Menari Bersamaku ..

.. rantoyo putri I alus, rantoyo putra I alus, golek sri rejeki, gambyong pareanom, srimpi gelas, retno tinanding, gambiranom, gunungsari, golek asmorondono ..

Rasanya sudah belasan tahun lalu terakhir saya menarikan tari-tarian Jawa alus tersebut. Menari, dalam keluarga saya sudah mendarah daging. Terlahir dari seorang Mama seorang penari lulusan sekolah tari Wilwatikta membuat kami berdua (saya & adik perempuan saya) harus bisa menguasai tari tradisional Jawa halus & kontemporer. Awalnya banyak yang mengira kami sengaja diarahkan untuk menjadi penari, tapi sebenarnya maksud kedua orang tua kami adalah supaya kami punya kegiatan ekstrakurikuler, jadi nggak melulu sekolah.

Berawal dari sebuah sanggar tari pimpinan Pompong Supardjo di Malang, saya mulai belajar tari Jawa mulai tahap yang paling dasar. Waktu itu saya masih usia 8 tahun (kelas 3 SD). Semua siswa setelah mengikuti beberapa bulan latihan (dulu saya 6 bulan sekali) wajib ikut ujian tari yang diadakan di Taman Budaya Jawa Timur dengan menari secara berkelompok maximal 5 atau 6 orang sekali tampil di depan 3 orang juri yang notabene semuanya penari senior. Yang dinilai meliputi wiraga (keluwesan gerak), wirama (ketepatan gerak dengan irama/gending), wirasa (penghayatan), dan kerapian busana.

Busana yang kami kenakan hanya terdiri dari atasan kaos sanggar tari, jarid wiron (parang kecil untuk menari tari jawa putri alus, parang besar untuk menarikan tarian jawa putra alus), plus stagen & sampur (selendang tari). Saking seringnya ujian saya kelas 5 SD sudah bisa membuat wiron & pakai jarid (kain) sendiri :D. Kadang saya kangen pengen kembali lagi ke masa culun-culunnya saya nari, ikut ujian, & kumpul-kumpul sama teman-teman sanggar tari saya.

Menari buat saya ibarat delicacy, makanan yang enak. Saya suka menciptakan tarian, tampil sendiri menarikannya, kadang mengajarkannya kepada teman, atau ikut lomba.  Suatu kepuasan tersendiri saat bisa menampilkannya di depan penonton. Itu masih belum seberapa jika dibandingkan dengan kepuasan ketika melihat orang lain menarikan tarian kita. Rasanya tidak ada yang bisa membayar saya kecuali kepuasan itu tersendiri.

Kalau saya sendiri lebih suka menari tunggal, dengan alasan : Pertama, kalau salah nggak bakal kelihatan! ;)) Iyalah, coba kalau nari berpasangan salah satu salah kan bisa jadi pikiran orang , “ih… kok narinya ga kompak?”. Kedua, bisa berekspresi (sesuka saya) sesuai dengan karakter tari yang saya bawakan. Ketiga, perhatian penonton bisa fokus ke saya! Kalau yang ini sih cari perhatian banget ya.  Enggaklah, becanda kok ;))   Sebenarnya buat saya menari solo maupun menari secara berpasangan tidak ada masalah, tapi berhubung setting default-nya penari tunggal jadi kalau harus menari berpasangan/rame-rame harus di-briefing dulu (maksudnya sayanya yang harus di briefing ;)))

Kalau ditanya kapan terakhir kali saya menari & tari apa yang saya bawakan, jawabannya : sudah lama banget, sekitar tahun 1998 & waktu itu saya menari didepan peserta rakernas something (saya lupa) yang dibuka oleh Akbar Tandjung yang waktu itu masih menjabat sebagai Menpora, diadakan di Universitas Brawijaya dengan peserta rakernas dari seluruh Indonesia. Tari yang saya bawakan adalah Jaipong Adumanis, salah satu tari favorit saya karena termasuk tarian yang energik & ekspresif. Kalau disuruh memilih tari apa yang saya sukai, saya suka semua, eh disuruh memilih ya tadi? :p  Tari Jawa & Sunda.

