Sebuah ‘Project Rahasia’

Di Jumat pagi yang sibuk. Ting! Sebuah pesan masuk ke handphone saya.

“Devi, kamu ikut rapat di Ruang Rapat Sesmen, sekarang ya…”

Saya pun bergegas menuju Gedung Utama dan langsung menuju ke ruang rapat. Dalam hati saya bertanya-tanya sendiri, tumben saya dipanggil Bapak untuk ikut rapat di sini? Apa ada hubungannya dengan event acara hari Senin, 6 Januari 2017?

Sesampainya di sana, ternyata benar, rapat ini untuk mempersiapkan acara untuk hari Senin, 6 Februari 2017 lusa. Hah, lusa?!

Mensesneg via staf TU dan tim Sespri menginformasikan bahwa beliau ingin membuat sebuah acara pemberian penghargaan kepada para pejabat/pegawai yang telah berhasil membuat inovasi-inovasi dan perubahan positif bagi kantor tercinta ini. Tapi beliau ingin acara ini sifatnya surprise, bungkus saja dengan tajuk acara “silaturahmi dan pengarahan oleh Mensesneg”. Jangan sampai ada yang tahu, kecuali panitia saja. Begitu wanti-wanti Mensesneg via staf beliau.

Btw, begitu tahu format acaranya seperti itu seketika pikiran saya langsung terarah kepada moment ketika Obama menganugerahkan Presidential Medal of Freedom with Distinction kepada Wakil Presidennya, Joe Biden. Presidential Medal of Freedom with Distinction merupakan tanda penghormatan tertinggi dari pemerintah Amerika Serikat kepada warga sipil mereka yang dianggap telah memberikan kontribusi dan jasa luar biasa bagi Amerika Serikat. Nah, acara ini sepertinya kurang lebih seperti itu, tapi massal.

Sebenarnya di hari Selasa, 7 Februari 2017 ada acara pelantikan pejabat Pimpinan Tinggi Pratamadi lobby Gedung Utama, tapi demi efektifnya acara, beliau menginstruksikan agar acara pelantikan digabung saja dengan acara silaturahim. Wah, bakal jadi acara pelantikan terspektakuler sepanjang sejarah pelantikan di Sekretariat Negara nih. Karena baru kali ini lho ada pelantikan 3 orang Eselon II yang biasanya cuma dihadiri oleh para pejabat Eselon I saja, tapi kali ini dihadiri oleh kurang lebih 600 pejabat eselon I-IV di lingkungan Kementerian Sekretariat Negara, plus para undangan.

Kalau pelantikan, berhubung format acaranya sudah tetap, jadi persiapannya tidak terlalu heboh. Beda dengan acara kedua yang baru nemu rundown-nya saja, sementara format acaranya akan seperti apa belum jelas. Apakah akan dibuat formal, semi formal, atau tidak formal sama sekali? Lalu bagaimana dengan pengaturan tata ruangannya? Apakah class room style, theatre style, banquet style, U shape style, atau custom sajalah sesuai arahan Pak Menteri jika ada? Sama sekali belum ada gambaran yang pasti.

Hingga akhirnya, hari Minggu siang, tanggal 5 Februari 2017, semua panitia yang terlibat di 2 acara tadi memutuskan untuk ketemuan di lokasi acara untuk menyelaraskan segala sesuatu yang berkaitan dengan teknis dua acara yang akan inline besok.

Setelah koordinasi, latihan, simulasi, sinkronisasi, edit sana-sini, makan snack, dan gladi berkali-kali, sekitar pukul 19.30 disepakatilah konsep dan format acara yang sesuai atau (paling tidak) mendekati dengan arahan Pak Menteri. Pffiuh, akhirnya… *usap peluh*

Sesampainya di rumah saya belum bisa langsung tidur. Setelah menemani Alea bobo, masih langsung lanjut koordinasi jarak jauh dengan panitia dan tentu saja partner MC saya. Kebetulan di acara kedua, saya akan memandu acara secara duet, jadi butuh bahan buat ‘tektokan’ omongan. Pastinya butuh chemistry dan kerja sama, kapan harus ngomong sendiri, kapan harus bareng, dst.Saya sendiri menyerah pada rasa kantuk tepat pukul 01.00 dini hari dan menyerahkan estafet bahan MC-an ke partner MC saya, Si Dimas untuk disempurnakan lagi.

