Serba-serbi CPNS

Β Sejak beberapa bulan yang lalu hampir semua kementerian sudah mulai disibukkan dengan aktivitas rekrutmen/seleksi CPNS. Memang tahun ini masih terhitung tahun moratorium (penundaan) pengadaan CPNS, tapi berhubung ada banyak permintaan jabatan yang dikecualikan, maka rekrutmen pun dilaksanakan tapi dengan jumlah formasi yang tidak sebanyak rekrutmen reguler. Di kementerian saya saja hanya tersedia 20 formasi yang akan diperebutkan oleh ribuan pelamar.

Metode seleksinya pun berbeda dengan seleksi di tahun-tahun sebelumnya. Ujian dilakukan secara serentak tanggaln 8 September 2012 di semua kementerian. Kalau dulu kita bisa ikut ujian di beberapa kementerian karena jadwal ujian yang tidak bersamaan, kalau sekarang pelamar harus memilih akan mengikuti ujian di kementerian mana.

Dari sekian ribu pelamar yang masuk tentu saja tidak semua lolos seleksi administrasi dan hadir waktu verifikasi berkas fisik. Ada saja yang gagal karena faktor tertentu. Nah, mulai tanggal 28-31 Agustus kemarin pelamar-pelamar yang sudah lolos seleksi administratif diharuskan datang sendiri untuk verifikasi berkas ke Pusdiklat Setneg.

Kebetulan saya bertugas di hari ketiga dan keempat. Di hari pertama saya tugas kok ya pas pusing luar biasa dan demam tinggi setelah vaksin HPV sehari sebelumnya. Entah kenapa setiap kali habis vaksin badan saya selalu demam, nah yang kemarin termasuk reaksi yang terlebay, karena disertai pusing, mual, dan demam tinggi. Jadi,Β  memaksakan tetap tugas di sela kondisi badan yang kurang fit itu sesuatu banget. Karena tetap harus ramah padahal kepala nyut-nyutan dan badan menggigil. Alhamdulillah hari terakhir tugas badan sudah mendingan dan bisa lebih maksimal ketika melayani verifikasi berkas.

Jadi panitia CPNS itu tentu ada suka dukanya, termasuk lucu dan gemesnya. Berhubung telepon biro ada di meja saya, otomatis sayalah yang harus mengangkat dan kadang menjawab pertanyaan mereka. Seringnya mereka kurang membaca pengumuman dengan teliti, padahal di sana sudah disebutkan dengan jelas semua syarat, ketentuan, dan keterangan lainnya. Yah, berasa dejavu jadi petugas callcentre, padahal sudah pensiun 7 tahun yang lalu πŸ˜€

Ada beberapa kejadian absurd yang terjadi selama proses rekrutmen cpns ini. Berikut ini beberapa diantaranya.

 

1. Sudah diprint, Mbak!

Suatu siang, seorang pelamar dari Maluku Utara menelepon untuk memastikan informasi yang dibacanya di website kami.

Pelamar: Mbak, saya Raymond (bukan nama sebenarnya) pelamar dari Maluku Utara. Saya sudah dinyatakan lolos seleksi administrasi kemarin, kartu ujian juga sudah saya print, jadi saya tinggal datang nanti tanggal 8 September di Gelora Bung Karno ya, Mbak? *logat Indonesia Timur yang sangat kental*

Saya: Mas Raymond sudah baca semua pengumumannya, belum?

Pelamar: Oh, sudah, Mbak. Sudah.. Di situ disebutkan saya lolos seleksi administrasi, sudah saya print kartu ujiannya, dan saya nanti datang ujian tanggal 8 September 2012, toh?

Saya: Mas Raymod mendaftar untuk posisi apa?

Pelamar: Perancang Perundang-undangan

Saya: Kalau Perancang Perundang-undangan berarti Mas Raymond harus datang ke Jakarta Hari Kamis, 30 Agustus, pukul 09.00-15.00 wib, dong

Pelamar: E.. saya tidak ada informasi itu, Mbak. Mbak bisa kirimkan saja infonya ke email saya?

Saya: Lho, semua ada di website, silakan dilihat kembali, di sana juga sudah disebutkan secara jelas apa saja yang perlu dibawa. Atau silakan pengumumannya di-print saja biar bisa dibaca-baca ulang, sekaligus di situ kan ada petanya, biar nanti Mas Raymond nggak kesasar waktu mau ke Pusdiklat…

Pelamar: Oh sudah, Mbak… itu sudah saya print *mulai ngeyel*

Saya: Apanya, Mas?

