Service Excellent (2)

Disclaimer : tulisan ini dibuat bukan bermaksud untuk membandingkan brand taksi yang satu dengan lainnya. Hanya sekedar berbagi pengalaman yang berkesan dengan seorang sopir taksi yang attitude-nya lain daripada yang lain.

—–

Dulu, sejak saya masih di Surabaya dan masih sering mondar-mandir ke Jakarta, saya sering menggunakan jasa layanan taksi berlambang burung biru terutama guna mengantarkan saya ke bandara pagi-pagi buta untuk mengejar first flight. Di beberapa kota besar selain Jakarta sepertinya citra perusahaan transportasi tersebut masih terbilang positif dan bahkan menjadi favorit semua orang. Tak terkecuali saya pada waktu itu.

Namun sejak berdomisili di Jakarta, ternyata citra tentang perusahaan transportasi favorit saya itu justru sebaliknya. Di Jakarta, taksi-taksi dengan brand non burung birulah yang jadi favorit penumpang. Alasannya kebanyakan karena sopir taksi burung biru kurang paham dengan jalanan ibu kota. Sebenarnya sih cukup bisa dipahami. Tingkat kesulitan untuk menghafal hampir semua rute jalanan ibu kota lebih besar ketimbang menghafal jalanan di daerah yang relatif lebih kecil. Untuk ukuran kota sebesar Jakarta dengan segenap gang, ceruk, dan lekukan, serta banyaknya nama daerah/jalan yang harus dihafal kurang memungkinkan untuk driver-driver yang kebanyakan masih muda dan mungkin belum pernah berpengalaman menjadi sopir taksi untuk langsung berjibaku di jalan raya. Walaupun semua itu tidak bisa dianggap sebagai pemakluman ya. Karena resiko terjun “berkarir” sebagai seorang sopir taksi ya harus tahu jalan. Kan nggak lucu kalau driver dan penumpangnya sama-sama nggak tahu jalan dan akhirnya nyasar berjamaah.

Nah, beberapa waktu yang lalu kebetulan saya pulang kantor naik taksi. Berhubung sudah lama berdiri di pinggir jalan dan taksi yang saya tunggu selalu penuh, akhirnya ya sudahlah saya putuskan untuk naik taksi burung biru yang lewat di depan saya. Awalnya sih sama saja, seperti biasa, tidak ada yang istimewa dengan pelayanan driver-nya. Hingga beberapa meter lepas dari kantor driver itu menunjukkan pelayanan yang “lain daripada yang lain”.

Kalau soal menyapa penumpang dan menanyakan arah tujuan sih sudah biasalah ya. Tapi kalau sampai menanyakan apakah AC-nya sudah cukup/kurang dingin buat saya, apakah tempat duduknya sudah cukup nyaman, atau ada beberapa greeting yang tidak biasa saya dengar, sepertinya dia memang berbeda . Kalau naik taksi kan biasanya kalau kita sudah naik ya sudah naik saja, tinggal menyebutkan tujuan kita kemana, ingin lewat mana, sampai di tujuan kita tinggal bayar sesuai dengan argo. Selesai. Tapi ketika kita bukan hanya sekedar diantar tapi juga ditanyakan apakah kita sudah cukup nyaman berada di dalam  taksinya. Itu yang tidak biasa.

Diam-diam di sela kesibukan saya memelototi timeline twitter, saya memperhatikan lagi si Bapak yang saya perkirakan berusia sekitar 40-an itu. Kalau pelayanannya seperti ini jangan-jangan memang perusahaan sedang ingin memperbaiki citra yang kurang bagus di mata konsumen nih. Bagus juga ide perubahannya. Pikir saya. Ah, saya benar-benar seperti seorang mistery shopper deh kalau begini. Itu lho, pihak independen yang bertugas menilai kinerja badan usaha (pihak) tertentu yang salah satunya bertujuan untuk mengukur/mengetahui tingkat kepuasan konsumen. Oh ya, ketika masih aktif di dunia pelayanan dulu saya juga sering bertindak sebagai seorang mistery shopper/caller untuk mengukur seberapa jauh pengetahuan mereka tentang produk, bagaimana cara mereka melayani pelanggan dengan berbagai macam karakter, bagaimana cara penyelesaian mereka ketika menangani kasus tertentu, dll..  *pasang topeng* ;))

Beberapa saat kemudian, menjelang Bundaran Hotel Indonesia, tiba-tiba handphone Si Bapak itu berbunyi nyaring. Lagi-lagi saya dibuat terkesima dengan attitude beliau. Sebelum menerima telepon ternyata dia meminta izin apakah saya berkenan jika dia menerima telepon saat itu. Kalau driver lain mah boro-boro minta izin, kadang nyetir juga ada yang disambi sms-an kok :|.

Driver : mohon maaf Ibu, saya mohon izin menerima telepon, boleh?
Saya : oh, silakan Pak.. *bengong*
Driver : terima kasih..

