Tulisan ini saya tulis karena saking herannya saya sama orang-orang disekeliling saya tentang betapa pilih-pilihnya mereka sama makanan. Awalnya ok, mungkin saja masakan hari itu kurang menggugah selera sehingga kurang menerbitkan nafsu makan. Tapi ketika pemandangan itu semakin sering saya lihat, saya kok jadi bertanya-tanya sendiri ya, ada apa sih? Wong saya makan juga nggak kenapa-kenapa, enjoy aja. Kalau dibilang nggak enak banget, dimananya sih yang nggak enak? Kayanya normal-normal aja deh. “Ya namanya orang seleranya kan beda-beda bu, belum tentu yang buat lidah kamu enak, buat lidah orang lain juga enak..”. Apa mungkin saya yang rakus ya, apa aja mau? 🙂
Nggak tahu apa yang membuat mereka berubah & seringkali nggak mau makan menu yang sudah disediakan. Padahal menunya selalu berganti-ganti tiap hari, dan menurut saya menunya juga pantas, layak & bersih. Sekarang “trend” yang berkembang di sekeliling saya adalah “nggak makan ah, menunya nggak enak” & berbondong-bondonglah mereka memesan makanan dari luar. Awalnya saya menganggap okelah ya, mungkin mereka bosan karena menurut mereka menunya begitu-begitu saja (walaupun aslinya ganti-ganti lho menunya.. 🙂 ). Ya namanya juga jatah makan dengan budget yang sudah ditentukan. Jadi ya wajarlah kalau menyesuaikan dengan harga. Nggak mungkin misal jatah makan siang Rp 20.000,- tapi menunya seharga Rp 50.000,- , ya rugi bandarnya. Istilahnya gitu..
Kalau saya kebetulan nerimo aja, selain saya juga males kalau mesti ribet delivery order. Kebetulan juga nggak pernah rewel soal makanan. Enak enggak enak & apa yang tersedia ya itu yang akan saya makan, nggak komplain, nggak menuntut mesti gini gitu. Lha wong saya juga nggak bisa masak, plus nggak ada waktu juga buat masak 😀 . Tapi memang hal itu juga yang jadi salah satu wejangan kedua orangtua saya. Enak/nggak enak, apapun yang dihidangkan, nikmatilah, sambil disyukuri bahwa kita masih bisa makan. Salah satu bentuk penghargaan buat oraang yang sudah bersusah payah menyediakan makanan buat kita & ingatlah diluar sana ada banyak orang yang kekurangan, yang nggak bisa makan karena nggak mampu beli makanan atau nggak ada yang bisa dimakan.
Saya bukan bermaksud sok bener, sok menggurui, atau sok perhatian sama orang yang berkekurangan ya. Cuman seringnya suka introspeksi dalam diri sendiri aja, kalau misal saya sekarang jadi yang terlalu pilih-pilih makanan, apa iya dulunya mama saya tiap hari selalu masak makanan yang enak & mewah buat kami? Dengan gaji papa yang nggak besar itu mama harus berusaha mengatur keuangan bagaimana caranya biar cukup buat hidup sebulan dengan 3 anak yang biaya kuliah & sekolahnya juga besar. Makan enak sekali-kali bolehlah, ibaratnya “rekreasi”, masa iya mau makan tahu & tempe terus, sekali-kali makan lauk ayam boleh dong. Ya maklumlah, kami hanya keluarga sederhana. Itulah yang membuat saya selalu merasa bersyukur Alhamdulillah Tuhan masih ngasih rezeki cukup sehingga kami sekeluarga masih bisa makan dengan layak sampai dengan hari ini.
Sekedar ingin membuka mata, coba deh lihat sekeliling kita, ada banyak kaum yang hanya untuk sesuap nasi saja mereka harus bekerja banting tulang, susah payah, kadang tak peduli cuaca, musim, & waktu. Jangankan untuk makan sehari 3x, ada makanan yang bisa dimakan aja sudah alhamdulillah banget. Seperti kisah yang saya tuturkan disini & disini, kalau kita yang jadi bapak dan ibu itu mungkin akan bisa merasakan sendiri bagaimana susahnya cari makan ya. Jangankan untuk memilih makanan yang enak, mikir hari ini bisa makan apa enggak aja sudah bikin stress kali ya. Iya kalau ada yang bisa dimakan, lha kalau enggak?
Jadi, coba mulailah syukuri apa yang sudah Tuhan kasih sama kita. Apapun itu bentuknya. Karena ada banyak orang diluar sana yang nasibnya tidak seberuntung kita yang masih bisa ketemu makanan (enak) setiap hari…
Maaf, hanya sebentuk renungan.. 🙂
[devieriana]