Semua panitia yang terlibat benar-benar mencurahkan tenaga dan konsentrasinya untuk acara yang secara guyonan kami sebut project ‘Bandung Bondowoso’ ini. Hahahaha, iyalah. Jika ditotal, kami hanya mempersiapkan acara ini selama 3 hari saja (Jumat, Sabtu, Minggu). Padahal ini termasuk acara besar, dan baru pertama kalinya ada di Kementerian Sekretariat Negara. Pastinya butuh persiapan yang banyak sekali dan lumayan ribet.

Pukul 07.30 tim protokol pelantikan sudah bergerak ke Krida Bhakti untuk gladi dan persiapan acara pertama, yaitu pelantikan, sekaligus koordinasi terakhir terkait acara kedua yaitu silaturahim dan pengarahan oleh Mensesneg. Whoaa, jujur agak deg-degan. Satu saja doa kami, semoga kedua acara ini berjalan lancar, tidak ada kendala, dan Pak Menteri berkenan.

Satu persatu tamu dan undangan mengisi Gedung Krida Bhakti yang pagi itu tampak semarak sekali. Walau tak bisa dipungkiri ada banyak wajah penasaran yang terlihat pagi itu. Hihihik, maaf ya… kami terpaksa harus merahasiakan acara ini, karena memang demikian arahan Pak Menteri, biar surprise.

Acara pertama berjalan khidmat dan lancar. Selang 5 menit seusai pelantikan, bersama partner MC saya hari itu (Dimas), langsung memandu acara kedua, yaitu silaturahim dan pengarahan oleh Mensesneg.

Jujur, saya agak geli melihat berbagai ekspresi dan kasak-kusuk para undangan yang hadir tentang dua agenda yang berlangsung hari Senin kemarin. Apalagi di sesi pengarahan oleh Mensesneg. Berbagai ekspresi tergambar di raut wajah para undangan. Ada yang tegang, ada yang datar-datar saja, ada yang serius, ada yang senyum-senyum, tapi yang ngantuk juga ada.

Mensesneg menyampaikan arahannya dalam beberapa slide, yang intinya menginformasikan berbagai inovasi yang telah hadir di Kementerian Sekretariat Negara, sekaligus menyampaikan rasa terima kasih yang setulusnya kepada para pejabat/pegawai yang telah memberikan kontribusi positif kepada kantor tercinta dalam bentuk inovasi-inovasi yang kreatif. Dalam kesempatan itu Mensesneg juga meminta maaf, karena selama 2.5 tahun ini sudah jadi orang yang cerewet, bawel, dan menyebalkan kepada seluruh pegawai di lingkungan Kementerian Sekretariat Negara. “Saya terpaksa harus menjadi Devil Advocate. Its not me, but I have to do that. Saya mohon maaf Bapak Ibu”, ujar beliau.

Ketika slide sudah menampilkan kata ‘Terima Kasih”, di situlah peran kami sebagai MC sejatinya baru dimulai. Bagaimana memulai acara dan menggiring mood hadirin yang awalnya serius menjadi lebih santai dan cair.

Oh ya, di pintu masuk, panitia sudah membagikan beberapa kertas origami berwarna-warni kepada beberapa pejabat yang hadir. Pasti beliau-beliau itu sempat bertanya-tanya, “ini kertas buat apaan?”. Di sesi inilah misteri kertas origami itu terpecahkan, hihihik.

Mekanisme penyebutan para nominasinya kami sudah atur sedemikian rupa supaya tidak terlalu ribet. Ada 47 inovasi tercatat, yang dikelompokkan ke dalam 8 kategori lengkap dengan para nominee dan pemenangnya, dan siap untuk diumumkan. saat kami mulai memanggil para pejabat pemegang kertas dengan warna tertentu untuk maju dan menerima penghargaan inovasi dari Mensesneg, di situlah suasana yang tadinya hening, tegang, dan serius berubah menjadi pecah, riuh, dan penuh tepuk tangan.

Alhamdulillah, acara berjalan lancar. Bahkan hingga kami menutup acara, semua kegembiraan masih tergambar jelas di raut wajah para pemenang. Ada raut kelegaan pula yang tergambar di wajah para panitia yang sudah bekerja keras demi kelancaran acara ini. Kalau pun ada kekurangan di sana-sini ya wajar, karena persiapannya hanya 3 hari, itu pun 2 harinya Sabtu dan Minggu.

Saya patut menjura kepada totalitas seluruh panitia. Dalam waktu sesingkat itu semua bisa tertangani, mulai mempersiapkan trophy, piagam penghargaan, video, presentasi, dll terkait teknis acara. Semua bekerja sesuai dengan fungsi dan porsi masing-masing tapi tetap saling dukung dan terintegrasi satu sama lain.

Senang bisa bekerja sama dengan kalian, hai para alumnus Hogwarts! Kalian luar biasa!