Pelamar: Kartu ujiannya….

Saya: :(( *banting-banting konde*

 

2. Depannya aja, Mbak?

Setiap pelamar yang datang ke meja verifikator sudah haruis membawa berkas lengkap berupa ijazah, transkrip, KTP, surat pernyataan yang sudah dibubuhi materai, dan foto 3×4 dengan background warna merah.

 

Saya: Di belakang foto silakan ditulis nama dan nomor pesertanya ya, Mbak….

Pelamar: Oh, ok… di belakang belakangnya aja ya, Mbak?

Saya: Ya kalau Mbak mau bagian depannya digambarin kumis juga gapapa…

 

3. Toilet di mana, ya?

 

Pelamar: (sambil mengisi form surat pernyataan dan menulisi bagian belakang foto) Mbak, kalau toilet di mana ya, Mbak?

Saya: Tuh, di gedung depan, kan ada petunjuknya toilet belok kanan…

Pelamar: (sambil menulis tapi ngga menoleh ke arah yang saya tunjukkan tadi) Di mananya, Mbak? Di gedung depan itu terus ke?

Saya: Itu lho, gedung depan setelah keluar pintu ini lho, kan nanti ada tulisan toilet, trus ada panah-panahnya. Atau kalau kamu bingung ikutin aja remah-remah roti yang kita sebar menuju toilet….

Pelamar: emang saya semut? ;))

 

Lho, emang bukan? Ya kali, bakal lebih mudah nemuin toiletnya kalau dikasih remah-remah roti atau patahan ranting pohon 😐

 

4. Tolong dibulatkan…

Namanya juga usaha, ada saja usaha calon pelamar untuk mengelabuhi panitia demi bisa mengikuti seleksi, salah satunya dengan memudakan usia, dan atau memperbesar IPK. Kebetulan di kementerian kami minimal IPK yang dipersyaratkan adalah 3.00. Jadi ketika pelamar mencoba memasukkan IPK yang kurang dari 3.00 pasti akan ditolak. Nah, banyak yang berusaha menginput IPK 3.00 supaya bisa masuk ke sistem dan mengisi data. Biasanya ketahuannya kalau verifikasi berkas asli, karena kadang ukuran bekas yang di-attach terlalu kecil sehingga tidak bisa diverifikasi secara maksimal, jadi kita beri kesempatan untuk menunjukkan berkas asli.

 

Saya: Maaf ini IPK kamu kan 2.99, jadi mohon maaf belum bisa ikut ujian, ya. Kan minimal IPK yang dipersyaratkan 3.00. Jadi ini berkas aslinya saya kembalikan, surat pernyataan dan kartu ujian saya tarik, ya…

Pelamar: Lho, kalau saya nggak lolos kenapa saya diinfokan lolos seleksi administratif, Mbak? 😐

Saya: Karena IPK yang coba kamu masukkan 3.00, otomatis sistem mengizinkan kamu masuk untuk mengisi data. Sementara file attachment yang kamu masukkan sangat kecil jadi nggak bisa terbaca oleh kami. Makanya kami beri kesempatan kamu untuk menunjukkan berkas asli. Dan ternyata IPK kamu kurang dari yang dipersyaratkan. Jadi mohon maaf belum bisa ikut ujian, ya…

Pelamar: Yah…, tapi kan IPK 2.99 kalau dibulatkan juga bisa jadi 3.00, Mbak 😐

 

Kayanya anak ini belum pernah dibulatkan terus ditaburi wijen, ya? 😐

Sebenarnya jadi panitia itu seru, karena ada “hiburan” dibalik menyeleksi pelamar yang masuk. Seperti ketika ada seorang pelamar yang memasukkan data tertulis secara serius, tapi begitu dilihat attachment-nya lha kok semuanya foto. Empat file yang seharusnya berisi lampiran foto 4×6 background merah, ijazah, transkrip, dan KTP itu semuanya terisi foto narsis. Mending kalau dia perempuan ya, ini laki, Kak ;)).

