mengkritik habis-habisan. Tapi ketika saya yang disalahkan pasti akan dengan sigap saya memberikan pembelaan 😀 . Sepertinya saya juga mulai menggenapi analisa Dale Carnegie tentang sifat dasar manusia, yaitu begitu mudah melihat kesalahan orang lain, tetapi buta atau membutakan diri dengan kesalahannya sendiri… :(. Saya juga lebih suka membicarakan kesalahan orang disekitar saya, daripada konsentrasi membenahi kekurangan-kekurangan saya sendiri. Padahal jelas-jelas lebih menguntungkan untuk memperbaiki diri sendiri dibanding, bertindak sebagai “tuhan kecil” yang menghakimi, mengkritik bahkan menelanjangi kesalahan orang lain. Sedangkan TUHAN “yang beneran” saja tidak menghakimi kita, sebelum waktunya..

Saya kagum terhadap media cetak besar seperti KOMPAS. Sebagai market leader, selalu menerima koreksi dan kritik dari pembacanya dengan menjawab secara santun. Bayangkan kalau kalau redaksinya menjawab kritikan/koreksi dari pembacanya dengan menjawab , “TERSERAH deh. Kalau emang situ nggak suka, ya udah, jangan baca koran KOMPAS, masih banyak koran lain, kan?”
*nggeblak*
Apa ya gak langsung Kompas gulung tikar kalau sampai redaksinya arogan kaya begitu?

Memang masih sulit bagi sebagian orang Indonesia untuk menerima kritik. Seolah olah kritik atau koreksi yang dilontarkan itu membuka aib bahwa dia memang “bodoh”, “salah”. Padahal ya bukan begitu maksudnya. Kritik itu yang penting adalah cara penyampaian yang pas, sehingga mampu diterima oleh si objek yang di kritik Ada yang berupa sindiran (tulisan atau omongan), ada yang ngomong straight to the point, ada yang muter-muter dulu baru ke inti masalah. Tinggal cari media & gaya bahasa mana yang tepat buat disampaikan kepada si objek. Bukankah salah satu tujuan kita mengkritik adalah supaya dia memperbaiki kesalahannya? Mau mengakui kesalahan & menyikapi kritik secara bijak tidak akan membuat kita jadi krisis confidence kok.Tapi justru akan membuat kita berjiwa besar.

gambar ngambil dari sini

Continue Reading

It's Our Friendship

edit

 

 

Hari ini semua temen di kantor pada error.. Ya otaknya, ya orang-orangnya.. Mulai pagi dateng, naruh tas, login komputer & absen, bikin kupi biar melek udah ketawa mulu..  Entah mood kocak kompak pada keluar semua atau emang sebenernya pelampiasan karena lagi setress.. hehehe.. tapi basically mereka defaultnya udah kocak semua, makanya chemistry kocaknya langsung dapet banget ..

    

Kata-kata wajib yang diucapkan kalo ada temen yang datang terlambat : “alhamdulillaaah.. akhirnya datang juga..”. Di 1 sisi bagus sih, kan bersyukur temennya dateng ke kantor dengan selamat, tapi sebenernya kita kuatir kalo ada temen yang sehari aja ga masuk itu berarti kerjaan dia bakal di share ke kita.. hahahaha, ngaku… (intinya sih males aja kebagian distribusi kerjaan lagi.. hehehe.. Ini nih , pada kagak ada empati-empatinya emang)

    

     Pagi tadi aku liat si Takim udah duduk manis sambil pasang headset & gelas yang mengepul..
“ciee Takim, nyaman banget sih lu pagi ini, pagi-pagi udah ngupi, Pak?”
“bukan mbak.. ini teh.. Pagi-pagi nge-teh dulu dong.. kan biar kaya bangsawan Inggris gitu.. aku kan gelarnya Sir.. Sir Takim..”
Langsung meledak tawaku, mana ada bangsawan Inggris namanya Ahmad Mustaqim?
Dah gitu mending kalo dia ada tampang-tampang bule atau kulitnya putihan gitu (bukan lantaran panu ya).. ini kagak ada blas unsur2 bulenya..

 

     Itu baru pertama.. Yang kedua, ritual harian, ngerjain yang namanya Elmi, anak paling polos, lugu, tomboy se-gank tapper, ga pernah marah & ga pernah mau diajak ngomongin orang, hehehe.. Kalo ada yang nyeletuk ngomongin atau ngatain siapa gitu langsung dia komentar, “ya, namanya sifat & kepribadian orang kan beda-beda mbak.. “. Sejak saat itulah kita selalu menjadikan keyword kalo ada yang lagi diomongin. Elmi benernya anaknya cerdas, kita suka tanya ke dia tentang flash atau blackberry, dia yang paling update berita di situs intranet kantor. Fokus hidupnya saat ini cuma 2 : kantor & kuliah. Saking fokusnya jadi suka gak ngeh ma hal-hal gaul, masa nanyain lampu merah di jalan tol? Kalo dibecandain dianggepnya kita tuh serius semua, secara kita itu kagak ada yang serius, tapi seneng aja kalo liat dia nanggepinnya dengan tampang serius.. Kalo udah ngerjain tugas kantor yang namanya meja itu isinya kertas2 dengan gambar grafik & hitungan matematika..

 

     Yang ketiga, kalo ada hal yang penting atau ga penting kita suka spontan bilang : “hah? sumpe lo? najis!!”, hehehehe.. itu karena si Rani suka banget pake kata-kata itu secara spontan. Makanya gara-gara dia suka bilang kaya gitu dialah yang paling sering kita suruh wudhu untuk menghilangkan najis.. hahahahaah… Kadang suka kita tambah2in kalo dia bilang “sumpe lo?”, langsung kompak nyautin, “susu tumpe di dada lo..”.. Kacau.. kacau..

 

     Yang keempat, si Kukuh yang agent kartu perdana AXIS banget… Tiap waktu kalo bisa dia selalu ngomongin tentang AXIS , bahwa axis itu murah, axis itu suka dapet bonus, axis itu begini, begitu.. Anak-anak suka dipengaruhin buat pindah operator gitu . Ga tau deh tu anak kerja jadi marketingnya AXIS atau gimana.. Dan korban yang akhirnya ganti operator adalah Irma..

 

     Irma yang selama ini dinobatkan sebagai peringkat pertama ter-lola diseluruh gank tapper ini juga lama-lama lucu.. Masa Mak Erot aja ga tau, pas kita suruh cari di google dia mo nekat search by gambar.. Lah, apa yang keluar nanti bukannya Mak Erot tapi gambar hasil karyanya mak Erot… Belum lagi kalo pas gak nyambungnya udah kambuh bisa-bisa jadi aneh banget.. Kita lagi ngomongin “posisi 69” dia malah tanya 69 itu Kopaja arah kemana.. nah lho, siapa yang ngomongin Kopaja sih? Kitanya yang ngakak kan.. Belum lagi masa iya raja hutan = monyet?  Aduh Irma, kamu jangan malu-maluin mami dong sayang, dimana-mana yang namanya raja hutan itu.. kelinci.. bukan monyet.. (kok jadi parahan gue ya?). Dah gitu pas dikonfirm ke Kukuh buat nanyain raja hutan itu siapa eh ternyata Kukuh juga jawab sama, raja hutan = monyet.. Wah ternyata axis mempengaruhi kadar ke-ngeh-an seseorang nih.. Terbukti yang akhirnya HPnya kena viruspun juga dua anak ini doang.. heheheeh… Kalian lama-lama bisa jadi soulmate nih.. soulmate gak nyambungnya…

 

     Berikutnya si Amin, ni anak sebenernya juga unik karena logat Tegal yang medok & kita jadi kadang suka niruin.. (tapi yang kedengeran aneh malah kita.. Bukan logat Tegal yang didapet, malah nyasar jadi logat Madura.. gimana sih..). Dah gitu suka nge-set ringtone paling kenceng, jadi tiap kali HPnya bunyi kita jadi berasa di Glodok..

 

     Kalo Indri, ini si dermawan, paling suka sedekah ama kita-kita.. (berasa jadi kaum dhuafa & anak terlantar banget ga sih?). Paling sering bawa makanan kecil, ga tanggung-tanggung bo, 1 ransel.. Benernya kita mo niat bikinin dia counter makanan gitu di lt.1 biar dia jaga toko aja, tapi kok jiwa jadi QA-nya lebih gede daripada jiwa jadi pedagang jadi akhirnya ya sudahlah kita ijinkan dia jadi QA sama kaya kita.. Bayangkan, dia anak baru, belum sempet gajian tapi udah kita palakin suruh bawa makanan (punya senior preman ya gini deh nasibnya..). Tapi diem-diem gitu celetukannya suka bikin ketawa.. Entah emang dia dasarnya udah lucu atau kena kontaminasi gila dari seniornya ga tau deh ..

 

     Olin, ni anak agak-agak moody tapi juga suka tiba-tiba lucu. Punya kecenderungan bicara terbalik-balik. Misal nih, sehrsnya ngomong : “tar kalo udah sampe jangan lupa sms yah..”. Kalo dia yang ngomong bisa jadi, “tar kalo udah sms jangan lupa nyampe yah..”. Kebelet pipis jadi kebeles pipit. Ganti kartu jadi gantu karti.. dan semacamnya deh..

 

     Kalo Rini, ini sebelum hamil dia tapper yang paling suka mendesah-desah ga jelas gitu.. makanya dibilang Rini Ozawa ma kita.. . Abisnya, tiap kali ngomong apa gitu sambil mendesah, kan ngeri juga kita lama-lama.. . Tapi kayanya dia sekarang insap gara-gara ga mau tar anaknya lahir bukannya langsung nangis tapi mendesah ..

 

     Uwi, ga punya spesifikasi khusus sih tapi biar kecil-kecil gitu makannya lumayan banyak. Aku sebenernya curiga, dia itu emang laper apa cacingan.. Tar ya, kalo udah agak gendutan suka ngeluh, “mam, kok pantat gue jadi gede banget sih? perut gue coba liat deh Mam.. six pack ya?hehehehe…”. Langsung aku jawab, “mmh, six pack apa six month?..”

 

     Kalo aku? hahaha.. tiada hari tanpa gokil, kecuali pas sakit.. soalnya kalo aku lagi sakit tuh jadi imut gitu  (teteup narsis yang ga nyambung ma pokok bahasan deeh..), pasti terkulai lemah, tak berdaya, letoy tak bertenaga, pokoknya kalo udah sakit kasian banget deh.. Orang-orang yang liat tuh jadi suka ga tega gitu.. Ga tega untuk ga mencela..

 

Walaupun temen-temenku “agak-agak ga beres” semua gitu I love them so much.. .Malah bakalan stress kali kalo dapet temen yang serius semua gitu..

Continue Reading