 

[devieriana]

 

NB: Foto-foto acara akan di up date nanti ya, hehehe…

Continue Reading

Kesibukan yang Random Itu

Lama juga ya saya tidak up date postingan apapun di blog yang sudah banyak sarang laba-labanya ini. Biasalah alasannya klise, belum ada kesempatan yang pas buat up date blog. Di kantor pas kerjaan lagi ‘panen raya’, kalau pas sudah di rumah sudah malas buka laptop karena sudah keburu capek dan ngantuk. Belum lagi beberapa waktu lalu Alea sakit, jadi ya harus konsentrasi merawat dia sampai sembuh. Biasalah, kalau di daycare kan kalau sakit satu virusnya nular ke teman lainnya, tapi sekarang sih alhamdulillah sudah sehat, dan akhirnyahari ini bisa posting sesuatu.

Hari ini saya meliburkan diri, daycare-nya Alea kebetulan diliburkan karena hari ini bertepatan dengan demo 212 di Monas. Lebih ke tindakan preventif sih, dikhawatirkan terjadi kejadian seperti tanggal 4 November kemarin yang sempat rusuh. Untungnya saat itu eyangnya Alea masih di rumah, jadi Alea nggak ke daycare. Tapi hari ini, mau tidak mau saya harus meliburkan diri karena kalau pun saya bawa Alea ke kantor, dia tidak akan bisa istirahat dengan properly, saya pun bekerja juga nggak bakalan tenang karena harus membagi konsentrasi ke pekerjaan dan Alea yang pasti aktivitasnya bakal ada saja, tidak mau diam. Jadi kesibukan saya akhir-akhir ini selain kerja ya pastinya momong bocah karena eyangnya sudah kembali ke Surabaya, jadi Alea full sama saya.

Seperti halnya tahun-tahun sebelumnya, bulan-bulan terakhir menjelang akhir tahun adalah bulan-bulan sibuk. Terutama persiapan peringatan HUT Korpri yang tahun inindilalahsaya didapuk jadi koordinator peserta lomba menyanyi tunggal dan baca Pembukaan UUD 1945 di satuan kerja Sekretariat Kementerian dan Kedeputian.

Baca Pembukaan UUD 1945 sajapakai dilombakan? Iya, karena sebenarnya tidak mudah membaca Pembukaan UUD 1945 itu, kalau sekadar baca saja sih bisa kelarlah, tapi kalau membaca secara ‘benar’, lumayan ada tantangannya. Dulu ketika awal-awal menjadi petugas upacara, sayaspesialisasi pembaca Pembukaan UUD 1945. Sempat bosan sendiri, masa tiap kali tugas kok ya kebagianjadi pembaca UUD. Kenapa bukan jadi MC atau baca yang lain saja, selain UUD 1945. Tapi akhirnya saya malah menemukan keseruan tersendiri ketika bertugas sebagai pembaca UUD 1945, karena di sana saya bisa ‘mengolah’ intonasi dan memberi ‘jiwa’ di dalamnya. Alhamdulillah sih sejauh ini responnya positif dan katanya baru kali ini pembacaan Pembukaan UUD 1945 itu beneran disimak oleh peserta upacara, hahaha… ada-ada saja.

p_20161123_111029

Lomba baca Pembukaan UUD 1945 ini penyelenggaranya adalah Sekretariat Militer Presiden, lombanya pun dilakukan di sana. Setiap satuan kerja diperkenankan untuk mengirimkan maksimal 2 orang wakil peserta. Berhubung yang mendaftar ke saya lebih dari 2 orang, berarti saya harus melakukan seleksi internal meliputi baris berbaris, dan olah vokal. Tidak semua paham peraturan baris berbaris, tidak semua mampu mengolah vokal sehingga memunculkan suara yang terdengar ‘utuh’ dan ‘gagah’ ketika membaca Pembukaan UUD 1945. Singkat cerita, alhamdulillah salah satu peserta yang kami kirimkan meraih juara 3. Merupakan sebuah prestasi yang lumayan bagus, mengingat dia sama sekali belum pernah menjadi petugas upacara, dan butuh sedikit effortuntuk mengolah suaranya yang cenderung cempreng kalau sedang hilang fokus hingga jadi suara yang bulat dan ‘utuh’ :D.

Selesai mengoordinatori lomba pembacaan Pembukaan UUD 1945, lanjut ke lomba menyanyi tunggal. Ada sedikit ‘insiden’ di lomba ini. Setiap satuan kerja hanya diberi alokasi nomor peserta sebanyak 14 nomor, terdiri dari 7 nomor peserta lagu pop,dan 7 nomor peserta lagu dangdut. Sejak awal dibuka, animo peserta lomba menyanyi lagu pop lebih banyak dibandingkan dengan lagu dangdut yang hingga mendekati waktu lomba hanya ‘laku’ 1 nomor saja. Tapi ya sudahlah, daripada tidak ada sama sekali, kan?

