Kami punya aslinya ..

Sebenarnya sudah berhari-hari saya bertahan untuk tidak mempublish postingan ini. Lantaran ada salah satu teman saya yang berkewarganegaraan Malaysia, yang kebetulan juga jadi reader di blog saya ini. Ditengah-tengah membanjirnya respon negatif terhadap Malaysia terkait dengan diklaimnya beberapa kebudayaan Indonesia sebagai kebudayaan Malaysia mendadak ditambah pula dengan beredarnya berita pelecehan terhadap lagu kebangsaan Indonesia Raya oleh oknum (yang ngakunya) dari Malaysia.

Perasaan saya antara gemes, sebel, kesel, meradang.. karena bukan sekali saja mereka telah “mengklaim” budaya kita sebagai budaya mereka. Kalau sekali, anggap saja mereka lagi khilaf. Tapi kalau sudah lebih dari 2-3x? Khilaf juga? Entah apa yang menjadi latar belakang “saudara serumpun” kita itu. Apakah mentang-mentang kita “serumpun” Melayu lantas kebudayaannya disama-samakan, begitu?

Jujur, pertama kali saya melihat iklan visit Malaysia yang terpampang besar di kawasan arah Gatot Subroto – Jakarta, sempat heran & takjub. Bukan karena besarnya billboard iklan yang mereka tampilkan melainkan besarnya gambar bunga Raflessia Arnoldi yang jadi kebanggaan negara kita, yang jadi bunga khas Bengkulu meendadak jadi bunganya Malaysia. Belum lagi Rasa Sayange yang jadi lagu daerah Maluku juga di klaim sebagai lagu mereka. How come? Disusul angklung, batik, reog Ponorogo (kalau ini lebih nggak masuk akal lagi), dan sekarang.. Tari Pendet.. Wow, sejak kapan Bali jadi bagian dari negara Malaysia ya? Atau jangan-jangan Malaysia sebenarnya sudah jadi salah satu propinsi negara kita? 😉

Terlepas masalah sosial yang ada, soal keindahan & kekayaan alam negara kita siapapun pasti sepakat. Nggak ada yang meragukan bahwa Indonesia itu kaya ragam budaya. Banyak turis yang berkunjung ke Indonesia untuk merasakan hawa tropisnya kita, menikmati jajanan khas daerah, melihat keragaman budaya nasional kita, menjelajahi cantiknya mutu manikam alam Indonesia.

Namun ketika semua mendadak diambil satu persatu dari kita oleh negara yang mengaku saudara.. Apa yang bisa kita perbuat. Ada beberapa pendapat satir yang menyebutkan :

“Kalian memang kaya. Ibarat halaman, kalian punya rumput, bunga & bebatuan. Saking banyak & luasnya halaman yang kalian punya, kalian lupa tidak memanage itu satu persatu dengan baik. Jadi wajar dong ketika ada orang lain yang “ingin” merawat bunga/rumput/bebatuan yang kalian punya untuk dimaksimalkan di tangan mereka..”

WHAT? Ya nggak bisa kaya gitu juga kali. Namanya orang lain kalau masuk ke halaman kita ya seharusnya permisi, apalagi sampai ngambil sesuatu yang ada di halaman kita. Kalau ada yang mengambil tanpa si empunya tahu, apa namanya coba? Seyogyanya masing-masing negara sudah paham dong tentang rules ini. Kita nggak pernah mengklaim budaya negara lain sebagai budaya kita. Jadi ya tolong hargai prinsip itu sebagai prinsip bernegara.

Mau cerita sedikit. Saya seorang (mantan) penari tradisional. Saya cinta dengan kebudayaan tradisional. Bahkan sampai menikahpun saya menggunakan tradisi adat Jawa secara lengkap bahkan saya minta ada penari Karonsih & Gambyong untuk melengkapi prosesi resepsi saya. Kalau dulu, masih banyak penari-penari tradisional macam saya. Kalau sekarang? Jangankan sampai mau belajar, mendengar kata tari tradisional saja buat anak muda jaman sekarang kayanya, “duh, ndeso banget sih. Mending breakdance deh..”. Ok, modernisasi boleh jalan terus, tapi jangan sampai melupakan tradisi. Kalau bukan kita yang menjaga, lalu siapa? Bagaimana kelanjutan tradisi kalau belum-belum sudah stagnan di eranya kita?

Kalau sudah ada kasus seperti ini baru deh kita berasa kebakaran jenggot karena ada salah satu budaya kita yang diambil oleh negara lain. Masa harus nunggu ada kejadian kaya gini dulu baru gerak sih? Justru harusnya hal ini bisa jadi pembelajaran yang bagus buat kita generasi muda, agar lebih aware, lebih mau peduli, lebih concern ke budaya bangsa. Gak mau kan kejadian kaya gini berulang lagi? Udah ya, cukup negara tetangga kita itu aja yang berbuat ini & selesai sampai di Tari Pendet aja, jangan sampai ada lagi kejadian pengklaiman atas budaya kita oleh negara lain.

 

 

[devieriana]

Continue Reading