Balada Kontes Dangdut

singer

“Hei, sejak kapan kamu suka dangdut? Kok ngeliatnya sampai gitu amat? ๐Ÿ˜ฏ “

Demikian komentar suami saya sepulang dia dari kantor dan menemukan saya sedang asyik menonton sebuah acara ajang pemilihan bintang dangdut di salah satu televisi. Saya cuma cengengesan melihat wajahnya yang keheranan tanpa memindahkan channel.

Sebenarnya saya bukan orang yang hobi melihat tayangan ajang pencarian bakat, kalaupun sempat menonton itu juga bukan disengaja, kebanyakan sih karena saya sedang mainan remote dan ndilalah kesasar nonton :P. Buat saya hampir semua acara kontes pencarian bakat itu memiliki konsep tayangan yang sama. Tahapannya selalu dimulai dari audisi di beberapa kota, memilih kontestan yang dianggap layak untuk ditandingkan di level berikutnya, dan seterusnya hingga babak semi final dan final yang tinggal menyisakan 2 atau 3 orang peserta. Pemilihan pemenangnya pun rata-rata juga sama, yaitu menggunakan pooling sms bukan seluruhnya berdasarkan hasil penilaian dewan juri. Kadang pemenangnya bukan selalu kontestan yang memang memiliki kualitas yang bagus, tapi justru kontestan yang kuat dukungan sms-nya. Bahkan dulu, ada peserta yang menang karena ada unsur drama keluarganya *sigh* ๐Ÿ˜

Entah mungkin memang sudah season-nya, beberapa stasiun televisi seolah serempak menayangkan acara pencarian bakat di waktu yang hampir bersamaan. Ada yang tayang setiap hari, ada yang cuma di akhir pekan, ada juga yang cuma hari Senin-Rabu saja dan selebihnya adalah tayangan re-run (ulangan).

Ada yang katanya ajang pencarian bakat, tapi entah mengapa malah lebih mirip seperti acara lawak. Bukan cuma host-nya yang saling bersahutan mengeluarkan celetukan-celetukan lucu, tapi jurinya pun tak mau kalah ikut melucu dan bahkan terkadang malah garing. Sementara peserta dibiarkan berdiri di tengah panggung sambil menunggu komentar dari dewan juri ๐Ÿ™„

Nah, dari sekian banyaknya tayangan ajang pencarian bakat, baru kali ini saya tertarik untuk sengaja menonton, yaitu Kontes Dangdut Indonesia! ๐Ÿ˜† . Hah?! Eh, serius? Sejak kapan situ suka dangdut? ๐Ÿ˜ฏ .

Jujur, sebenarnya saya bukan penyuka genre musik dangdut. Tapi, ketika remote saya tidak sengaja ‘kesasar’ ke acara ini, kok saya merasa ada yang berbeda dibandingkan dengan acara sejenis di stasiun televisi tetangga, ya? Bukan, bukan tertarik dengan para kontestannya, tapi saya justru tertarik dengan juri-jurinya ๐Ÿ˜€

Kontes Dangdut Indonesia (KDI) merupakan acara pencarian bibit baru yang akan mewarnai industri musik dangdut di Indonesia. KDI melibatkan para pedangdut senior, Elvy Sukaesih, Jaja Miharja, dan Ikke Nurjanah sebagai juri. Tapi ternyata yang menjadi juri bukan cuma para artis dangdut senior itu saja, tapi juga ada juri-juri yang berasal dari musik nondangdut yang akan menilai para kontestan dari segi teknik vokal dan musikalitas, seperti Bertha dan Purwacaraka.

Intinya, semua juri bertugas untuk memberikan masukan dan penilaian sesuai dengan kapasitas masing-masing terhadap penampilan para kontestan. Host-nya ada Nassar KDI, Valentino Simanjuntak,Okky Lukman, dan Ayu Lia. Seluruh peserta bukan hanya akan mendapatkan latihan teknik vokal saja tapi juga pelatihan kepribadian.