Kenapa tari Jawa karena tari Jawa itu basic skill seorang penari. Ya seperti yang saya sebutkan tadi wiraga, wirama, wirasanya harus bener. Menghayati tari Jawa klasik itu sulit, kita harus sabar mengikuti setiap ketukan irama yang mengalun lembut, pelahan. Harus ikut pakem tari yang sudah ada karena bukan tari kontemporer. Contohnya tari Gambyong Pareanom atau Golek Sri Rejeki, di seluruh Indonesia ya gerakannya sama, mau yang menarikannya orang Jawa, Sunda, Sumatra, Kalimantan, Papua (kalau semua mau belajar) ya gerakannya sama semua sesuai pakem tari Gambyong & Golek  itu seperti apa.

Beda dengan tari kontemporer (tradisional kreasi baru), kita bisa mengkreasikan sesuai dengan inspirasi & kemauan kita, asal enak dilihat & variasi gerakannya tidak monoton ya nggak masalah. Misal : Tari Punjari (tari tradisional asal Banyuwangi) yang tersohor sekitar tahun 1990-an itu versi masing-masing pencipta tari tidak sama. Ngomong-ngomong soal tarian yang satu ini jadi ingat masa “kejayaan” saya sebagai penari. Tarian awal yang saya kuasai & berani saya tampilkan didepan publik ya Tari Punjari ini :D. Kemanapun saya tampil ya tarian ini yang saya bawakan ;)). Sampai ada celetukan yang bilang, “gimana kalau sekarang nama kamu diganti jadi Devi Punjari” Berasa sutradara film. Itu Punjabi, ding ;))

Lalu, kenapa saya suka tari Sunda, saya kurang tahu apa ada hubungannya atau enggak, saya terlahir dengan darah a half sundanese. Almarhumah nenek saya adalah orang asli Sunda yang bsama sekali nggak bisa ngomong Jawa. Menurut saya tarian Sunda – terutamanya Jaipong – gerakannya sangat energik, bisa full ekspresi & semangat ketika menarikannya. Apalagi dengan diiringi hentakan gendang & suara sinden yang nyaringnya khas, rasanya durasi 10 menit itu nggak terasa banget, padahal sudah ngos-ngosan.  Jadi mikir, nari dengan durasi segitu aja sudah ngos-ngosan apalagi nari Bedhaya Ketawang yang durasinya 130 menit ya..

Andai saya masih ada kesempatan untuk sekedar menyalurkan rasa kangen saya untuk menggung, ya. Sudah kurang punya cukup waktu untuk sekedar melemaskan otot-otot saya berliak-liuk menari dengan iringan gending Jawa/Sunda..

Ada yang mau ngajak saya nari? Yuk! 😉

[devieriana]

Source gambar  ada di sini

Continue Reading

Tuhan, andai saya boleh memilih ..

merenung1

 

” Dev, andai saja ya aku boleh menentukan jalan hidup mana yang aku pilih, andai aku boleh memilih sendiri jodohku, andai aku boleh mengabulkan apa saja keinginanku..”

Itu curhat salah seorang sahabat saya, kemarin siang ..

 

Hmm.. kalau semua “andai” itu bisa kita lakukan, trus apa gunanya Tuhan? ngapain harus ada Tuhan kalau kita bisa “triiing.. voilaa..” apa yang kita inginkan dalam sekejap ada di depan mata, apa yang jadi keinginan kita langsung terkabul, ga akan ada namanya kegagalan, orang salah arah & salah langkah dalam hidupnya, semua berjalan sesuai rencana..  Tapi apa iya kalau sudah menjadi “tuhan” kecil seperti itu lantas kita bisa puas, kehidupan akan seluruhnya berhasil sesuai rencana? Apa ga malah jadi kacau balau karena berjalan sesuai dengan keinginan masing-masing, bisa bentrok sana-sini, tidak ada sentralisasi, jadi “otonomi daerah” semua.

