Kami lucu? Ah, masa?

Seringkali saya & suami dikomentari sebagai pasangan yang  lucu dan unik. Bukan. Bukan karena saya nikah sama gajah, atau tapir. Tapi mungkin karena keunikan pribadi kami yang menyebabkan orang berkomentar seperti itu. Tapi apa iya kami sebenarnya “selucu” dan “seunyu” itu? 😕

Sebenarnya dulu, waktu jaman penjajahan.. eh kelamaan, dulu diawal pernikahan, kami sebenarnya adalah pasangan yang paling egois sedunia! Okelah saya memang sedikit berlebihan untuk menggambarkan kehidupan awal pernikahan kami. But, I have no words to describe how “lebay” we were at that time. Kami seringkali hidup dalam dunia kami masing-masing. Mengalah adalah kata-kata yang kami hindari. Sama-sama gengsi [-(. Lha iya, wong kami adalah dua orang yang sama-sama keras kepala ~X(.

Saya sebagai anak sulung yang biasa dituakan (berasa kepala suku nggak sih?), dan dikantor juga “terbiasa” memimpin sekian anak buah, tiba-tiba harus menyesuaikan diri dengan karakter suami yang juga sama-sama kerasnya dan nggak mau mengalah. Sementara suami yang dalam keluarganya juga termasuk anak laki-laki yang tertua juga punya sifat yang nyaris sama seperti saya. Kalau pas pacaran kan biasanya kelihatan yang bagus-bagusnya aja tuh. Pas sudah menikah? Wohoho, belum tentu. Friksi itu pasti ada. Jadilah kehidupan awal pernikahan kami layaknya kompor yang selalu panas. Ada saja hal yang dipertentangkan. Eh, masih mending ya kalau penting, seringkali pertengkaran kami justru berawal dari hal-hal sepele dan remeh temeh lho. Ujungnya sudah pasti bisa ditebak, adu argumentasi yang sifatnya debat kusir. Untungnya nggak pernah sampai ada KDRT 😀

Capek? Normalnya sih pasti iyalah ya. Sekarang siapa yang nggak capek harus adu argumen setiap hari. Hingga pernah dalam puncak kondisi lelahnya kami masing-masing, mulai sama-sama eneg dan nggak mau berkomunikasi satu sama lain selama beberapa waktu. Intinya stadium enegnya sudah cukup parahlah untuk ukuran pasangan baru seperti kami. Satu tahun pertama kehidupan perkawinan kami adalah masa perang antar suku. Lalu bagaimana ceritanya kami sekarang bisa saling merasa nyaman satu sama lain dan jadi lucu unyu seperti ini? Kami LUCU? Ah, masa sih? :-j

Ada sebuah sebuah titik balik yang membuat kami sadar tentang besarnya arti sebuah kehilangan. Ketika Tuhan memberikan cobaan pada kami berdua dengan diambilnya si kecil dalam usia 6 bulan dalam kandungan. Itu sebuah kejadian maha besar yang membuat kami sadar kalau ternyata ada hal yang jauh lebih penting daripada sekedar mempedulikan ego, yaitu anak. Dari situlah kami mulai belajar sabar, mulai mengerti satu sama lain. Mencoba mengalah yang bukan berarti kalah. Mencoba membuka dan membersihkan kembali keran komunikasi kami yang nyaris tersumbat. Berusaha lebih mendengar apa yang dimaui oleh pasangan dan berdiskusi sehat dengan kepala dan hati yang dingin. Meminta maaf tidak perlu menunggu dari siapa yang dianggap sudah bikin salah duluan. Intinya berusaha menjadi jauh lebih baiklah.

Alhamdulillah memang, berkah dari Yang Diatas tak pernah putus sejak saat itu. Rezeki dan kemudahan selalu mengalir kepada kami. Menjalani kehidupan perkawinan dengan format yang jauh lebih serius tapi santai. Suami saya kebetulan orangnya kaku dan serius, sementara saya pecicilan dan banyak becandanya. Mungkin akhirnya jadi balance-nya disitu. Malah sekarang suami saya suka kadang-kadang tertular ikut pecicilan, tapi anehnya kenapa saya nggak bisa ikut tertular jadi serius 😐

Jadi kalau sekarang teman-teman melihat kami sebagai pasangan yang mesra dan lucu, itu adalah hasil proses benturan-benturan psikologis sampai lebam dan babak belur. Nggak ada yang menyangka kan?  ;)). Sampai sekarang pun sebenarnya kami masih berusaha belajar memahami & menyesuaikan diri kami masing-masing. Mau se-ego apapun kita kalau sudah niatnya berkeluarga, harus mau menurunkan ego masing-masing karena ini bukan lagi masalah kalah atau menang tapi kehidupan bersama. Berusaha lebih open mind, mau mengerti & mendengarkan pasangan. Dan yang paling penting dari semua itu adalah komunikasi dan saling support untuk kebaikan berdua. Eh, gampang banget ya ngomongnya?  Tapi mengimplementasikannya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh waktu, dan kebesaran hati untuk menerima pasangan apa adanya.

Menikah itu butuh kesiapan mental dan psikologis, selain faktor-faktor pendukung lainnya ya. Kalau kata Dr. Rose Mini, AP. M.Psi., begini :

1. Jangan takut akan pernikahan.
Sebaiknya sebelum melangkah ke pernikahan, kenali sisi baik dan buruk masing-masing. Karena setelah memasuki pernikahan, akan makin terlihat sifat-sifat yang tadinya tertutup. Jujur akan segala hal dengan pasangan jika ingin pernikahan berhasil.