Seperti biasa, tugas inti para host adalah memandu dan menghidupkan acara menjadi semenarik mungkin. Mereka juga sering terpancing untuk saling berkomentar dan mengeluarkan celetukan-celetukan lucu yang mengundang tawa. Tapi bedanya, di tayangan KDI ini ada ‘satpam’ yang selalu mengingatkan para host dan penonton untuk tetap behave dan menghargai para juri ketika sedang memberikan masukan kepada para kontestan. Siapa lagi kalau bukan Bertha. Ya, terkadang kontes-kontes acara semacam ini butuh orang yang berani tegas menegur host/penonton yang berisik, atau kelewat mengumbar guyonan.

Juri yang satu ini selain dikenal tajam dan keras ketika memberikan penilaian dia juga berani mengeluarkan komentar yang jujur apa adanya. Tidak semua kontestan dia komentari jelek, ketika ada konteastan yang kualitasnya dan cara bernyanyinya bagus, dia pun tak segan untuk memberikan pujian. Tidak seperti acara-acara lain yang sejenis, ketika kontestan dinilai atau diberi masukan, mereka bukan hanya boleh mengucapkan terima kasih saja, tapi Bertha juga mengajak mereka untuk berdialog, kalau secara teknik mereka dianggap salah, mereka boleh bertanya letak kesalahannya di mana. Intinya ada two way communication dengan para juri.

Di awal-awal saya menonton KDI ini saya pernah menganggap Bertha terlalu keras dalam berkomentar, sampai pernah ada kontestan yang awalnya rileks ketika menerima masukan dari juri lain tapi wajahnya tiba-tiba berubah menjadi tegang ketika dikomentari oleh Bertha ๐Ÿ˜† .

Semakin ke sini saya melihat ternyata di balik komentar-komentar tajamnya itu, perempuan berusia 46 tahun ini memiliki maksud yang positif. Dia ingin mengajak seluruh peserta bukan hanya sekadar menyanyi, tapi bagaimana menyanyi secara benar. Ada sebuah kalimat yang berkesan ketika dia terpaksa dengan keras menegur penonton yang terlampau berisik ketika juri sedang memberikan masukan kepada salah satu kontestan.

“KDI adalah ajang berbobot, tidak selayaknya ajang ini disamakan dengan acara sejenis yang diwarnai dengan ulah penonton yang membuat dangdut seolah-olah kampungan!”

Bhihihik, seketika studio yang tadinya ramai dengan suara penonton menjadi hening seketika. Bertha juga mengingatkan para host untuk tidak terlalu menggiring penonton untuk kelewatan ketika bercanda. Karena menurutnya, tugas seorang host bukan hanya memandu acara menjadi semenarik mungkin, tapi juga juga bertugas untuk mengendalikan penonton. Bertha juga sempat mengingatkan bahwa sebuah tontonan jangan cuma sekadar mencari rating, tapi juga harus berkualitas.

Dalam hal teknik menyanyi, Bertha dan juri lainnya banyak memberikan masukan dan ilmu yang berharga bukan hanya untuk para kontestan, tapi saya yakin juga untuk para pemirsa tayangan KDI. Seperti saya, misalnya.

Sebagai seorang vokalis abal-abal yang sekarang sedang mengajukan cuti menyanyi kepada anggota band saya ini pun merasa mendapatkan ilmu yang banyak dalam hal teknik menyanyi, mengolah nafas dan suara. Maklum, saya kan cuma vokalis cabutan yang tidak pernah mengenyam pendidikan musik sebelumnya; yang ditemukan secara tidak sengaja di ajang lomba karaoke di kantor beberapa waktu yang lalu ๐Ÿ˜†

Anyway, saya rasa penonton kita sudah mulai cerdas kok. Penonton tidak membutuhkan sebuah tayangan variety show atau ajang pencarian bakat yang durasinya dilama-lamakan, dengan host massal yang saling adu komentar dengan kelucuan yang dipaksakan sekadar untuk memenuhi durasi. Semoga ke depannya nanti akan ada banyak tayangan yang lebih berbobot; yang bukan hanya bagus dari segi rating, tapi juga bagus dari segi kualitasnya ๐Ÿ™‚

 

[devieriana]

 

sumber ilustrasi dipinjam dari sini

Continue Reading

Indonesia Mencari Bakat

Aha, akhirnya bisa bikin postingan lagi setelah beberapa hari vakum karena malas, internet ngadat, nggak mood, dan… malas lagi… ;))

