Dari dulu saya nggak pernah tergoda banget sama yang namanya meng-update gadget. Kalaupun iya di-update itu butuh waktu tahunan, karena selain dulu harga HP masih terbilang mahal, selain itu juga saya lebih memilih fungsi ketimbang meng-update setiap kali ada yang baru. Gila, emang kita konter HP? ;))
Kalau dulu sekitar tahun 2004 Blackberry (BB) masih sangat eksklusif & hanya kita layani penjualannya untuk pembeli kelas premium & corporate, nggak ada tuh dari kita yang tertarik untuk beli. Ya wajar, karena emang masih mahal ;)) Jadi update-nya masih sebatas Nokia, Ericsson dan teman-temannya.
Pernah dulu waktu booming-boomingnya Nokia 3650 & 3660, orang sekantor seragam pakai itu semua. Yang berbeda cuma casing-nya saja, selebihnya sama. Sampai-sampai ringtone dengan nada “dari Telkomsel” yang selalu ada di tiap ending iklan Telkomsel juga jadi ringtone khas kami. Jadi kalau salah satu ada yang bunyi yang pasang ringtone itu pada barengan spontan ambil HP, pada ke-GR-an kali aja HP mereka yang bunyi :)). Nggak kreatif ya? Ya kan waktu itu keren banget pakai ringtone itu, handphone belum banyak yang pakai pula. Ceritanya ngeksis :)). Ya kalau sekarang mah udah basbang (basi banget) kali 🙂
Beda jaman, tentu beda trend. Kalau dulu BB masih jadi benda eksklusif dan mahal, sekarang sudah jadi handphone sejuta umat. Bagaimana tidak, kalau sekarang hampir semua kalangan, mulai pelajar sampai orang kantoran bisa dilihat di mana-mana menenteng BB. Semuanya sama, yang beda tentu saja “sarung”-nya. Mulai yang terbuat dari silikon (ini yang paling banyak), sampai yang alumunium.
Sampai ada temen yang bilang gini sama saya :
Temen : ” Kadang bosen ya, dimana-mana liat orang yang nenteng HP dengan sarung warna-warni itu”
Saya : “Maksudnya BB?”
Temen : “Hyaiyalah, apalagi..”
Saya : “Ya udah, jangan diliatlah.. ;)) “
Teman : “bukan gitu, Dev. Kadang gue suka heran liat masyarakat kita itu sebenernya latah atau gimana ya? Kalau ada trend tertentu kenapa semua langsung heboh pada ikutan? Padahal kadang belum tentu trend itu sesuai sama mereka atau gaya hidup mereka..”
Saya : “bisa jadi selain sebagai trend, BB atau smartphone dianggap mewakili gaya hidup tertentu & bagian dari kebutuhan hidup”
Teman : “jadi, sebenernya BB & smartphone itu bagian gaya hidup atau kebutuhan?”
Saya : “butuh karena menjadi bagian dari gaya hidup” :p
Tak bisa dipungkiri bahwa trend handphone ber-keypad QWERTY telah menjadi idola dan perburuan hampir semua kaum dalam kurun waktu 2 tahun ini. Smartphone kini bukan lagi handphone canggih semata, namun lebih dari itu, sudah menjadi bagian dari kebutuhan hidup utamanya masyarakat perkotaan. Kalau dulu kita melihat smartphone hanya digunakan oleh orang-orang kantoran yang levelnya middle management sampai top management, sekarang semua kalangan bisa pakai. Seiring dengan semakin terjangkaunya harga barang & meningkatnya permintaan pasar.