Tak lama, terdengarlah konversasi antara Bapak itu dengan seseorang di ujung sana :

Driver : selamat sore, Pak.. Iya, bisa dibantu? Saya sekarang sedang mengantar tamu, Pak. Benar sekali. Mohon maaf, bisa kita sambung lagi nanti, Pak? Atau nanti saya yang akan menghubungi Bapak kembali.. Baik, Pak. Terima kasih. Selamat sore..

Wow. Saya seperti mendengar seorang mantan petugas call centre atau customer service officer deh. Saya paham betul diksi dan gaya bahasa yang teratur rapi seperti itu. Kira-kira Si Bapak ini baru ikut training, sengaja berimprovisasi, atau memang pembawaannya seperti itu ya? Satu hal lagi yang membuat saya saya salut adalah beliau membahasakan saya dengan sebutan “tamu”, bukan “penumpang”. Itu yang selama ini jarang saya dengar.

Tidak hanya berhenti disitu saja ternyata. Di akhir perjalanan, mendekati tempat yang saya tuju Bapak itu menyampaikan sebuah greeting penutup :

“Sebentar lagi Ibu akan sampai di tempat, silakan diperiksa kembali barang bawaan Ibu, jangan sampai ada yang tertinggal. Jika selama perjalanan ada tingkah laku kami yang kurang berkenan, kami mohon maaf. Terima kasih telah menggunakan layanan kami, selamat sore. “

Speechless sayanya. Berasa naik pesawat yah ;)). Sebagai orang yang pernah lama menjalani pekerjaan di bidang pelayanan konsumen menjadikan saya jauh lebih peka. Beginilah seharusnya pelayanan sebuah perusahaan transportasi besar, tidak hanya sekedar mempekerjakan driver yang memiliki skill menyetir dan mengantarkan tamu/penumpang dengan selamat sampai tujuan, tapi juga juga membekali mereka dengan soft skills, pengetahuan tentang etika, dan standar pelayanan. Hal yang remeh sih ya, cuma sapaan doang. Tapi itu membuat saya harus memberi acungan jempol untuk pelayanan Bapak itu. Beliau tahu bagaimana cara memberikan service excellent. Pelayanan prima, pelayanan yang melebihi ekspektasi konsumen. Terlepas dari apakah itu hasil training (pendidikan) sebelum mereka diterjunkan ke jalan raya, ataukah memang improvisasi beliau sendiri.

Setelah kejadian itu, saya jadi penasaran untuk naik lagi brand taksi yang sama dengan yang saya naiki waktu itu. Tujuannya hanya satu yaitu untuk membuktikan apakah saya akan mendapatkan perlakuan yang sama dengan waktu saya naik taksi yang kapan hari. Iseng banget yah? :p

Hasilnya? Tidak ada satu pun yang memberikan hal yang sama dengan Bapak itu. Setelah menanyakan tujuan saya kemana, mereka kebanyakan ya lanjut saja. Tidak ada obrolan atau sapaan sekedar menanyakan AC, menanyakan kenyamanan saya, meminta izin ketika akan menerima telepon, atau menyampaikan salam ketika saya akan tiba di tempat tujuan.

Kalau iya itu adalah salah satu cara membentuk/memperbaiki citra perusahaan ya seharusnya semua attitude sopir taksinya sama dong? Lha wong dari satu label perusahaan, kenapa yang satu bisa bagus banget, sedangkan yang lainnya biasa banget? Tapi buktinya tidak begitu. Hanya satu saja yang seperti tadi.

Atau, ini misalnya ya, semua salam itu adalah bagian dari salah satu “aturan khusus” bagi driver senior dengan level tertentu tapi buktinya waktu saya di Bandung dan kebetulan menumpang brand taksi yang sama tapi pelayanannya kok nggak gitu ya? Saya sempat melihat identitas Si Bapak Driver (yang memang santun ini) levelnya sudah Ketua Group, tapi saya tidak melihat ada hal istimewa ketika membawa kami hingga ke tujuan tuh :-?. Saya dan Si Hubby bahkan sempat saling berpandangan ketika Si Bapak ini tetap menerima telepon ketika  Blackberry-nya berdering (tanpa izin-izinan pada kami) , menginformasikan tentang adanya interview calon driver kepada penelepon di ujung sana. Nah lho.. jadi sebenarnya tidak ada bedanya dong apakah dia seorang driver junior atau senior, apakah dia anggota group atau ketua group, kan?

Ah ya, sayang sekali saya tidak mencatat identitas Si Bapak Driver yang sudah memberikan pelayanan sempurna kapan hari. Kalau ada, sepertinya saya harus merekomendasikan Bapak itu agar bisa menjadi panutan bagi rekan kerja lainnya.

Anyway, you did a good job, Sir! :-bd


[devieriana]

 

Continue Reading