Btw, kalian suka nonton Indonesia Mencari Bakat di TransTV, nggak? Iya, ajang pencarian bakat yang dikemas dalam sebuah program talent show yang ditayangkan tiap hari Sabtu & Minggu pukul 19.00 wib itu. Pesertanya sudah pasti adalah hasil seleksi ketat dari ribuan calon peserta & sekarang tinggal menyisakan beberapa peserta yang bersaing untuk memperebutkan gelar terbaik. Dulu awal-awal acara ini tayang saya sering berpikir, “apa bagusnya acara ini sih? Mirip sama America’s Got Talent atau ini yang versi Indonesianya, Indonesia’s Got Talent, gitu ya? :-?”. Karenaย  waktu itu saya berpikir acara ini bergenre talent show, ajang adu berbagai bakat itu di atas satu panggung.

Kalau dibandingkan dengan ragam acara yang sejenis, menurut saya yang lebih unik memang Indonesia Mencari Bakat. Selain promo dan kemasan yang lebih menarik dibanding dengan acara sejenis yang sifatnya franchise, peserta-pesertanya juga terbilang unik & istimewa. Sebut saja :

* Belda (Bali) : Fire Dance
* Berto Pah (Kupang) : Pemain Alat Musik Sasando
* Bonita (Medan) : Penyanyi
* Brandon de Angelo (Surabaya) : Penari Hip Hop
* Fay Nabila (Surabaya) : Dance Hip Hop
* Funky Papua (Papua) : Penari
* Hudson (Jakarta) : Penyanyi 2 Faces
* J.P. Millenix (Jakarta) : Drummer Cilik
* Klantink (Surabaya) : Pemain Musik
* Putri Ayu (Medan) : Penyanyi Seriosa
* Rumingkang (Bandung) : Penari Tradisional

Mereka sama-sama menampilkan bakat unik mereka dengan cara masing-masing. Nah, di antara mereka semua, saya paling suka sama Brandon & Rumingkang.

Brandon, bocah 8 tahun dengan kemampuan luar biasa ketika menari ini hampir selalu bisa membawakan tarian ala-ala dancer profesional tapi dengan gaya dan ekspresi lucunya anak-anak. Dia selalu mampu membius perhatian penonton & dewan juri. Episode yang paling lucu ketika di sela-sela tarian hip-hopnya itu dia menyelipkan lagu Keroncong Prothol, dan dia menari pakai selendang. Lucu! Tak heran kalau Brandon dan bakat tarinya yang luar biasa itu menjadi salah satu peserta favorit dalam acara itu.

Nah, kalau Rumingkang itu mengingatkan saya ketika masih aktif menari dulu. Tarian favorit saya sama seperti mereka, jaipong. Bedanya, mereka menari dalam grup, kalau saya lebih suka sebagai penari tunggal. Rumingkang terdiri dari 5 orang penari muda yang energik (Shenie, Aulia, Elsa, Feby, dan Nurul Fitri), menari di bawah asuhan pelatih Buyung Rumingkang . Mereka menari Jaipong kontemporer. Buat saya kemampuan menari mereka di usia yang muda-muda ini luar biasa! :-bd

Para peserta yang sudah berhasil masuk semifinal tentu sudah melalui kerja keras & latihan yang maksimal. Ya, walaupun kadang sudah tampil maksimal pun masih ada ada kurangnya dan menuai kritikan dewan juri.

Ah ya, ngomong-ngomong tentang dewan juri, kalau memang acara ini akan berlanjut di tahun-tahun mendatang, kalau bisa juri pilih juri-juri yang memang berkompeten di bidang masing-masing. Misalnya saja penyanyi, pilih juri yang tahu teknik menyanyi. Kalau memang dia aktor/artis, ya pilih yang paham betul tentang teknik berakting. Kalau ternyata di sana ada peserta yang menampilkan bakat tari ya pilih juri yang paham tarian. Jadi bukan sekadar menghadirkan artis, terkenal, tapi sebenarnya nggak benar-benar bagus kualitasnya. So far, komposisi juri: Sarah Sechan, Addie MS, dan Titi Sjuman menurut saya sudah ok. Kalau Rianti menurut saya kurang mantap dan kurangย  punya karakter kuat. IMHO, dia lebih mirip pajangan di sana :p

Harapan saya untuk acara-acara seperti ini sih cukup sederhana. Dengan banyaknya ajang pencarian bakat yang sejenis, semoga para pemenangnya tidak akan tenggelam begitu saja seusai season acara itu selesai.

