Bulan Yang Terluka ..

Malam itu bulan pucat kembali terluka. Tusukan-tusukan pedang  sang ilalang muda menginfeksi luka lama sang bulan pucat. Luka yang belum mengering itu kembali berdarah & bernanah. Perih itu, nyeri itu, ngilu itu, tiba-tiba menyerang & kembali meradang. Hujan badai menerpa liar padang rumput itu. Sang ilalang muda tertawa angkuh memegang pedang yang ujungnya berlumur darah.

Sang bulan pucat berteriak, mengaduh, menangis menahan ngilu. “Kau tak tahu maksudku, ilalang muda!”, teriaknya parau disela gemuruh hujan. Lukanya berdarah, makin terasa pedih luka yang menganga itu. Teriakan minta pertolongannya tak mampu mengalahkan gemuruh petir yang bersahut-sahutan. Kilat yang menyambar-nyambar & angin topan badai itu..

Sampai akhirnya badai menghempas sang bulan pucat luruh, teronggok kuyu menancap di karang yang terjal..

Sang ilalang melangkah menghampiri bulan yang terkoyak. Matanya hanya menatap hampa pura-pura kasihan.. “Itulah bayaran untuk kebebasan yang kuminta, Bulan.. “, serunya sambil menghamburkan pasir ke wajah sang bulan yang pucat, pias, tak bernafas..

Mati bersama tawa angkuh sang ilalang muda & auman serigala…

[devieriana]

Continue Reading

Mbak Sri & Tas Usang Saya ..

Pernahkah kalian ketika tidak berniat memberi tapi justru pemberian kita yang tanpa niatan itu diterima dengan segenap hati oleh orang lain? Saya pernah..

Pada awalnya nggak pengen ngasih barang itu ke orang lain. Karena saya tahu barang yang saya maksudkan itu nggak layak kalau dikasih ke orang. Kalau memang niatnya ngasih ya sekalian yang bener, bukan barang rusak & usang begitu.

Kebetulan saya punya beberapa tas yang sudah jarang saya pakai, ada beberapa diantaranya yang sudah rusak entah resleting jebol, sobek diujungnya, kulit tasnya sudah banyak yang mengelupas atau jahitannya yang sudah lepas sana-sini. Intinya memang itu tas umurnya sudah tua, saya juga sudah jarang pakai. Sementara saya sendiri sudah terlalu malas untuk membawanya ke tukang reparasi tas. Sungguh, bukan mau sok kaya, tapi memang saya terlalu malas saja. Lantaran bingung kemana harus saya ungsikan tas-tas yang bertumpuk di pojokan kamar itu akhirnya terpikir untuk menitipkan ke si mbak yang bekerja di rumah ibu untuk entah terserah mau diapain. Mau dibuang boleh, diloakkan juga nggak papa, toh memang kebetulan saya sudah nggak menggunakannya lagi. Justru itu maksud saya, minta tolong diloakkan saja ketimbang numpuk nggak jelas di kamar, dipakai enggak, dibuang juga enggak.

Akhirnya saya sengaja taruh di depan kamar dengan harapan nanti kalau si mbak bersih-bersih bakal lihat itu & langsung membawanya ke tukang loak. Soal nanti laku berapa terserah deh, buat si mbaknya aja. Tapi salahnya saya nggak kasih notes ke si mbak soal titipan maksud itu tadi karena saya sudah buru-buru ke kantor. Sekitar pukul 4 sore ada sms di HP saya yang kasih tahu kalau tas-tas saya itu dibereskan, dirapikan sama si mbak karena dikirain saya yang nggak sempat ngurusin “harta benda” saya itu. Panteslah, wong memang saya nggak kasih notifikasi apa-apa masalah tas-tas seabreg itu. Akhirnya saya telepon si mbak & menjelaskan maunya saya gimana.

Mendadak hati saya tersentuh mendengar suara yang berbinar-binar meyakinkan bahwa benar tas-tas itu sudah tidak lagi saya pergunakan.

“beneran mbak udah nggak pakai?”

“iya mbak, minta tolong dibantu beresin aja. Terserah deh mau mbak Sri apain, biar nggak numpuk di pojokan kamar. Diloakin boleh, dibuang juga nggak papa mbak. Soalnya beberapa tas itu ada yang udah sobek & rusak.. “

“makasih ya mbak.. Nganu, tasnya boleh buat saya aja nggak mbak? Nanti saya juga mau bagi ke adik saya. Buat kami lebaran di kampung.. Dia pasti seneng banget..”

