Totem Pro Parte

Internet telah menjadi sebuah media sosial yang perkembangannya sangat pesat. Mau tidak mau internet telah menjadi salah satu pelengkap gaya hidup manusia, karena (rasanya) kalau tidak mengakses internet sehari saja seperti ada yang kurang lengkap dan ketinggalan informasi. Melalui internet kita bisa mendapatkan segala akses informasi dari berbagai penjuru hanya dengan sekali klik. Namun internet juga bagaikan pisau bermata dua, bisa bermanfaat tapi sekaligus ‘membunuh siapa saja yang kurang bijak ketika menggunakannya. Zaman sekarang memang eranya keterbukaan dan kebebasan berpendapat, namun jika kita kurang bijak menggunakannya bukan feedback positif yang kita dapatkan tapi justru sebaliknya.

Sebut saja twitter atau facebook yang notabene tingkat penggunanya di Indonesia cukup banyak. Facebook merupakan sebuah jejaring sosial tempat bersilaturahmi dengan teman lama, yang dilengkapi dengan media untuk memposting link tulisan/video/foto, mengomentari status teman, bermain games, dll. Manfaatnya, tentu saja bagi tiap orang bisa saja berbeda-beda, pun halnya dengan tingkat preferensi penggunaannya. Sedikit berbeda dengan twitter yang jauh lebih simple tampilannya, dia adalah jejaring informasi dalam 140 karakter. Soal informasinya bermanfaat atau tidak tentu saja tergantung siapa yang kita follow. Kalau kita anggap bermanfaat ya silahkan di follow, kalau tidak ya lewatkan saja, atau kalau ternyata setelah di follow ternyata kita merasa kurang sreg dengan isi twitnya ya gampang, tinggal unfollow saja, seperti kata Pramono Anung di akun twitternya :

“DEMOKRASI di Twitter nggak perlu gedung baru, nggak ada study banding, boleh menghujat, Suka di-follow, sebel-Unfollow, SEMUA SENANG”

Namun perlu hati-hati juga, semakin banyak jumlah follower atau teman yang ada dalam friendlist kita seharusnya membuat kita harus lebih berhati-hati ketika memposting status. Tentu masih ingat nasib beberapa orang yang “keseleo lidah” dan akhirnya membuat dia dicerca, dikritik, dimaki-maki, dan bahkan ada yang langsung menutup akunnya karena tidak kuat menghadapi kritikan pedas para pengguna social media yang lain karena telah mengeluarkan pernyataan yang menyinggung beberapa kalangan tertentu dan atau memberikan opini sepihak yang tidak pada tempatnya. Sebut saja kasus facebook-nya Ivan Brimob dengan status Polri dan cicaknya. Tifatul Sembiring dengan twit jokes AIDS-nya. Ada juga Mario Teguh (sayangnya akun itu telah dihapus) dengan twit tentang wanita yang pas untuk teman pesta, clubbing, merokok, mabuk dan bergadang sampai pagi tidak mungkin direncanakan jadi istri. Dan yang masih fresh, twit Hanung Bramantyo berikut ini :

hanung-bramantyo3

Kita memang bebas menulis apapun di akun social media kita, namun ada baiknya jika kita juga mampu menggunakannya secara bijak dan bertanggung jawab. Mengingat status kita disana bisa diakses & direspon secara langsung oleh orang lain, dari sanalah kita akan “bertemu” dengan banyak teman baru yang datang dari berbagai kalangan (dan kita pastinya tidak bisa mengenalinya satu-persatu), dari sanalah pula ‘sejarah’ kita bisa makin dikenal oleh orang lain atau justru malah akan tenggelam dalam hujatan pengguna social media yang lain hanya karena kita ‘keseleo lidah’.

Satu hal yang perlu diingat oleh semua pemilik akun social media :

” jika kita hanya mengetahui sedikit saja tentang sesuatu, atau hanya kulit luarnya, jangan pernah mengkritisi, mengambil kesimpulan secara sepotong-sepotong dan bahkan membuat opini sendiri secara totem pro parte, yakni menggeneralisasi sebuah kondisi padahal hanya untuk mengambil sebagian informasi saja. Seperti apa yang dikatakan oleh Bob Dylan, “don’t criticize what you can’t understand”, karena kebanyakan orang hanya melihat dari luarnya tanpa tahu isi didalamnya seperti apa..”