 

[devieriana]

sumber gambar : Indonesia Mencari Bakat TransTV

Continue Reading

Dimanakah Kalian?

Jadi artis sepertinya masih salah satu favorit untuk mendulang rupiah. Termasuk menjadi seorang penyanyi. Kalau saya perhatikan kok kayanya jadi penyanyi itu sekarang gampang bener ya.. Asalkan punya tampang lumayan, suara pas-pasan pun bisa jadi penyanyi. Apalagi kalau sudah lebih dulu dikenal sebagai artis, jalan bakal lebih lempeng untuk menjadi penyanyi. Tinggal poles sana sini, taraa.. jadi penyanyi deh (alakadarnya).

Tapi yang ingin saya bicarakan disini bukan masalah jadi penyanyi itu gampang (sebelum saya ditabokin sama penyanyi-penyanyi baru yang bersuara ala kadarnya itu). Saya cuma pengen tanya, apa kabar sih artis-artis jebolan, AFI, KDI, Mamamia, Indonesian Idol, dan banyak lagi perlombaan sejenis yang sempat beberapa waktu sempat booming banget. Kemana ya mereka semua sekarang ini? Kok sepertinya tidak lagi terdengar gaungnya ๐Ÿ˜•

Jaman-jaman AFI (Akademi Fantasi Indosiar) marak diberitakan, teman-teman sayapun dengan heboh & fasih menceritakan kelebihan & kekurangan masing-masing peserta, mulai babak audisi sampai final. Tentu saja juga lengkap dengan kisah hidup di balik masing-masing pesertanya. Saya memang tidak seberapa tertarik mengikuti acara-acara pencarian bakat macam itu hanya kadang memang nonton tapi nggak rutin. Wong saya memang nggak pernah hafal jadwalnya ;))

AFI sukses dengan rating & dulangan rupiah dari iklan, diikuti dengan berbagai talent show sejenis di stasiun televisi lainnya. Sebut saja Indonesian Idol, KDI, Mamamia. Semua punya segmen penonton sendiri-sendiri. Punya jagoan favorit masing-masing. Kemasan & stasiun yang menayangkan boleh berbeda, tapi dari berbagai versi talent search itu ada satu kesamaaan format, pemenangnya bukan berdasarkan pilihan juri tapi berdasarkan polling sms. Siapa yang jadi favorit penonton & paling banyak perolehan smsnya, dialah yang akan jadi pemenangnya.

Dari awal saya sebenarnya kurang setuju kalau pemenangnya berdasarkan dari banyaknya sms yang masuk, karena kok sepertinya kurang fair ya. Bisa jadi si pilihan penonton itu menang bukan karena dia unggul secara kemampuan teknis tapi ada faktor lain yang mendorong penonton memilih dia, misal karena secara fisik memang menarik walaupun secara kualitas suara pas-pasan, latar belakang ekonomi, kisah pribadi yang mengharukan. Belum lagi keluarga & teman si peserta lomba yang sampai rela mengeluarkan uang jutaan rupiah hanya untuk membiayai pengiriman sms sebanyak-banyaknya supaya jagoan mereka menang. Saya bisa bicara seperti ini karena lebetulan salah satu keluarga teman saya ada yang masuk ke Indonesian Idol beberapa tahun lalu & melakukan hal yang sama ;))

Contoh gampangnya nih, jaman pertama kali AFI berjaya, maaf nih ya, menurut saya pemenangnya dari segi kualitas vokal sih biasa banget. Nggak terlalu istimewa (sama kaya saya deh) :p . Tapi berhubung kemenangannya berdasarkan pooling sms & berhasil memunculkan simpati penonton pada kisah hidupnya yang mengharu biru, jadilah dia menang walaupun dari segi kualitas vokal mepet banget. Baru yang season kedua itu agak mendingan karena si penyanyi memang sudah penyanyi & sering manggung. Lalu bagaimana dengan berikut-berikutnya? Ah, biasa banget, lebih ke jualan reality show. Setelah menang mereka tampil hanya di acara-acara on air Indosiar tapi hanya waktu di awal-awal kemenangan mereka saja (waktu AFI masih booming & masih banyak yang suka). Setelah itu? Hello, where are you guys?