Di detik-detik mendekati lomba di mulai, saya mulai mengabsen satu persatu calon peserta. Ternyata ada 1 peserta lagu pop yang hingga mendekati injury time baru kasih kabar kalau dia masih rapat di kementerian lain. Lah, kalau dadakan cari peserta kan agak susah ya, memangnya kita penjual tahu bulat? Setelah ditawarkan ke sana ke mari dan berbuah tidak ada yang berminat ikut lomba, akhirnya ya sudahlah saya akhirnya ikut lomba menggantikan peserta yang mengundurkan diri dadakan tadi. Padahal aslinya saya tidak mau ikut lomba, biar kasih kesempatan buat yang lain. Tapi ya dari pada nomornya mubadzir, akhirnya saya ikutan juga. Tanpa ada waktu latihan, tanpa persiapan apa-apa, saya download saja lagunya Sam Smith dari youtube, lanjut burn ke cd. Oh ya, di babak penyisihan ini para peserta menyanyikan lagu pilihan masing-masing dalam format minus one karaoke.

Saya menyanyi nyaris tanpa beban. Lolos syukur, nggak juga tidak apa-apa, namanya juga lomba menyanyi ala-ala. Walaupun tak dipungkiri saya sempat keder juga melihat kualitas vokal peserta lain yang luar biasa. Ndilalah, pas pengumuman kok saya dan rekan seperjuangan saya dari satuan kerja yang sama dinyatakan masuk final. Itu berarti kami akan tampil dengan iringan live band. Dari beberapa lagu pilihan yang sudah dipilih oleh panitia, saya memilih lagu Keliru, Ruth Sahanaya untuk dinyanyikan ketika final nanti. Bukan apa-apa, sepertinya hanya itu lagu yang paling sesuai dengan vokal saya yang pas-pasan ini dan kebetulan liriknya juga nggak ribet. Saya hanya sempat latihan sekali saja bersama band ketika pengambilan nada dasar, selebihnya hanya sempat mendengarkan lagi dalam perjalanan menuju kantor itu pun di hari H. Doh, Devi!

Ada yang lucu ketika final berlangsung. Ketika semua perwakilan didukung oleh suporter yang super heboh, beda dengan kami berdua yang nyaris tanpa suporter, hihihik. Bukan apa-apa, kebetulan, di hari yang sama dengan penyelenggaraan final lomba menyanyi itu biro saya juga ada gathering ke Puncak, jadilah para peserta gathering sudah sebagian berangkat ke Puncak, dan menyisakan beberapa orang saja yang kebetulan berhalangan ikut. Plus ternyata para penonton di situ tidak tahu mana peserta perwakilan dari Sekretariat Kementerian dan Kedeputian yang lolos masuk final. Kasian amat ya…. ;))

img_20161127_194213

Bagi yang berkenan melihat video lomba nyanyi ala-ala bisa dilihat di sini, pardon my ‘sember’ voicelho ya :D. Singkat cerita, alhamdulillah ada berkahnya juga ternyata, saya dinyatakan sebagai juara 2. Saya sudah siap mau pulang, karena sepertinya tipis harapan bakal menang, karena saya lihat ada peserta lain yang jauh lebih bagus ketimbang saya. Juara 3 saja saya lolos, nggak mungkinlah juara 2 apalagi juara 1, pikir saya. Tapi sekali lagi, rezeki tidak akan tertukar, mungkin tahun ini rezeki saya, ikut lomba nyanyi dadakan, dan jadi juara 2. Semoga jurinya sedang tidak khilaf, dan tidak salah hitung ya…

Kesibukan lainnya sih standar, memandu acara pelantikan pejabat Eselon II, III, dan IV di lingkungan Kementerian Sekretariat Negara, dan sempat juga memandu acara ‘dadakan’ di Pengukuhan Dewan Pengurus KORPRI Kementerian Sekretariat Negara yang bertepatan dengan peringatan HUT KORPRI Ke-45 yang jatuh pada tanggal 29 November 2016. Ya sebenarnya acaranya sendiri sih tidak dadakan, request ngemsinya yang dadakan. Sepertinya kita harus selalu siap untuk acara-acara dadakan deh. Eh, adakah yang ikut upacara di Monas? Saya sih kebagian sidak bersama teman-teman Biro SDM lainnya, hihihik. Ternyata sidak itu bikin gempor kaki ya 😐