Kalaupun sekarang saya menggunakan BB bukan karena latah, tapi karena kebetulan dibelikan sama suami sebagai kado :p . Kecuali kalau dulu saya dikasih pilihan handphone lain yang lebih canggih ketimbang BB mungkin saya akan pilih Android atau apalah yang mahalan sekalian. Iya dong, kalau ada yang nawarin ya jangan tanggung-tanggung, yang mahal sekalian >:) . Becanda. Bisa dihajar suami nih kalau sampai beneran iya saya kaya begitu :)). Tar habis beli HP canggih nan mahal, besok-besoknya kita puasa :-s . Ya saya sih lebih bersyukur aja bisa ganti HP setelah Nokia 7610 saya menemani selama hampir 6 tahun nggak ganti-ganti sampai bulukan ;))
Tapi ada salah satu temen yang selain menggunakan BB & juga menggunakan smartphone lain dan sekarang ganti ke Android itu mengaku menggunakan smartphone karena memang butuh. Jadi lebih ke fungsi. Wajar karena memang dia selain orangnya mobile juga tergolong makhluk sibuk. Dalam seminggu jadwal seminar bisa penuh banget. Dia kebetulan pengguna BB sejak jaman BB belum se-booming sekarang. Dulu saya pernah di kasih lihat BB-Bb-nya yang sudah tidak lagi dipakai tapi masih disimpan buat koleksi. Kalau soal itu mungkin sudah beda lagi, bukan lagi soal fungsi tapi juga menjadi bagian dari life style. Sama seperti pena Mont Blanc Meisterstück 149 Fountain Pen dengan mata pena terbuat dari emas 18 karat kapan hari ya? 😉
Di luar itu semua, kalau masalah HP saya lebih memilih fungsi ketimbang ikutan trend. Terbukti HP saya yang sudah almarhum itu bisa awet menemani saya selama beberapa tahun. Selain bandel & tahan banting (karena sudah jatuh beberapa kali) dia juga saya anggap masih bisa mengakomodir kebutuhan saya. Selama masih bisa sms & telepon plus gprs/mms, ya sudah cukup. Toh kesibukan saya juga nggak padat-padat banget, pikir saya waktu itu.
Tapi kalau sekarang sih kebetulan fungsi yang ada di BB itu semuanya menyesuaikan dengan kegiatan saya, misalnya twitteran, buat merekam suara saya & mendongeng untuk kemudian saya posting di sini (padahal baru satu doang), belum buat fb-an dan foto-foto =)). Nggak, nggak, bo’ong deng :^o . Sejak pakai BB justru tagihan saya lebih sedikit ketimbang ketika pakai HP biasa. Kalau dulu tagihan bisa sampai 300 ribuan lebih, sekarang dooong.. 299 ribu! Kyaaa, beda cuma seribu doang =)). Becanda. Lumayan bisa setengahnyalah. Karena kan kalau BB sistem pemakaiannya berlangganan & kita mendapatkan unlimited internet access. Trus kebetulan keluarga di Surabaya juga pakainya BB, jadi untuk komunikasi kita pakai BBM (Blackberry Messenger) yang notabene gratisan. Jadi itu salah satunya, faktor ngirit ;;)
Semakin maraknya penggunaan BB kini bukan hanya sebuah trend tapi sudah menjelma menjadi pelengkap gengsi atau status sosial seseorang. Gengsi kalau dia tidak menggunakan Blackberry meskipun sebenarnya dia gak terlalu butuh dengan fitur-fitur yang ada di Blackberry ini. Belum tentu mengerti cara penggunaannya, bagaimana mengoperasikannya, cara cek email, cara kirim email, chatting di BB dan berbagai fitur lainnya yang ada. Dulu saya pernah bilang, “handphone boleh Blackberry tapi kalau nelpon masih juga pakai CDMA dengan alasan biar murah.. “. Mungkin akan dijawab, “Biar gaya harus tetap cermat dalam hal biaya dong!”.
Agree! :p
Tadi siang ada status temen yang unik, “selamat tinggal trackball, selamat datang touch screen!”. Saya yang kebetulan sudah paham sama tingkah lakunya sahabat yang satu itu ya cuma mesem-mesem aja, sampai akhirnya dia mendadak menyapa saya :
Teman : “yuk kapan kita ketemuan? sekalian mau pamer handphone-ku yang baru nih” —> kyaaa, niat banget ya, ketemuan buat pamer ;)). Tapi dia cuma becanda kok 😉
Saya : “iya deh yang sekarang pakai Android. Yuk, mau kapan ketemuannya? Eh, trus BB-nya kamu kemanain mas? BBM kamu aku hapus nih?
Teman : “Jangan dihapus dulu, nanti aku kabari kalau sudah resmi” —> jaah, pakai diresmikan. Jangan-jangan pakai tumpengan sama gunting pita segala nih ;))
Saya : “oke deh. Trus kenapa kok ganti Android? Apa karena BB sudah jadi handphone sejuta umat ya? 🙂 “
Teman : “iya, BB sekarang sudah nggak ekslusif lagi. Aku nggak mau tiap kemana ditanyain nomer PIN. Akhirnya contact list BBM-ku makin banyak”
Oh, ada lagi nih ternyata. Ganti HP karena nggak mau terlalu banyak dikembarin sama orang. Kurang eksklusif katanya 😉 . Okelah, masing-masing pasti punya alasan tersendiri ya.
Nah, kalau pertimbangan Anda sendiri sebelum memutuskan untuk membeli merk & type HP tertentu biasanya karena apanya sih?
[devieriana]