coping with hatred ..

Pertanyaan menarik yang saya dapatkan hari ini dari salah satu anak buah saya, “mbak dev, gimana sih caranya menghilangkan rasa benci?”. Gubraaaakk.. hehehehe. Pertanyaan yang sebenarnya sepele, tapi menjawabnya kok ribet ya?  🙂

 

Sebagai manusia biasa, soal like & dislike itu hal yang human, lumrah. Kita ga mungkin harus menyukai semua orang, begitu juga orang lain ga mungkin harus menyukai kita. Dalam case tertentu ada kalanya kita tidak suka dengan orang tertentu karena tabiatnya, perilakunya, cara kerjanya, dll. Sebaliknya aada kalanya saat kita sukaa dengan seseorang mungkin karena fisiknya yang ok, tingkah lakunya yang menyenangkan, atau pribadi yang selalu ceria, dll.

 

Namun apa yang harus kita lakukan ketika kita menjumpai seseorang yang samasekali tidak kita sukai (dengan berbagai reason). Hmm, cara penanganan kebencian menurut saya masing-masing orang pasti beda. Punya cara tersendiri untuk menghilangkan kebencian pada orang lain. Sebagai orang yang tidak ada hubungan langsung & berkaitan secara emosional dengan objek yang dibenci tentu tidak mudah memberikan solusinya. Bisa saja kita menyarankan A, B, C, tapi kalau yang diberi saran tidak bisa menerima secara tulus, ya percuma. Karena ibarat memberikan motivasi, yang paling bagus adalah motivasi yang berasal dari diri sendiri. Seperti misal : kamu harus bisa dapet IPK  3.5 semester ini. Kalau bukan dari kitanya sendiri yang pengen dapet IPK segitu ya IPK kita bakal segitu-segitu aja. Lain kalau target itu kita sendiri yang menciptakan, pasti kitanya juga akan berusaha banget mendapat target itu secara maksimal.

 

Sama halnya dengan melepaskan kebencian. Kebetulan saya bukan tipe pembenci, atau yang bisa marah dalam waktu yang lama sama orang lain. Saya lebih suka kalau marah saat itu juga, tegur saat itu juga, kalau bisa diselesaikan saat itu juga. Kalaupun iya sampai lebih dari 2 hari biasanya kecil kemungkinannya. Saya biasa melakukan terapi buat diri sendiri yaitu dengan melakukan review. Misal, melakukan review apa saja yang sudah saya lakukan dalam sehari itu, kesalahan apa saja yang mungkin sudah saya lakukan, pekerjaan apa saja yang sudah terselesaikan hari ini & apa saja yang masih terhutang, dan banyak lagi lainnya.

 

Ketika ada masalah dengan seseorang & itu membuat saya kecewa atau sakit hati, saya coba melihat dari sudut pandang yang berbeda. Mencoba menggunakan kacamata dia, melihat dari persepsi dia (walaupun jelas kurang sesuai di mata saya).  Dari situ biasanya pikiran saya pelan-pelan mulai terbuka, saya jadi bisa menerima kekurangan saya & dia, benang yang tadinya kusut sedikit demi sedikit mulai terurai, belajar memaafkan & menerima perbedaan. Kesalahan. Siapapun bisa melakukan kesalahan & alpha. Wajar, human, manusiawi. Mungkin tanpa kita ketahui ada seseorang juga yang tidak menyukai kita, enath karena mungkin attitude kita kurang menyenangkan, berlebihan, membuat orang lain kurang nyaman, padahal kita merasa bahwa kita fine-fine aja, ga ada yang salah. Jangan menuntut orang lain untuk sempurna karena kita juga jauh dari sempurna. Kita juga belum tentu lebih baik dari orang yang kita benci.

 

Selagi bisa dikomunikasikan dengan baik, komunikasikanlah, karena bisa jadi dia sendiri tidak tahu letak kesalahannya.  Sebagaimana yang tertera di dalam Johari Window, silahkan baca di sini .Membenci orang lain bukanlah solusi & pasti tidak ada manfaatnya baik untuk diri sendiri maupun untuk orang yang kita benci. Kuncinya adalah memaafkan & mau melihat orang in a whole package, lengkap dengan segala kebaikan & keburukannya.

 

 

P E A C E

🙂

 

 

 

[devieriana]

Continue Reading

A downer within

jokes

Stress karena pekerjaan? stress karena masalah keluarga, pacar, temen, bos? Akhirnya ngomel, ngedumel, nyalahin orang lain & lingkungan. Pernah ga sih kita ketemu sama orang yang kerjaan tiap harinya ngeluuuh mulu. Entah itu sodara, temen, bos, pacar,atau jangan-jangan kita sendiri yang termasuk dalam golongan seorang “downer”? uiih, .. jangan-jangan iya.. Downer itu apaan sih? nama artis yak? atau sejenis makanan, minuman, games, situs pertemanan baru atau istilah apa sih ini? –> kaya facebook gitu.. ;))

Downer adalah istilah buat seseorang yang sering melontarkan serangkaian keluhan-keluhan tentang betapa kesalnya dia atau betapa bencinya pada hal-hal tertentu. Atau kalau boleh saya istilahkan sebagai “tipe gelas separuh kosong”, si pengeluh yang selalu melihat sisi negatifnya dalam segala hal. Mmmh, kalian tau figur atau The Eeyore di kartun Winnie The Pooh, Grumpy Dwarf di cerita kartun Snow White, termasuk tokoh-tokoh antagonis dalam lakon film? Mereka adalah type downer sejati. Ciri-ciri seorang downer nih, misal : selalu menggerutu, “ih sebel banget gue sama..”, atau pas dateng telat selalu nggak mau ngakuin kalo emang itu murni kesalahan dia tapi justru menyalahkan yang jam weker ga bunyi-lah, yang jalanan macetlah. Atau seseorang yang selalu memandang rendah kemampuan dirinya sendiri. Seorang downer tidaklah mudah untuk di hadapi. Energi buruknya begitu menginfeksi sehingga jika berlama-lama menghadapinya kita bisa ketularan, karena seorang downer cenderung menjadi seorang pesimistis & hidup ga ada semangat-semangatnya..

Kalo dari apa yang pernah aku baca, konon Heath Ledger untuk menyelami perannya sebagai Joker di film Batman :  The Dark Knight, dia sering ditemui dalam kondisi yang suram & depresi guna memperkuat karakter si Joker bisa masuk dalam pribadinya. Dan ternyata setelah syuting berakhir dia kesulitan untuk menghilangkan karakter yang akhirnya jadi merasuk dalam kepribadiannya ini, sampai akhirnya dia meninggal dalam keadaan depresi berat. Termasuk juga salah satu aktor imut tahun 90’an Brad Renfro (aktor imut yang pernah jadi idola saya jaman duluuu.. heheheeh), aktor muda usia 25 tahun yang harus meninggal karena overdosis. Inipun disebabkan selain dia memang seorang pecandu narkotika & dia juga mengalami depresi, setelah perannya sebagai korban pelecehan seksual dalam film Sleepers (1996). –> jadi aktor ternyata serem juga yah? makanya saya dulu ga pernah mau jadi artis..

Pernah nih saya punya teman yang downer kaya gini. Isinya tiap hari ngeluuuuh mulu, kalo ga ngeluh badannya kurang sehat ya lingkungannya yang ga support dia, menyalahkan orang lain. Pokoknya menceritakan kehidupannya yang kayanya menderita banget. padahl sih ga gitu-gitu amat. Hampir setiap hari dia selalu mengeluhkan hal yang sama. Capek ga sih dengernya?

Trus gimana dong kalo ternyata di lingkungan kita ada orang-orang dengan type seperti ini? bukankah dia lama-lama bisa menginfeksi kita dengan “virusnya” ini? Enaknya kita jauhin, deketin, dibiarin aja atau gimana? Mmh, kalo ngejauhin sih jangan ya.. Soalnya orang-orang dengan type seperti ini menurut apa yang pernah aku baca ada kecenderungan ingin diperhatikan, ingin didengarkan.. Jadi ya dengerin aja dulu bentar, kasih dia ruang buat menuangkan uneg-uneg.. tapiiiii.. jangan pernah menjadikan keluhan dia masuk ke otak kita tanpa filter. Jadinya malah kita yang ikut jadi downer.

Nah, biar kita ga ikutan jadi downer caranya dengan belajar mengucapkan selamat tinggal pada kondisi lesu, loyo dan kemurungan. Misal nih, jalan-jalan aja keluar sebentar..hirup udara segar selama 15 – 20 menit. Kalau belum cukup tulislah di selembar kertas atau blog  dan ungkapkan kekesalan disana. makanya tak heran kalau sekarang banyak banget yang menulis di blog, ya salah satunya tanpa disadari itu adalah salah satu therapy supaya ga ikut jadi seorang downer. Tau ga sih, tulisan itu bukan sekedar curahan hati tapi juga bisa menjadi tolak ukur permasalahan. Kadang jika membuka kembali bagian halaman tersebut, kita akan tertawa melihat apa yg tertulis disana, “ya ampun gue ternyata dulu tolol banget ya, ngapain masalah kaya gini aja bikin gue stress ya?”

Remember, laughter is the best medicine. Dengan begitu, setidaknya kita sudah memiliki obat yang tepat mengatasi sifat downer dalam diri kita sendiri..  🙂

[devieriana]

 

ilustrasi dipinjam secara semena-mena di sini

Continue Reading

Seks = Cara menemukan perfect match & right person (?)

Sekedar mau share aja ya, tanpa bermaksud menghakimi atau menyudutkan siapapun.. Hmm, salah seorang teman baik saya kebetulan menganut paham yang berbeda dengan saya dalam hal seks. Buat saya, seks baru boleh dilakukan ketika seseorang sudah dinyatakan sah sebagai suami – istri. Mungkin buat sebagian orang bisa bilang, “yaelah, bu.. haree genee masih mikir kaya begitu?”. Ok, terserahlah ya, tapi memang saya masih memandang seks hanya boleh dilakukan setelah menikah sebagai prinsip hidup saya. Tapi kebetulan berbeda dengan teman saya, seks boleh dilakukan asalkan dengan “pasangan tetap”. “Tetap” disini bisa dibilang pasangan non merit, pacar, kekasih. Jujur waktu dia mengakui itu saya kaget, kebetulan dia seorang pria. Tapi dia menjawab dengan santai, “yaelah, kenapa sih kamu pake heran.. toh dia pacar aku, pasangan aku, & aku emang niat nikah ma dia..”.. Hmm.. gitu ya? *garuk-garuk kepala yang ga gatal*

Saya tidak menganggap saya yang benar & dia yang salah.. No.. No.. Saya lebih melihat pasti dia punya latar belakang pemikiran kenapa sampai dia memilih jalur hidup itu. saya anggap ya itulah pernak-perniknya seorang teman. gak semuanya punya prinsip hidup yang sama. Toh dia udah dewasa ini, 5 tahun lebih tua dari saya, punya pilihan hidup & jalan masing-masing, sudah tahu mana yang baik, mana yang buruk buat hidupnya..(seharusnya)

Jadi mengamati seperti film-film Hollywood (atau ga usah jauh-jauh deh, di sekitaran kita aja), banyak kejadian seperti itu. Ada yang hanya sekali bertemu & feel connected, lalu.. BOOOM !! Perkenalan diakhiri dengan seks. Kok akhirnya seks menjadi salah 1 cara untuk menemukan perfect match & right person ya.. Jadi ingat kata teman saya tadi yang juga sempat mengatakan hal yang sama.. *inhale-exhale*

Apa iya cocok tidaknya kita dengan seseorang bisa langsung ketauan karena pas having seks dia bisa mengimbangi kita & sebaliknya? Apaakah seks bisa lantas menjadi tolok ukur kita untuk melanjutkan hubungan dengan seseorang/tidak? Masa iya kita kerjaannya tiap hari bakal bikin anak mulu, kan ya enggak.. Masa iya perlu trial & error pra officially married? Kok jadinya shallow banget ya? Ya terserah sih ya kalau mau bilang saya kolot.. too old fashioned.. Tapi ya emang masih diluar konteks pemikiran saya aja, karena pada saat kita memutuskan menikah dengan pasangan pastinya kan kita sudah mempertimbangan segala macam faktor.. bukan melulu seks..

Ya.. sekali lagi tanpa bermaksud menghakimi pihak manapun ya.. Hanya sebatas menyampaikan apa yang lagi muter-muter di pikiran saya aja.. 😀

[devieriana]

Continue Reading