Indonesian Idol , di awal-awal tayang saya sempat simpati karena kok kayanya kualitas vokal & kemampuan pesertanya lebih bagus daripada acara sejenis di stasiun televisi lain ya? Ditambah lagi ketika para finalisnya (angkatan pertama) memang layak untuk masuk babak final walaupun berdasarkan polling sms, saya mulai mengakui kalau opini saya tentang kemenangan by pooling sms itu kurang fair. Walaupun akhirnya Joy Tobing memilih untuk menyerahkan mahkota kemenangan pada Delon yang juga mendapat simpati tak kalah banyaknya karena selain dia ganteng (uhuk!), kisah hidupnya juga cukup menumbuhkan simpati penonton. Maka relatif tidak jadi masalah ketika pemenang satu diserahkan kepada runner up. Toh masih sebelas-dua belas ini kualitasnya.ย  Season kedua masih lumayanlah. Tapi makin kesini-kesini, eh kok biasa aja ya? Malah cenderung menurun kalau menurut saya. Pemenangnyapun kayanya setelah menang harus berjuang sendiri mencari order manggung. Hanya Delon, Lucky, Mike, Judika yang masih lumayan sering terihat di acara-acara on air televisi. Yang lain, nggak ada kabarnya. Mike juga masih sering tampil di istana atau di KBRI untuk acara kenegaraan walaupun sejauh ini sih saya belum pernah lihat langsung ya, soalnya belum pernah diundang ke istana walaupun kantornya sebelahan ๐Ÿ˜€

Satu lagi Mamamia, itu acara sebenernya bagus, tapi kayanya kelamaan acara hahahihi-nya jadi berasa nonton acara lawak daripada acara pencarian bakat menyanyi :-?. Itu juga bernasib sama, apa kabar itu pemenangnya ya? Si mamanya kemana, anaknya juga sekarang ngapain. Sama sekali enggak jelas. Kesan yang saya tangkap kok malah sekedar mencoba mencari peruntungan menjadi artis ya? Emang dipikir nanti setelah jadi artis gampang apa? Cih, kaya pernah jadi artis aja ya (monggo kalau mau ngeplak saya lho) ;))

Itu baru sebagian contoh dari sekian banyak acara sejenis. Walaupun konsepnya sama dengan di luar negeri, tapi tetap berbeda banget dengan talent show sejenis di Amerika. Misal saja, American Idol gaung pemenangnya itu sampai sekarang masih berasa banget. Para alumnus American Idol, sebut saja Kelly Clarkson, David Cook, Jordan Sparks, dan Katherine McPhee karir mereka nggak cuma berhenti sampai jadi pemenang Idol saja, tapi ada lanjutan karir setelah proses menjadi Idol itu. Meskipun kemenangan mereka awalnya juga berdasarkan polling sms. Tapi secara kualitas mereka juga “megang banget”.

Buat saya power & kelebihan yang dimiliki oleh sang pemenang jika tidak didukung oleh manajemen & promosi yang bagus akan sia-sia. Karena, walaupun dia memiliki potensi yang dahsyat sebagai seorang bintang namun jika orang-orang yang ada dibalik layar manajemen tidak bergerak secara maksimal, mau setahun atau beberapa tahun ke depan progress sang artis akan terlihat statis dan jalan di tempat.

Ah, anggap saja ini cuma pendapat saya yang sirik sumirik karena nggak bisa ikut acara talent show kaya gini ya ;)). Pertanyaan saya selanjutnya adalahย  : bagi mereka yang sudah menjadi pemenang sebuah acara pencarian bakat lokal bagusnya bagaimana sih? Apakah mereka harus mengatur sendiri karir mereka misalnya dengan membuat manajemen sendiri, atau lebih baik bergabung dengan manajemen artis yang sudah punya nama?

Bagaimana menurut kalian? ๐Ÿ™‚

[devieriana]

Continue Reading