Tentang Hijab Itu

Hai, apa kabar? Lama lagi ketemunya sama postingan baru ya. Alasannya agak klise sih ya, selain load pekerjaan yang sedang tinggi ditambah dengan mood menulis yang tak kunjung muncul, padahal ide tentang postingan ini sudah ada sejak sebulan lalu.

Ada sebuah perubahan besar yang terjadi pada saya selama hampir sebulan ini; pada tampilan keseluruhan saya setelah lebaran tahun ini. Setelah sekian lama ‘cuma berjanji’ akhirnya janji itu saya penuhi. Per 27 Juli 2015 kemarin saya memutuskan untuk berhijab. Sebuah keputusan yang buat saya termasuk besar, karena saya ingin hijab ini akan menyertai keseharian saya, dan bukan cuma sekadar ikutan trend atau ikut-ikutan teman.

Setiap perempuan muslim yang belum berhijab kalau ditanya, “kamu pengen nggak pakai hijab?”, jawabannya pasti beragam. Tapi pasti ada yang menjawab, “iya, pengen”. Nah, kalau sudah ditanya, “kapan?”, dulu saya pasti menjawab, “nanti, kalau saya sudah siap lahir batin”. Dan jawaban itu semacam jawaban template karena sampai lebaran kemarin pun saya belum ada niatan serius pakai hijab.

Janji pakai hijab itu sempat terlontar secara emosional ketika saya kehilangan putri pertama saya, “kalau anakku bisa diselamatkan, aku berjanji akan pakai hijab!”, dan nyatanya memang bayi saya tidak dapat diselamatkan, ya… saya berarti belum wajib pakai hijab. Saya paham, seharusnya niat pakai hijab bukan seperti itu, sampai akhirnya niat memakai hijab itu pun menguap begitu saja. Bahkan ketika melihat ada teman yang baru berhijab, belum ada sama sekali keinginan saya untuk berbuat hal yang sama. Bahkan saya sempat BT ketika ada teman yang meminta saya untuk berhijab. Buat saya, biarlah keinginan berhijab itu muncul dengan sendirinya. Kelak ketika saya sudah ikhlas, tanpa diminta pun saya akan menggunakan hijab kok. Begitu pikir saya waktu itu.

Hingga akhirnya ketika saya kembali dipercaya untuk mengandung lagi setelah 6 tahun berselang. Di moment kehamilan saya kali ini ada sebuah kedekatan antara saya dan Sang Pemilik Hidup. Begitu banyak limpahan pertolongan, perlindungan, berkah, rezeki, dan kemudahan-kemudahan yang saya terima selama hamil hingga melahirkan putri kedua saya pada medio 17 Juli 2014 silam. Saya jadi lebih rajin beribadah dibandingkan sebelumnya. Hingga entah bagaimana awalnya, di akhir tahun yang sama muncul keinginan untuk mulai berhijab murni dari dalam diri saya. Tapi karena sesuatu dan lain hal keinginan itu baru sebatas keinginan walaupun saya mulai mempersiapkan beberapa perlengkapan untuk berhijab.

Hingga menjelang lebaran pun saya masih belum menggunakan hijab. Saya masih sempat menggunting rambut saya dengan model yang sedang hits tahun ini, dan mewarnainya dengan warna kecokelatan.

Keinginan berhijab itu baru muncul ketika saya dalam perjalanan pulang menuju Jakarta setelah cuti lebaran di Surabaya. Tapi jangan ditanya, bagaimana perang batin yang terjadi pada saya sebelum akhirnya saya memutuskan untuk berhijab. Ada pertanyaan-pertanyaan yang saling berlompatan dalam pikiran saya, ada perang dalam batin saya:

“ah, emang yakin kamu bisa seterusnya berhijab? emangnya kamu pikir berhijab itu gampang? banyak lho di luar sana yang akhirnya lepas hijab dan kembali ke tampilan dia sebelumnya…”

“kamu berhijab bukan karena pengen ngikutin trend fashion para hijabers itu, kan?