Foto pertama adalah foto dia ketika diwisuda, memakai toga lengkap, menggenggam ijazah, senyum lebar, dengan pose yang agak miring. Foto kedua adalah foto dia bersama seorang bayi di baby stroller, tampak atas. Foto ketiga adalah foto gaya alay, diambil dengan kamera HP yang diambil tampak atas. Foto keempat adalah foto dia dengan baju batik lengan panjang dengan background katering kondangan, lengkap dengan dekorasi bunga di pinggir-pinggir meja prasmanan. Hmppfft… Dikira aplikasi kita ini facebook apa, yah? 😐

Alhamdulillah tahapan-tahapan awal seleksi sudah terlampaui, tinggal hari besarnya aja nanti tanggal 8 September nanti. Buat yang akan mengikuti ujian, jangan lupa berdoa, dan sarapan. Nggak usah terbebani, santai aja, kalau sudah rezeki nggak akan ke mana kok πŸ˜‰

Good luck, ya! :-bd

 

[devieriana]

Continue Reading

Untuk Sebuah Status : Pegawai Negeri

Antrian panjang bersap-sap memanjang sampai keluar pintu aula Pusdiklat Sekretariat Negara membuat saya harus sabar menunggu untuk bisa sampai ke meja yang terdiri dari beberapa pegawai berpakaian formal. Rasanya dejavu ketika saya harus kembali mengantri, registrasi, membawa beberapa berkas penting untuk diserahkan, macam ijazah, fotokopi KTP, transkrip nilai. Ingatan saya mendadak melayang ke jaman awal-awal kuliah dulu, ketika sibuk-sibuknya mengurus ini itu, mengisi form ini itu, membulati lingkaran-lingkaran dengan pensil 2B. Hanya saja bedanya kali ini nggak se-hectic dulu, pun formnya hanya selembar berisi data diri.

Melihat kiri kanan saya yang terdiri dari “fresh graduaters” kok jadi ngerasa ciut ya. Bukan ciut badannya, tapi nyalinya. Berasa tua banget saya berdiri diantara para lulusan-lulusan baru ini, sementara saya sudah 10 tahun lalu menyandang gelar “fresh graduate”. Hiperbolisnya perasaan saya bilang gini, “ya ampun.. kayanya yang emak-emak cuman aku doang nih, semua kok masih precil-precil gini..”. Padahal mungkin ya nggak gitu-gitu amat, karena kebetulan yang melamar dibatasi maksimal kelahiran 1974 (usia 35 tahun), jadi nggak menutup kemungkinan akan ada pelamar yang usianya diatas saya kan? Nah saya yang kelahiran 1989 ini (dustaaa..) kan jadi ngerasa gimana gitu yaaa… ;))

Awalnya nggak niat-niat amat ikut seleksi CPNS, karena sudah malas harus mengurus ini itunya, kartu kuning, surat keterangan sehat, SKCK, dll. Tapi ketika saya iseng blog walking ke salah satu teman yang posting lowongan di Setneg kok jadi tertarik ya. Kebetulan juga syarat-syaratnya nggak begitu sulit & insyaallah bisa saya penuhi. Akhirnya, disinilah saya.. berdiri diantara para pelamar kerja yang pastinya dengan penuh harap akan lolos ke seleksi tahap berikutnya setelah mereka menyerahkan berkas lamaran ini di meja depan.

Giliran saya. Deg-degan. Karena semua dokumen saya bener-bener diperiksa satu persatu dengan seksama. Deg-degannya karena transkrip nilai saya nggak ada stempel legalisirnya πŸ˜€ . Nggak akan mikir bakal sedetail itu pengecekannya. Kalau ijazah yang berlegalisir kebetulan masih ada & tinggal semata wayang, tapi kalau legalisir transkrip nilai.. duh.. udah habis kapan tahun kali bu.. πŸ™ .Saya yang melihat petugas itu hampir “can’t help”, hanya bisa pasrah & bisa bilang,

“mmh, udah nggak bisa ya bu?”.

Ibu itu kelihatan bimbang, padahal sebelum-sebelumnya saya lihat dia begitu saklek menolak beberapa pelamar yang tidak tidak memenuhi syarat. Dia berkali-kali membolak-balik transkrip nilai saya.

“Duh, sayang banget ya. IPK kamu masuk nih, tapi kok transkripnya nggak dilegalisir? Yang udah legalisiran emang nggak ada ya mbak?”, tanya Ibu itu sambil menatap saya (mungkin kasihan).

” kayanya sih udah nggak ada bu..”, jawab saya sambil berusaha mengingat-ingat, duh masih ada nggak ya..