Kesibukan berikutnya apa? Masih ada 2 agenda acara lainnya yang sedang menunggu di tanggal 4 Desember dan 6 Desember 2016. Tanggal 4 Desember 2016 saya akan memandu acara puncak HUT KORPRI ke-45 di lingkungan Kemensetneg dan Setkab, sedangkan tanggal 6 Desember 2016 saya dipercaya memandu acara kerja sama antara Dharma Wanita Persatuan Kementerian Sekretariat Negara, Komisi Pemberantasan Korupsi, Australia Indonesia Partnership for Justice (AIPJ), dan The Australian Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) dalam penyelenggaraan acara “Saya Perempuan Anti Korupsi”. Sebuah acara yang pernah saya ikuti juga beberapa waktu lalu di Hotel Sari Pan Pacific. Harapan saya selalu sama, semoga acara yang saya pandu semuanya berjalan lancar.

Hmm, sepertinya sih yang di depan mata baru 2 acara itu saja sih, entah ke depannya nanti ada acara apa lagi selain upacara dan pelantikan tentu saja.

Jadi, begitulah beberapa kesibukan saya beberapa waktu ini, mohon dimaklumi kalau jarang up date. Toh sepertinya kalau blog abal-abal ini banyak sarang laba-labanya juga kayanya sudah biasa ya, alasannya pun klasik dan klise, hihihik…

Selamat berakhir pekan, kawan! Have a good day!

 

[devieriana]

Continue Reading

Tentang Memandu Acara di Rumah Mantan Kepala Negara

20161217_225821

 

Pada suatu malam, ketika saya hampir lelap menemani Alea tidur, smartphone saya berbunyi. Dari layar terbaca nomor salah satu kepala bagian di Biro Umum.

“Ya, Pak…”
“Devi lagi di mana?”
“Di rumah, Pak. Mau kelonan sama Alea, hehehe. Kenapa, Pak? Ada yang bisa kubantu?”
“Ya ada dong. Masa saya nelepon kamu malam-malam nggak ada yang bisa kamu bantu, hehehe. Besok ngemsi di rumah Pak SBY, ya…”

Glek! Kantuk saya mendadak lenyap.

“Oh.. acara apaan, Pak?”
“Serah terima rumah dari negara ke mantan Presiden. Acaranya besok jam 09.00 di Mega Kuningan ya.”
“Rundown-nya, Pak?”
“Abis ini aku kirim. Ok, ya Dev. Jangan lupa lho ya, besok jam 9 pagi…”
“Ok, siap, Pak!”

Setelah telepon ditutup saya panik sendiri. Ini sudah hampir pukul 9 malam, dan dapat telepon mendadak untuk acara besok pagi yang pastinya bukan acara ‘biasa-biasa’ saja, dan tidak mungkin saya mengemsi tanpa persiapan matang, sekalipun acaranya semi formal.

Dari hasil koordinasi yang saya lakukan malam itu dengan 2 orang pejabat dari Biro Umum belum sepenuhnya fix karena mereka pun masih dalam koordinasi dengan Kepala Biro Umum dan keluarga Cikeas. Tapi dari gambaran rundown secara kasarannya sih memang acaranya memang tidak terlalu formal. Setidaknya saya masih ada gambaran bentuk acaranya seperti apa.

Serah terima rumah tersebut sedianya akan dilakukan langsung oleh Mensesneg, namun ternyata di hari yang sama ternyata Mensesneg berhalangan hadir karena di waktu yang sama juga harus mendampingi Presiden di acara lainnya, sehingga penyerahan kunci dan berkas-berkas lainnya diwakili oleh Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara, Bapak Setya Utama.

Selama ini saya lebih banyak dipercaya untuk memandu acara-acara di kantor; seperti pelantikan, acara-acara sosialisasi, focus group discussion, hari ulang tahun KORPRI, dan sesekali memandu acara di luar kantor secara freelance. Jadi, meskipun saya bekerja di lingkungan yang sangat dekat dengan istana, dan sekalipun Sekretariat Presiden itu berada di bawah koordinasi Kementerian Sekretariat Negara, tapi berhubung saya bukan ditempatkan di lingkungan Sekretariat Presiden jelas perintah untuk memandu acara di rumah Pak SBY ini menjadi pengalaman pertama bagi saya.

Keesokan harinya, tanggal 26 Oktober 2016, saya berangkat bersama teman-teman Biro Umum. Alhamdulillah, jalanan menuju ke arah Mega Kuningan tidak terlalu padat, mungkin karena kami berangkat dari jalanan yang berlawanan arah dengan jalur kemacetan.