 

Saya yakin pemikiran seperti diatas pasti pernah mampir ke otak masing-masing orang, tapi kembali laagi ke akal sehat, yakinkah kita ketika semua serba dituruti, apapun keinginan & cita-cita kita serba in a minute langsung jadi, apa malah ga bikin kita jadi cerdas, ulet, & berusaha? Yang ada bakal menambah populasi orang malas di dunia ini. Bener ga? “Aku mau uang yang banyak, yang ga usah pake kerja”.. TRIING.. berkarung-karung uang sudah ada di depan mata. “Aku mau nikah sama si X dong, soalnya aku suka sama dia”.. TRIIING.. Si X sudah jadi suami/istri kita. “Aku mau lulus cumlaude tapi ga usah pake kuliah dong..”.. Yee, mana bisa begitu? enak aja.. hehehehe.. 😀

 

Pun halnya memilih pasangan hidup, pekerjaan, jalan hidup, dll. Saya percaya semua itu pasti ada “jodohnya”. Maksud saya begini, semua ditakdirkan untuk berpasang-pasangan (bukan hanya pasangan hidup), pun halnya dengan pekerjaan. Si A gonta-ganti tempat kerja dari perusahaan X ke perusahaan Y, ga cocok, resign ngelamar ke perusahaan Z, eh kok enak ya.. gaji gede, posisi enak, kerjaan gampang & lingkungan kerja yang kondusif. Hal yang seperti itu yang saya namakan jodoh. Begitu juga dalam menentukan pasangan hidup pun, kalau saya boleh memilih nih, saya bakal pick one orang yang saya sukai,  Si Anu misalnya. Tapi balik lagi, yakinkah kita jika si Anu ini jadi pasangan hidup kita, kita bakal jadi orang yang lebih baik daripada sekarang? Mesti mikir dulu deh. “Hhalaaaahh… kalau kebanyakan mikir keburu dia disamber orang, bu..”. Ya udah berarti dia bukan jodoh kamu.. Gitu aja. Simple kan? 🙂 . Tapi inget, pasrah bukan berarti ga usaha ya. Kalau memang kita suka dengan si A/B/C, atau kita punya keinginan & cita-cita ya harus ada usaha dululah. Do the best, lets God do the rest..

 

Proses berpikir saat akan melakukan pengambilan keputusan sangat dibutuhkan. Kenapa? Ya supaya kita ga salah pilih, ga salah jalan. Saya juga pernah berpikir bahwa Tuhan itu kok kayanya ga adil banget deh. Ada orang yang hidupnya kayanya sangat beruntung, dapat pasangan yang perfect, dikaruniai anak yang lucu-lucu, seems mereka bahagia banget.. what a perfect life-lah pokoknya. Sementara saya ya biasa-biasa aja. Tapi tadi pagi saya mendapatkan perenungan bagus setelah semalam saya bertemu dengan seseorang dari masa lalu saya. Mendadak saya bersyukur dengan kehidupan saya sekarang. Andai beberapa tahun lalu Tuhan mengiyakan keinginan saya untuk hidup bersama dia, saya ga yakin bahwa kehidupan spiritual saya akan semakin dekat dengan-NYA. Secara ya, kadang shalat aja saya masih bolong-bolong, baca Qur’an kalau saya lagi pengen. Kalau saya hidup sama dia apa iya saya ga makin jauh dari-NYA? Okelah secara financial kehidupan saya akan tercukupi, tapi kebutuhan rohani saya besar kemungkinannya akan makin kosong karena kehidupaan rohaninya sendiri ga lebih baik daripada saya  🙁

 

Selalu ingatlah akan 3 hal  :

1. Jika Allah mengatakan Ya !
Maka kita akan mendapatkan apa yg kita minta..

2. Jika Allah mengatakan Tidak !
Maka kita akan mendapatkan yang lebih baik..

3. Jika Allah mengatakan Tunggu !
Maka kita mendapatkan yang terbaik sesuai kehendak-Nya.
Allah tidak pernah terlambat, Dia tidak juga tergesa gesa, namun Dia selalu tepat waktu..

 

Tuhan ga pernah salah, Dia selalu memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Karean kadang apa yang kita inginkan sebenarnya bukan yang kita butuhkan secara hakiki. Namun kadang kita lupa, saat dalam hidup ada 1 pintu yang tertutup bagi kita, kita hanya bisa menangis, mengeluh, meraung-raung agar pintu itu dibuka, sampai kita tidak sadar bahwa ada pintu lain yang Tuhan sudah buka untuk kita..

Berserahdirilah, karena Tuhan Maha Tahu segala yang terbaik untuk kita ..

 

teruntuk sahabat saya.. cheer up ya Dear  🙂

 

 

Continue Reading