“yakin kamu mau berhijab? nggak sayang sama rambut kamu? rambut kamu lagi bagus-bagusnya lho, lagi in lho potongan rambut kaya kamu itu. trus, badan kamu juga lagi bagus, udah balik normal, yakin kamu mau pakai baju yang longgar-longgar?”

“ngapain kamu susah-susah potong rambut, rambut pakai diwarnain segala kalau kamu akhirnya berhijab? udahlah, nggak usah hijab-hijabanlah… tar ajaa…”

Begitu banyak pertanyaan yang meragukan diri saya sendir. Tapi entah kenapa justru itu makin menguatkan saya untuk mulai menyortir busana-busana saya yang pas badan dan pendek-pendek, dan mulai memilah mana baju yang masih bisa saya kenakan dan mana yang harus saya karduskan. Dan mulai memadupadankan jilbab mana yang pas dengan baju yang mana. Semacam menemukan keasyikan sendiri sembari membereskan baju-baju saya.

Pagi harinya, 27 Juli 2015, dengan mengucap bismillah, saya mulai berangkat ke kantor dengan menggunakan hijab untuk pertama kali dengan perasaan yang masih campur aduk. Kalau sekadar berhijab dalam rangka memandu acara keagamaan di kantor sih sudah sering, tapi yang untuk nantinya jadi kostum sehari-hari ya hari itulah awalnya. Suami dan mama saya yang sebenarnya sudah memberikan restu sempat kaget karena tidak mengira permintaan izin berhijab yang saya lontarkan beberapa hari sebelumnya akan saya realisasikan hari itu.

----

Sesampainya di kantor, suasana ruangan masih tampak sepi, karena masih ada teman yang cuti atau sarapan di kantin dan belum kembali ke ruangan. Saya dengan sedikit mengendap-endap memasuki kubikel saya dan jadi kaget sendiri karena saya ‘dipergoki’ oleh salah seorang teman yang ternyata tidak saya sangka dia juga berhijab. Dia kaget melihat saya berhijab, pun saya ketika melihat dia juga berhijab, mengingat celetukan dia beberapa waktu lalu kalau berhijab itu nggak bisa fashionable, dia malah terlihat seperti nenek-nenek. Rasanya ‘ajaib’ melihat dia hari itu sudah berhijab, dan tampak jauh dari sosok yang dia gambarkan, dia terlihat lebih cantik dan anggun dengan hijabnya. Kami berdua berpelukan dan mewek berjamaah, terharu; karena sama-sama tidak menyangka bahwa kami yang beberapa minggu yang lalu masih ‘mainan’ jilbab sekadar untuk foto-foto selfie, sekarang kami berdua berhijab beneran.

Alhamdulillah respon yang saya terima semuanya positif walaupun seperti yang saya duga sebelumnya pasti lebih banyak yang terkaget-kaget melihat perubahan saya yang drastis. Bahkan ada yang (saya tahu dia pasti bercanda), “ah, ini pasti pencitraan…”. Tapi ya nggak apa-apa, namanya manusia pasti berproses.

Banyak secara pribadi menanyakan di watsap/bbm/DM twitter apakah (tampilan saya) ini untuk selamanya, apakah saya serius dengan penampilan saya yang sekarang, dan berbagai pertanyaan sejenis. Tapi ya ada juga yang mengira saya berhijab dalam rangka edisi (bulan) Syawal, atau ya kalau ada yang melihat penampakan DP BBM/watsap saya yang berhijab pasti mengira ya itu sekadar pasang DP berhijab saja, bukan untuk selamanya.

Dengan segala kerendahan hati, sederhana saja, saya cuma mohon didoakan, semoga saya istiqamah dengan hijab yang saya kenakan…

Matur nuwun….

 

 

[devieriana]

Continue Reading