Tak lama, kami pun sampai di Mega Kuningan Timur VII, Jakarta Selatan; tepat di belakang Kedutaan Besar Qatar. Dari jauh nampak sebuah rumah megah bergaya modern kontemporer. Terdiri dari bangunan dua lantai, dindingnya berwarna kombinasi cokelat tua, krem dan hitam. Sebuah tiang bendera beserta bendera merah putih berkibar di depan rumah tersebut. Rumah tersebut sekilas sudah rapi, walaupun masih perlu finishing touch di sana sini. Tampak beberapa mobil sudah berjajar rapi. Sepertinya memang beberapa tamu dan undangan sudah ada yang hadir lebih dulu. Sementara tuan rumah, Bapak SBY beserta keluarga masih dalam perjalanan dari Cikeas menuju Jakarta.

Sesampai di tempat acara saya langsung mencari lokasi tempat acara akan berlangsung, sengaja tidak banyak berkeliling dan foto sebagaimana yang dilakukan rekan-rekan yang lain. Selain memang agak ramai, saya prefer menyiapkan diri saja. Ya kan saya belum tahu medannya bagaimana, hadirinnya seperti apa, dan acaranya nanti berjalan seperti apa. Masa ya mau pecicilan duluan, segala sudut difotoin. Oke, ini pasti pencitraan, sok nggak mau foto-foto. Padahal aslinya gatel pengen pepotoan. Ya, kan? Nganu, saya mengandalkan fotografernya Bapak aja. Masa iya sih MC-nya nggak difoto, hihihik.

Tak lama, saya melihat rombongan keluarga Bapak SBY memasuki halaman dan mulai menyalami satu persatu tamu yang hadir, termasuk saya. Oh, ikut disalami ya? Ya iya tho ya, kan saya ada di situ, dekat sama mikropon. Masa iya saya dianggap tumpeng?

20161217_225951

Sekitar pukul 10 acara baru dimulai karena masih harus menunggu Mas Agus sekeluarga hadir di acara tersebut. Mas Agus, Mbak Anissa, dan Aira langsung bergabung dengan kami setelah ngobrol beberapa jenak dengan para tamu dan undangan yang hadir.

Acara pun dimulai. Saya memandu acara seperti biasa saya memandu acara di kantor. Walaupun kali ini ditambah dengan sedikit efek deg-degannya, alhamdulillah semua berjalan lancar hingga akhir acara; potong tumpeng, dan ramah tamah (menikmati hidangan bersama-sama). Dari acara ini harapan saya sederhana saja, semoga saya tidak mengecewakan ya, Pak/Bu.

Sungguh sebuah kehormatan bagi saya yang (jujur) level ngemsinya masih abal-abal ini dipercaya untuk memandu acara di kediaman seorang mantan presiden. Semoga acara ini menjadisalah satu pemacu semangat saya untuk bisa lebih meningkatkan kompetensi, profesionalisme, dan kemampuan saya di dalam hal memandu acara ya, aamiin…
[devieriana]

 

foto: pribadi

Continue Reading

Kisah Bapak Tua dan Sejarah Masa Lalu

Di pagi menjelang siang hari ini, ada seorang bapak tua yang berbaju rapi, berpeci hitam, berjaket hitam yang di sisi dada kanannya terbordir logo Veteran Republik Indonesia, dan dada jaket sebelah kiri terbordir gambar lingkaran bendera beberapa negara, datang ke biro saya. Bapak itu sebenarnya sudah pernah ke kantor beberapa waktu yang lalu untuk menyampaikan berkas surat berkaitan dengan dirinya. Kalau dibaca, surat beliau alur ceritanya ‘lompat-lompat’, maksudnya tidak kronologis, kurang runut, dan sedikit membingungkan. Tapi kalau mendengarkan cerita beliau, saya agak pahamlah maksudnya.

Bapak itu curhat sekitar 30 menit; kelihatannya sebentar ya, tapi kalau 30 menit itu untuk mendengarkan orang bercerita tentang sejarah dan setengah marah-marah itu kok agak gimana, ya. Mau memotong nggak tega, kalau didengarkan kok ya kerjaan pas banyak. Tapi ya sudah, hitung-hitung nostalgia jadi customer service-lah. Kalau marah-marah sih sebenarnya beliau bukan marah sama saya, tapi sama pemerintah, sama pelaku sejarah lainnya yang menurut beliau tidak semestinya berbuat ‘dzalim’ (kepada beliau), tidak seharusnya mengubah, menghilangkan, dan memodifikasi sejarah seenak perut. Masih menurut cerita beliau, dulu beliau adalah orang dekat Presiden Soekarno. Tapi karena satu dan lain hal beliau tidak bisa lagi dinyatakan sebagai pegawai negeri, dan bahkan dinyatakan sebagai anggota komunis. Kesal, sedih, marah, dan kecewa, itulah yang dirasakan bapak ini, karena melekatnya label komunis itu menjadikan bapak itu tidak lagi bisa mendapatkan hak-hak keuangannya.