Nah, saya punya sedikit intermezo. Saya akan share sebuah video. Yang saya tanyakan adalah ketika Anda melihat video ini sebelum diputar, gambar apa sih yang ada dalam pikiran Anda? Iklan shampoo? Wanita berambut panjang? Rambut indah dan terawat? Atau mungkin ada yang lain? πŸ˜‰

Nah kalau sudah menonton, coba bandingkan dengan apa yang ada dalam bayangan Anda tadi. Lalu maksudnya apa? Dari situlah kita bisa melihat bahwa apa yang kita lihat luarnya saja belum tentu sama dengan apa yang sebenarnya terjadi.

Ready?
Selamat menonton ya πŸ™‚

[devieriana]

screen capture dari twitter

You may also like

15 Comments

  1. kadang kita bicara sinis pada suatu hal or objek,
    karena ga ngerti yang sebenernya,
    sering sok tau, padahal banyak ga taunya
    *toyor2 kepala sendiri*

  2. iyah mbak devi,penting nih buat kita spy lebih berhati-hati dlm memposting tulisan di jejaring sosial,jangan menyudutkan,menyinggung,menghina dan sejenisnya,yg kita sendiri belum tentu baik di mata org lain…,hmm..seandainya semua org menyadarinya….:”(

  3. Gak nyangka ya orang seperti ‘Hanung Bramantyo’ berfikir seperti itu. Ya kalau alasan biaya rumah sakit kan itu pilihan kita masing2, ada yang murah ada yang mahal. Atau kita tawarin askes saja terus nglahirin di Puskesmas πŸ™‚

  4. tadinya saya mau ikut berpendapat sehubungan dengan topik yang lagi dibahas disini

    Eeeee… lha tapi… setelah membaca dari awal sampai habis, saya kok malah terpesona dengan cara penulisan jeng Devi di postingan ini πŸ˜› πŸ˜› πŸ˜›

    jadi sekarang saya malah bingung mau bilang apa πŸ˜€ πŸ˜€ πŸ˜€

    tapi beneran… cara penulisannya keren abis πŸ™‚ πŸ™‚ πŸ™‚

  5. jiyaaaaaaaaahhh…kok agak disayangkan ya..seorang sutradara tokcer dengan pelem2 yang bisa dibilang edukatip…komennya kek gitu…almarhum bapak saya itu pejabat je..pejabat RT yang endak pernah digaji untuk pengabdiannya melayani tetangga2 yang butuh surat menyurat, apa dia jg digolongkan b*jin9*n??? fyuhhhh…:(

  6. sayang banget seorang sutradara sekelas Hanung Bramantyo bisa menggunakan majas totem pro parte dalam bentuk yang seperti itu ya πŸ˜€

    yah, emang harus hati-hati betul mem-post apapun di media sosial…
    kita nulis di media yg bisa diakses dan direspon seketika oleh banyak orang. jadi, ya, mungkin memang sebaiknya kita menulis tidak hanya untuk diri sendiri tapi juga untuk orang lain ya, mas hanung… :p

  7. yang demikian itu (Hanung B. case) adalah cara pengambilan kesimpulan yang keliru, dan tidak benar adanya. diakui memang pejabat di Indonesia bla bla tapi itu kan sebagian, artinya tidak semua demikian..

  8. dipikir dulu sebelum buat status, apalagi kalo public figure untung aku bukan public figure tapi bukan berarti bisa semena-mena bikin status

  9. “..jika kita hanya mengetahui sedikit saja tentang sesuatu, atau hanya kulit luarnya, jangan pernah mengkritisi..” <– Noted Well πŸ™‚
    Dan kini saya harus berhati-hati jika melihat rambut indah.. ;))

  10. Wah jadi inget lagi pelajaran Bahasa Indonesia tentang majas :). Pars pro toto ya, kebalikannya? Salam kenal, baca-baca artikel ber-tag PNS jadi mengingatkan saya akan masa lalu :D.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *