Balada Ojek Online

ojek-online

Sebagai orang yang mengaku sebagai certified ojek online customer yang notabene pulang pergi ke kantor pasti mengandalkan alat transportasi satu ini, tentu ada banyak cerita bersama abang-abang tukang ojek online.

Setiap berangkat e kantor (kalau pas lagi nggak bareng suami) saya pasti memesan layanan ojek online. Kalau pagi sih relatif lebih mudah dan cepat dapatnya, dibandingkan ketika pulang kantor (ditambah dengan lokasi penjemputan yang ‘kurang umum’ menurut mereka). Kebetulan lokasi penjemputan dekat dengan istana, di mana ada aturan yang tidak membolehkan motor melalui Bundaran HI hingga kawasan Istana Negara, menyebabkan mereka ragu untuk mengambil orderan saya, bahkan sering yang mendadak cancel dengan berbagai alasan. Kalaupun iya ada yang terima order saya, itu pun sampainya lama sekali, minimal 30 menit baru sampai. Kecuali saya rela jalan kaki lewat komplek istana dan menunggu di lokasi yang lebih mudah aksesnya, misal di Halte Veteran III. Jadi selama lokasi penjemputan di depan gerbang utama ya sudah pasrah saja sampai driver-nya datang. Intinya memang harus sabar.

Dari sekian banyak pengalaman dan cerita bersama abang ojek, ada satu yang lucu unik. Jadi ceritanya saya pulang lembur pukul 18.00 wib. Untuk mengantisipasi supaya nggak terlalu lama menunggu, sebelum pukul 18.00 saya sudah order via aplikasi. Nah persis dengan harapan saya, tak lama kemudian saya dapat pengemudi yang lokasi stand by-nya tak jauh dari kantor, di sekitaran stasiun Juanda. Berhubung lokasi penjemputan yang gerbangnya persis di samping Istana Merdeka banyak abang ojek yang ragu, apalagi bagi driver yang belum pernah mendapat orderan dari kantor saya, yang ada keder duluan. Malah ada yang bilang, “kalau nanti saya ketangkep polisi, ibu yang tanggung jawab ya!”. Yaelah, Pak… segitunya.

Kebanyakan para driver itu ragu kalau mengambil dari Jalan Veteran, antara mau langsung belok kiri atau enggak, karena takut ditilang polisi, padahal kalau untuk sekadar pick up atau drop off saja tidak ada masalah. Toh nantinya kita tidak akan lewat Monas/Thamrin, tapi lewat Tugu Tani, Menteng, dan seterusnya. Intinya tetap putar balik lewat depan gerbang utama. Alhasil banyak yang memilih aman dengan jalan memutar ke sana-kemari yang ending-nya kadang saya yang harus menyeberang ke depan Smailing Tour.

Demikian juga dengan abang ojek saya yang satu ini. Jujur, niat hati sebenarnya sudah pengen cancel dari tadi, tapi kalau di-cancel belum tentu saya dapat ojek lagi dalam waktu singkat, sementara hari sudah semakin malam. Jadi saya memilih menabahkan diri menunggu di depan gerbang sambil dinyamukin.

Setelah melalui drama bablas-bablasan, dan puter-puteran sebanyak 3x (kurang 4x putaran ditambah lempar jumroh), akhirnya abang itu berhasil menemukan saya yang mungil ini di depan gerbang pada pukul 19.05 dengan tampang yang semakin kucel karena terlalu lama menunggu.

“Maaf ya, Bu… saya tadi muter-muter dulu, jadi lama jemputnya…”
“Iya, gapapa, Pak…” jawab saya pendek sambil memakai helm.

Singkat cerita sampailah saya di rumah dengan selamat kurang lebih 45 menit kemudian setelah menempuh perjalanan yang mengandung macet naudzubillah di Rasuna Said.

Dan selang satu jam setelah itu muncullah pesan dari nomor yang tak dikenal ke gawai saya, isinya begini:

balada ojek online
Eaaa… hahaha… Saya bacanya antara speechless dan geli sendiri. Baru kali ini saya dikirimi pesan oleh abang ojek yang baper begini, hihihik. Saya sabar? Lebih tepatnya disabar-sabarin sih, Pak. Abisnya Bapak muter nggak selesai-selesai sampai sempat keluar orbit sih, Pak. Tapi alhamdulillah ya dibilang sabar, karena aslinya bukan orang yang sabaran. Alasan lain kenapa sampai saya bela-belain nungguin Bapak sampai Bapak tiba, ya karena cuma Bapak yang mau menerima orderan saya ke Mampang, yang lain pada nolak, Pak. Hayati lelah, Pak…. Hiks…

Eniwei, terima kasih kembali lho, Pak. Semoga segera bertemu dengan jodohnya yaaa… Semangat, Pak!

[devieriana]

 

sumber ilustrasi: dari sini , whatsapp pribadi

 

Continue Reading

Nikmati Saja

IMG-20150902-WA009

Jadi sebenarnya hari ini saya itu tiba-tiba saja galau. Di week end kemarin saya total di rumah menemani Alea mulai pagi dia bangun tidur sampai malam hari dia tidur. Buat saya yang seorang ibu bekerja kebersamaan bersama Alea termasuk dalam daftar me time. Kalau ibu-ibu lain yang kesehariannya sudah bersama bocah mungkin me time-nya akan berkebalikan dengan saya, misalnya dengan nyalon-nyalon lucu atau sekadar meluangkan waktu khusus untuk diri sendiri. Ya kan namanya mengasuh anak sekaligus mengurus rumah kan lumayan PR ya, Bu… Jadi maklumlah kalau ada waktu khusus buat refreshing. Nah, berhubung saya cuma ketemu sama Alea setelah jam pulang kantor dan week end jadilah saya menyebut kebersamaan saya bersama Alea adalah termasuk me time.

Di usia balita saya yang bulan ini menginjak 14 bulan, saya lagi jatuh cinta banget sama dia. Jatuh cinta karena Alea sedang lucu-lucunya, mulai bisa menirukan omongan orang, lagi suka menonton film animasi dan mendengarkan lagu-lagu anak, suka menari, dan sedang suka bersosialisasi dengan anak-anak lain baik yang sebayanya maupun yang jauh lebih besar daripada dia. Pokoknya dia sedang seperti sebuah spons besar yang menyerap sebanyak-banyaknya air. Tapi bukan Spongebob, hehehe…

Kalau saya sedang ada di rumah, apapun aktivitas Alea maunya sama saya. Mulai makan, minum, pup, main, sampai bobonya. Seolah meminta ‘kompensasi’ dari ketidakhadiran di setiap hari kerja. Jadi, begitu ada mamanya, dia girang banget. Setelah sekian lama, oh.. ternyata begini ya rasanya punya ‘buntut’. Ke mana-mana ada yang mengikuti.

Kalau soal drama pascalahiran sudah berlalu, kini beralih ke drama sebelum ngantor. Setiap pagi, kalau dia sudah bangun dia pasti maunya ikut saya membikin sarapan. Padahal dapur itu kan kurang aman buat bayi/balita. Tapi ya bagaimana lagi, dia maunya ikut ke mana pun saya melangkahkan kaki, jadi kadang ya terpaksa kalau sudah tidak bisa dibujuk oleh papa atau eyangnya ya dia ikut saya membuat sarapan di dapur.

Kalau tiba waktunya saya berdandan, dia pun ikut sibuk ‘berdandan’. Mengusapkan kuas blush on ke wajahnya secara random dengan ekspresi kegelian. Usai mengeluarkan seluruh isi tas make up saya, biasanya kalau sudah menemukan barang yang disukai, Alea pasti langsung memojokkan diri dan asyik dengan barang ‘temuannya’ itu. Contohnya kuas blush on yang sudah dipreteli atau lipstik. Lipstik saya yang sudah hampir habis jadi belepotan ke mana-mana karena dicolek-colek Alea. Lucunya, kalau saya tanya, “siapa yang nakal mainan lipstik Mama?”. Dengan lucu dia menjawab, “Aea…”. Alea.

Kalau sudah selesai dandan, aktivitas berikutnya adalah seterika. Saya selalu menyeterika baju yang akan dipakai hari ini sebelum berangkat ke kantor. Biasanya untuk membuat dia ‘sibuk’ adalah dengan menyetelkan video film animasi kegemarannya atau video lagu anak. Tapi kalau dia sedang ‘drama’ pasti ada saja caranya meminta perhatian. Misalnya tiba-tiba minta menyusu atau minta pangku di tengah aktivitas saya menyeterika. Jadi, kadang eyangnyalah yang suka membujuk dengan mengajak main sesuatu di ruang tamu, atau apapun yang bisa mengalihkan perhatiannya sementara saya menyeterika.

Kalau lagi mellow, ada juga perasaan iba melihat begitu inginnya saya ada buat dia, menemani dia setiap hari. Melihat tangan mungilnya memeluk saya erat sembari dia menyusu dan menonton film favoritnya (Baymax, Frozen, Penguin of Madagascar, Barney, dan Gazoon); melihat dia makan dengan lahap ketika saya suapi, atau tertidur lelap di pelukan saya, itu precious banget…

Mama saya pernah bilang begini, dulu…
“Nikmati saja setiap waktu bersama anak-anakmu. Karena masa kecil tidak akan pernah kembali. Hidup juga tidak akan pernah berulang dan begitu-begitu saja karena pasti akan ada perubahan.”

Diam-diam saya merenung. Iya juga ya, nikmati saja setiap detik kebersamaan bersama Alea. Membayangkan bahwa dalam beberapa bulan ke depan Alea akan mulai sekolah playgroup. Dia akan mulai bersosialisasi, punya teman, punya lingkungan baru. Dan tanpa terasa dia akan memulai kehidupannya sebagai anak sekolah, dan seterusnya sampai akhirnya dia dewasa dan punya kehidupan sendiri.

Sederhana saja, saya dan suami ingin memberikan Alea kasih sayang semaksimal mungkin yang kami bisa, dan harapan kami semoga Alea memiliki masa kecil yang bahagia, di tengah kehidupannya sebagai seorang anak yang kedua orangtuanya bekerja.

Btw, tadi pagi agak sepi nih, nggak ada yang ngegrecoki aktivitas pagi, soalnya Alea masih tidur pulas sampai waktunya kami berangkat kerja…

****

– ditulis dalam multitasking mode (smsan, watsapan, mengoreksi berkas, input ke aplikasi, dan kegiatan clerical lainnya, sambil mengejar waktu mendekati jam pulang kantor –
[devieriana]

Continue Reading