Emosional, itu yang saya tangkap dari sepanjang cerita di pertemuan pertama dan kedua ini. Ya wajarlah, siapapun tidak ada yang mau bernasib seperti itu. Tapi ‘ajaibnya’ ekspresi emosional itu bisa seketika lumer ketika beliau bercerita tentang keluarga; isteri, anak, dan cucu. Pun ketika beliau bertanya tentang anak dan keluarga saya nadanya berubah menjadi jauh lebih hangat.

Seperti halnya keluarga yang lain, semenjak tidak lagi mempunyai pekerjaan tetap, beliau tetap berusaha memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang ayah, suami, dan kepala keluarga yang baik. Demi cintanya kepada keluarga, demi memberikan pendidikan yang layak kepada kedelapan buah hatinya, akhirnya menjadi seorang supir taksi adalah pilihan pekerjaan selanjutnya. Hasil jungkir baliknya sebagai seorang supir taksi itu tidak sia-sia, karena selain beliau bisa mencukupi kebutuhan hidup keluarganya, beliau juga bisa membeli tanah di sekitaran Pancoran. Tapi dari semua itu ada saat yang membahagiakan sekaligus membanggakan; ketika dia bisa menuntaskan pendidikan kedelapan putra/putrinya. Bahkan matanya tampak berbinar ketika menceritakan keberhasilannya mengantarkan salah satu putra/putrinya menjadi dokter spesialis kandungan.

Entah kenapa, ketika mendengarkan kisah hidup bapak itu, terlepas dari benar tidaknya cerita yang sudah disampaikan, mata saya tiba-tiba terasa panas dan berair. Terharu. Saya membayangkan sosok di depan saya ini adalah Papa saya. Seorang yang sudah setua ini masih harus jungkir balik memperjuangkan keadilan atas hak-haknya sebagai manusia, dan meluruskan apa yang dia ketahui tentang sejarah. Dia tidak lagi peduli ketika berkas-berkas dan laporannya itu masuk dalam klasifikasi surat yang tidak ada harganya oleh berbagai instansi. Menurutnya, selama it worth fighting for, semua akan dijabanin.

Di akhir ‘sesi’ curhat, sambil memasukkan kertas-kertas yang tadinya dikeluarkan untuk ditunjukkan pada saya, bapak itu berpesan,

“Buat kamu, buat siapapun yang menerima kunjungan saya di setiap instansi, saya selalu berpesan. Siapapun kalian, apapun jabatan dan pekerjaan kalian, lakukan semuanya dengan hati, dengan tulus, ikhlas. Berikan yang terbaik untuk bangsa ini. Sisa umur saya paling tidak lama, tapi selama saya mampu, sebelum saya mati, saya ingin apa yang saya perjuangkan ini ada hasilnya, ada titik terangnya. Satu saja cita-cita saya, saya ingin orang Indonesia bisa tahu sejarah bangsa mereka yang sesungguhnya; bukan hasil rekayasa seperti yang sekarang ini kalian pahami. Itu saja…”

Suaranya sedikit parau. Tenggorokan saya tiba-tiba tercekat, tak mampu berkata-kata.

“Saya pamit dulu. Terima kasih sudah diterima baik di sini. Salam buat keluargamu ya, Devi… MERDEKA!”

Saya pun tersenyum. Mau tak mau, saya pun mengepalkan tangan kanan saya sambil berujar hal yang sama, “Merdeka!”

Hati-hati di jalan, Pak. Semoga Tuhan senantiasa menyertai segala usaha, dan perjuanganmu…

 

 

[devieriana]

Continue Reading

Busy January 2016

Biro SDM Kemensetneg

Pffiuh, akhirnya, setelah sekian lama tidak menghasilkan tulisan apa-apa sejak November 2015, akhirnya terbit juga tulisan di hampir penghujung Januari 2016. Sebenarnya ada banyak cerita yang bisa ditulis di sini, kalau mau, kalau niat. Niat sih sebenarnya ada, ide juga tinggal metik doang. Tapi entah kenapa ketika sudah di depan komputer kantor, kalah melulu sama kerjaan. Ketika sampai rumah, niat menulis malah bablas, karena main sama Alea yang lagi bawel-bawelnya. Jadi, ya sudahlah, mungkin saatnya sekarang bersihkan blog dari sarang laba-laba dulu.