Sontak saya terdiam.. Ya Tuhan, sungguh bukan itu maksud saya.. Kalaupun saya berniat ngasih, nggak akan saya ngasih barang yang sudah nggak jelas bentuknya seperti itu. Apalagi untuk berlebaran.. Speechless.

“mbak Devi? Boleh ndak?”

“eh.. iya.. anu.. aduh gimana ya mbak, itu kan udah ada yang sobek, bolong, rusak.. Udah jelek, nggak sempurna mbak. Kalau mbak mau mending saya belikan aja nanti yang baru. Masa lebaran bawa tas rusak sih mbak.. “, ujar saya kikuk

“Udah mbak, nggak papa.. Besok pagi mau saya bawa ke pasar, mau saya perbaiki ke tukang reparasi tas. Lumayan 2 hari, sebelum saya mudik ke kampung..”, jawabnya di ujung telepon dengan nada gembira.

Saya hanya bisa terharu..

“iya mbak.. boleh. Buat mbak Sri semua kok..”, jawab saya akhirnya..

Masyaallah.. hati saya kembali tertegun. Begitu berharganya nilai barang yang sudah saya anggap sampah di mata orang kecil macam si mbak itu. Sampai tadi pagi dia bertemu sayapun masih membahas tas-tas yang awalnya mau saya buang itu ternyata benar-benar di bawa ke kampung untuk di bagi dengan adik semata wayangnya.

” Matur nuwun ya mbak.. Adik saya seneng banget dapet tasnya mbak Devi. Katanya tasnya bagus-bagus.. Saya bilang : ya bagus, wong itu dari Jakarta, Nduk..”

Saya tersenyum, mendengar ceritanya perempuan berperawakan kecil itu sambil mengaduk teh untuk sarapan pagi.

” Maaf ya mbak Sri.. saya kemarin itu benernya bukan bermaksud ngasih ke mbak. Jujur saya bingung mau dikemanakan tas-tas rusak itu. Saya juga enggak pakai lagi soalnya. Saya yang nggak enak sama mbak Sri, masa ngasih barang rongsokan gitu. Kalau niatnya ngasih ya yang bener sekalian. Gitu maksud saya..”

“Sampun, ndak papa mbak.. saya yang matursuwun banget. Tasnya masih bagus-bagus kok.. adik saya saking senengnya sampai dipakai terus tiap silaturahmi ke rumah teman atau saudara. Ketrima banget kok mbak 🙂 .”

Terharu saya.. Betapa kembali Tuhan mengetuk pintu kesadaran saya untuk tetap bersyukur karena diberikan kehidupan yang jauh lebih layak dari si mbak & keluarganya. Mengingatkan kembali tentang pentingnya arti berbagi dengan sesama.. secara ikhlas..

 

[devieriana]

Continue Reading

Lelaki Sayap Jingga

angel

Perempuan bersayap pelangi terpekur di sudut malam bersama pendar cahaya keperakan. Jemarinya ngilu, bibirnya bisu, wajahnya layu. Menunggu lelaki bersayap jingga pulang membawa jutaan kilowatt rindu & kerjap mata yang menyimpan cinta..

Melihat lelaki sayap jingga itu begitu jauh, berdiri tegak pada sebuah pulau kecil. Butuh sebuah perahu untuk mencapainya, butuh ribuan kayuh untuk menjumpanya, butuh ribuan kepak sayap untuk memeluknya. Sayang sayap kecilnya sedang patah, terbebat perban dedaunan kering. Hanya sepenggal harapan akan perjumpaan, di sebuah tempat, pada suatu waktu. Di sebuah ruang & hati dimana dia bisa menikmati mahligai rembulan lelaki bersayap jingga yang cahayanya memancar lembut melerai gundah jiwa..

Perempuan bersayap pelangi itu akhirnya lelap diujung malam. Terkulai tak berdaya, letih ditemani pendar cahaya keperakan & rembulan yang berjelaga..

—————————–

* Lagi pengen belajar nulis beginian.. Kalau jelek maklumin yah.. Namanya juga belajaran  😀

[devieriana]

gambar dari sini

Continue Reading