Nostalgia Trainer

Kemarin malam saya ngobrol dengan sesama “alumnus” tempat saya bekerja dulu. Ngobrol-ngobrol reuni gitu, jadinya malah mengenang cerita-cerita konyol, dan bandel-bandelnya kita, suka duka, dan dosa-dosa selama jadi customer service. Tapi juga ingat ke masa-masa serius ketika harus “babat alas.” Jaman ketika kartu AS baru launching dan baru akan buka call centre sendiri. Asli ribet deh, tapi seneng, karena jadi punya tambahan pengalaman baru. Jadi trainer, mengajar πŸ˜€

Seumur-umur yang namanya mengajar di depan calon-calon call centre officer ya baru kali itu. Waktu itu saya dan 3 orang teman lainnya diminta untuk memberikan training ke para calon call centre officer. Kami dibagi dengan spesialisasi materi tertentu, dan kebetulan saya kebagian pegang materi prepaid secara keseluruhan.

Ternyata mengajar itu seru, ya. Serunya, karena bisa ketemu anak-anak baru setiap hari. Apalagi waktu itu mereka masih unyu-unyu gitu, masih bisa dibo’ong-bo’ongin…*eh!* ;)). Alasan lain ya karena disitu kita bisa berbagi ilmu dan pengalaman sebagai yang pernah menjalani dunia per-callcentre-an lebih dulu. Halah :p. Tapi saya juga akhirnya jadi tahu kalau jadi pengajar itu berat. Menyelesaikan 2 materi yang banyak itu hanya dalam satu hari tentu butuh konsentrasi tinggi. Apalagi ketika harus mengajar di jam-jam mengantuk, sekitar pukul 13.00-15.00. Materi terberat adalah sesi penghitungan tarif. Makanya selalu saya bilang ke mereka di awal mengajar bahwa di tengah hari nanti saya akan meminta perhatian mereka secara penuh, karena kita akan belajar tentang tarif, kalau sampai ada yang nggak menyimak akan saya jewer ;)). Bukan apa-apa, kan buat mereka juga soalnya. Materi paling ribet itu ya tentang tarif. Kalau basic-nya nggak kepegang, kesananya akan makin salah kasih edukasi ke pelanggan. Belum lagi kalau kena mistery shopping dan tapping oleh Quality Assurance Officer, bisa merah-merah nilainya.

Tugas lain selain mengajar, kami juga sering bergantian melakukan interview kalau sedang buka lowongan. Karena yang diutamakan adalah suara, jadi ya salah satu tes yang harus dijalani oleh mereka adalah tes vokal. Yang paling jadi perhatian ketika melakukan tes vokal adalah tempo bicara, volume, intonasi, dialek, dan artikulasi. Artikulasi yang jelas dan terstruktur dengan baik akan membantu tersampaikannya informasi dengan jelas pula. Salah satu tes kami waktu ituΒ  adalah dengan meminta mereka membaca:

“Gemah Ripah Rapih Tour and Travel selamat pagi, dengan ….. bisa dibantu? Maaf dengan bapak/ibu siapa saya bicara?”

Mengapa dialek juga penting untuk diperhatikan? Idealnya, sebuah call centre yang melayani secara umum dan melayani pelanggan secara nasional, seharusnya sudah tidak terdengar lagi suara dengan logat daerah tertentu. Sebagai contoh, lidah Jawa umumnya akan khas terdengar ketika mengucapkan kata-kata berhuruf “b”, “p”, dan “d”. Sedangkan lidah orang Sunda biasanya akan sering tertukar ketika mengucapkan huruf “f” dan “p”. Begitu juga dengan beberapa dialek daerah lainnya. Disitulah kepekaan telinga dibutuhkan.

Ngomong-ngomong tentang suara, dulu, ketika baru masuk call centre suara saya yang tipis dan tempo bicara yang cenderung cepat. Tapi saya belum menyadari itu. Nah, setiap bulan kami ada sesi olah vokal, yaitu kegiatan mendengarkan rekaman suara kami dan melakukan koreksi terhadap layanan kami, dipandu oleh seorang supervisor layanan. Di sesi itulah saya dikoreksi habis-habisan. Bagaimana tidak, saking cepatnya saya bicara, rata-rata layanan bisa saya selesaikan dalam waktu antara 1-3 menit sekali telepon! Tapi sejak sesi itulah saya insyaf berbicara cepat πŸ˜€

Oh ya, kemarin ada yang tanya bagaimana kita mengukur kecepatan suara ketika bicara. Kalau saya dulu “terapinya” dengan sering merekam suara sendiri di handphone. Saya latihan mengucapkan salam dan pura-pura sedang melayani pelanggan. Setelah direkam lalu saya dengarkan, dari situlah akhirnya saya tahu kalau tempo bicara saya melebihi kecepatan cahaya! :-s

Sebenarnya ada beberapa yang mau saya share tentang vokal (dan teman-temannya) πŸ˜€Β  Tapi kalau saya tulis jadi satu di sini kok kayanya akan kepanjangan, ya. Jadi, nanti kapan-kapan aja deh saya posting tersendiri πŸ˜€

Hmm, kangen ngajar πŸ˜‰

 

 

[devieriana]

 

ilustrasi dipinjam dari google

Continue Reading