” Soalnya kita kan butuh yang ada legalisirnya nih mbak..Kalau memang ada sekalian aja disertakan disini..Nanti boleh balik lagi kok.. “

” mmmh.. begini bu.. saya dari Unibraw Malang, saya lulus tahun 1999 & yang dilegalisir kayanya udah habis dari kapan tahun, saya nggak mungkin ke Malang untuk sekedar melegalisasi transkrip..”, tutur saya memelas (walaupun saya tahu alasan saya itu kaya orang nggak niat ngelamar kerja disitu). Pikir saya ya udahlah kalau memang nggak bisa, mungkin belum rezeki saya.

Tapi ibu itu seolah ragu antara mau ngasih form atau menolak berkas saya..

“Ya sudah, gini aja. Buat kamu, karena IPK-nya tinggi, saya kasih form, diisi semuanya ya, jangan sampai ada yang terlewat. Karena walau IPK kamu bagus kalau ada yang terlewat & nggak terisi, nggak akan terbaca di komputer, sayang kalau nggak lolos. Kami tunggu sampai dengan tgl 9 Oktober jam 15.00. Kalau bisa semuanya dilengkapi, terutamaΒ  transkripnya dilegalisir ya mbak.. Masih ada kan di rumah?”

“mmh.. Ya sudah bu.. saya usahakan..”

“ok, good luck ya mbak… πŸ™‚Β  “, jawab ibu itu sambil tersenyum simpati.

Sekarang giliran saya yang cenut-cenut. Gimana caranya saya bisa dapetin legalisir transkrip dalam waktu sehari semalam kaya begini? Emang saya Aladdin yang punya jin pengabul keinginan dalam sekejab? Mumet. Suami menyerahkan semua keputusan pada saya, apakah akan lanjut atau sampai situ aja. Begitupun dengan sahabat saya, “kalau kamu ngerasa worth it ya udah ambil. Kalau kamu cuman iseng ya udah tinggalin aja”. Jujur, dilematis banget. Seperti ada kesempatan besar yang terbuang sia-sia.

Ditengah kebimbangan saya itu, tiba-tiba suami saya telpon dari kantor yang bilang kalau tiket PP Jakarta-Surabaya-Jakarta sudah di tangan, saya bisa pergi malam itu juga & pulang besok malam. Ya Allah. Rasanya saya masih nggak percaya melakukan sebuah perjalanan keluar kota untuk sebuah legalisasi transkrip. Antara penting nggak penting ya :D.

Keesokan paginya saya beneran datang ke kampus hanya untuk melegalisir ijazah & transkrip. Awalnya saya dijanjikan besok pagi baru jadi. Duh, padahal nanti malam saya udah harus di Jakarta, karena besok sore adalah deadline pengumpulan berkas. Akhirnya setelah saya rayu-rayu petugas pengajaran memberikan legalisir ijazah & transkrip tepat pukul 16.00 wib. Byuuh, rasanya lega banget. Malam itu akhirnya bisa pulang dengan membawa tandatangan PD I di transkrip & ijazah saya. Pukul 02.00 dini hari saya baru lelap kecapekan.

Setelah melewati proses melelahkan itu & keesokan harinya kembali ke Setneg untuk menyerahkan berkas akhirnya tanggal 13 Oktober 2009 sore saya mendapatkan nama saya tertera di website menjadi salah satu peserta yang berhak ikut seleksi tulis & psikotes tanggal 17 Oktober 2009 pukul 08.00-13.00 di gedung Tennis Indoor Senayan bersama 99 peserta lainnya yang melamar posisi yang sama dengan saya. Oh ya, saya ketemu lagi dengan ibu yang kemarin πŸ™‚ . Dia keliatan surprise ketika tahu saya registrasi ulang & mengambil nomor ujian. Orangnya baik banget, ramah. Bahkan dia langsung memanggil nama saya. Dia sempat mengira kalau saya nggak akan balik lagi ke Setneg karena masalah legalisir itu, :D. Bu, saya kemarin ke Malang hanya untuk legalisir berkas-berkas pendidikan saya.. πŸ˜€

Hanya doa & harapan yang tersisa. Untuk apapun hasilnya saya pasrahkan semuanya sama Yang Diatas. Toh saya sudah berusaha semaksimal mungkin. Kalau memang ini adalah rezeki saya ya semoga nantinya diberikan kemudahan & kelancaran untuk segala sesuatunya.
Amien ya rabbal alamieen.. πŸ™‚

[devieriana]

Continue Reading