Eh iya, semoga berlum terlalu terlambat untuk mengucapkan, “Selamat tahun baru 2016, ya!”. Ada sebuah ucapan bagus yang saya terima di whatsapp, dari seorang teman pada awal Januari kemarin, “On this New Year I wish that you have a superb January, a dazzling February, a peaceful March, an anxiety free April, a sensational May, and Joy that keeps going from June to November, and then round off with an upbeat December!”.

Pergantian tahun dari 2015 ke 2016 kemarin, seperti tahun-tahun sebelumnya, saya lewatkan dengan tidur. Entah kenapa moment pergantian tahun selalu kurang menarik perhatian saya. Selain saya juga kurang suka kehingarbingaran, mata saya kurang bersahabat dengan jam malam, alias tidak kuat begadang. Jadi ya sudahlah, saya melewatkan moment pergantian tahun dengan bobo manis bersama bocah saja.

Kalau kantor lain, bulan Januari masih jadi bulan yang santai karena baru awal tahun jadi kesibukan masih belum ada, kalau di kantor saya sudah disibukkan dengan rapat koordinasi yang beruntun hampir tiap hari bahkan sejak hari pertama ngantor. Belum lagi di waktu yang mepet saya harus menangani acara gathering-nya Biro SDM di Sentul. Wait. What? Baru awal tahun sudah gathering? Justru karena masih awal tahun, kita butuh re-energize semangat kerja. Kadang, piknik itu memang harus disempatkan, kalau kerja melulu jadinya basi, hihihihik. Enggak gitu juga ding, mumpung kerjaan masih belum padat, jadi tidak ada salahnya kalau disempatkan piknik. Kalau sudah terlanjur sibuk kerja, mau piknik bakal kalah melulu sama tugas kedinasan. Bulan ini saja sudah ada 3 pelantikan yang sudah dijalani, dan masih akan ada lagi nanti di hari Jumat pagi di Gedung Utama. Jadi, keputusan untuk piknik duluan sebelum sibuk itu memang tepat.

Trus, kenapa harus Sentul? Location is important, but it doesnt have to be picture perfect. Kalau ke Bandung, khawatir pada capek duluan di jalan, dan toh kami juga sudah pernah mengadakan acara di sana 3 tahun yang lalu. Itulah kenapa kami akhirnya memilih lokasi di Sentul, toh yang penting kan bukan jauhnya, tapi moment kebersamaannya. Oh ya, kami memilih menginap di Villa Rosomulyo. Sebuah villa yang sungguh tersembunyi, di sekitaran Sentul. Serius, waktu survey bersama 2 orang teman, sempat ragu juga, ini villanya di mana, ya? Belum lagi pas survey bertepatan dengan hujan deras, dan petir menyambar-nyambar. Jadi, ketika kami menemukan lokasi villa seperti sudah tengah malam, saking gelapnya, padahal baru pukul 5 sore. Segala rasa was-was akhirnya terbayarkan ketika melihat penampakan villa Rosomulyo yang sesungguhnya. Bagus, Kak! Recommended sangatlah, buat yang mau gathering di sana.

Sebagai penanggung jawab acara, saya harus menjamin acara yang saya pegang selain lancar juga harus seru. Kalau cuma sekadar menginap di villa doang ya namanya cuma pindah tidur ya, kan? Jadi, selain ada acara hiburan, foto keluarga besar Biro SDM, juga harus ada fun games yang bisa lebih merekatkan kembali rasa persaudaraan di biro kami. Lagi pula kan belum semua merasakan yang namanya outbound atau fun games. Hasilnya? Alhamdulillah, acara lancar, kami pun kembali segar walaupun pipi agak kram karena tertawa melulu sepanjang fun games.

Sepulang dari gathering, bak jadwal artis yang padat merayap, saya masih harus menyiapkan diri untuk mengisi acara di Gedung Kridabhakti bersama teman-teman band saya. Nyanyinya sih cuma 1 lagu, nunggunya 4 jam *usap peluh*. Tapi ya sudahlah, yang penting semua acara berjalan lancar, orderan kenceng ya, Kakak. Kenceng anginnya, hahaha…

Jadi, begitulah cerita sepanjang bulan ini. Kerja itu penting, tapi piknik jauh lebih penting! *eh* .

Kalau kamu, iya kamu. Bagaimana kamu melewatkan Januari tahun ini? Semoga sama serunya ya…

Have a great and productive day, fellas!

 

 

[devieriana]

Continue Reading