2. Siapkan diri.
Tanya dengan diri sendiri, sudah siapkah untuk berbagi segala hal dengan si pasangan? Siapkah untuk maju bersama? Sebab, untuk bisa maju bersama butuh upaya dan kerja keras, karena si pasangan tidak memiliki pola pikir yang sama dengan kita, perlu kesabaran dan tenaga ekstra untuk mau menyamakan visi.

3. Jangan takut perubahan.
Perilaku seseorang bisa diubah. Perilaku bukanlah gen yang tak bisa diubah. Jadi, ketika Anda harus berubah untuk bisa keep up dengan pasangan yang berubah, begitu juga si dia.

Ah, sebenarnya ini cuma sharing seorang yang masih hijau dan newbie dalam kehidupan berumah tangga kok :-”

[devieriana]

Continue Reading

Happy Anniversary..

Teruntuk suamiku yang lucu walau kadang suka nyebelin : Happy 3rd Wedding Anniversary.. @};-

Di ulang tahun yang ketiga ini, ijinkanlah aku mengucapkan terimakasih untuk *buka gulungan daun lontar* :

1. Mau jadi ojeg pribadi yang nganter aku kesana-kemari karena selain buta jalan juga nggak pernah apal sama daerah Jakarta.. #pengakuan

2. Kesabaran menghadapi kelakuan ajaib istrimu yang imut & manis baik (tiada tara) ini ..

3. Kesabaran ketika aku ngomel-ngomel nggak jelas kalau pas lagi PMS, walau yaa sebenernya sih wajarlah ya, wong namanya juga lagi PMS. Situ belum pernah ngerasain sih ya, gimana rasanya mood naik turun nggak jelas, esmosi tanpa sebab yang kadang kita sendiri nggak tahu kenapa bisa begitu. Makanya, kalau aku lagi ngomel-ngomel gitu diemin aja, nanti juga reda sendiri.. >:) –> ini adalah contoh ngomel kalau lagi PMS

4. Kesabaran ketika aku mendadak sok tau & ternyata eh ternyata.. akhirnya kamulah yang benar —> contoh tentang ngeyel tapi salah \m/

5. Bersedia nraktir aku kapan aja walaupun kita nggak ada yang ulang tahun, dan.. walaupun nantinya pas tanggal tua ganti aku yang nraktir kamu soalnya kan aku udah terima tunjangan kinerja pas tanggal 20, sementara kamu gajiannya kan menjelang akhir bulan —> dibahas :))

6. Telah menemaniku ketika senang maupun susah… :(( *ambil serbet kotak-kotak ijo saputangan*

Ya, gitu deh.. dengan ini aku ucapkan terimakasih untuk semua jasa-jasamu, ternyata kamu itu (sebenernya) baik ya..

Jadi..

kapan rencananya sepatu lucu yang ada di Centro – Plaza Semanggi itu kita beli? :-”  *mlintir-mlintirin ujung taplak*

Well, I know there’s a reason
And I know there’s a rhyme
We were meant to be together
And that’s why

We can roll with the punches
We can stroll hand in hand
And when I say it’s forever
You understand

That you’re always in my heart
You’re always on my mind
But when it all becomes too much
You’re never far behind

And there’s no one
That comes close to you
Could ever take your place
‘Cause only you can love me this way

I could have turned a different corner
I could have gone another place
Then I’d of never had this feeling
That I feel today, yeah

And you’re always in my heart
Always on my mind
When it all becomes too much
You’re never far behind

And there’s no one
That comes close to you
Could ever take your place
‘Cause only you can love me this way
Ooh..

And you’re always in my heart
You’re always on my mind
And when it all becomes too much
You’re never far behind..

And there’s no one
That comes close to you
Could ever take your place
‘Cause only you can love me this way
Ooh..

Only you can love me this way..

Love you, Bibo!
17 Juni 2007 – 17 Juni 2010

[devieriana]

Continue Reading

Paranoid sama artikel saya?

Kemarin pagi saya mendapat notifikasi di email, ada seseorang yang berkomentar di akun ngerumpi saya begini :

“ohh ini tho penulis yang udah buat pacarku ketakutan baca artikelmu.. heheheheh”

 

Pertama baca email ini sambil mikir ini artikel yang mana ya yang sampai bikin orang ketakutan? 😕 Lha wong kayanya saya ngerasa nggak pernah posting cerita hantu/memedi, kecuali beberapa waktu lalu saya memang sih pernah ngetwit cerita seram di twitter & efeknya saya di-unfollow beberapa orang ;)). Sampai waktu saya cerita sama temen soal twit seram itu & komentar dia : “lagian kamu ngapain sih ngetwit yang begituan? Kalo aku lagi di rumah sendirian juga ogah baca twit seremmu itu :))“. Tapi ada juga temen yang komentar : “sampeyan cocok emang cerita2 hantu ituh mbak, soulnya dapet :))”.

Nih ya, mau soul-nya dapet atau enggak pokoknya nggak mau cerita serem-serem lagi deh , merinding ngetwitnya :-ss. Dipikirnya saya ini pemberani & gagah perkasa apa sampai suka cerita yang menyeramkan? Aslinya saya itu penakut parah. Kalau pun saya kemarin ngetwit cerita seram itu awalnya kasian sama temen yang kebetulan indigo tapi mentalnya nggak siap untuk menerima keindigoannya :(. Makanya pas kemarin liat dia kerasukan saya yang gemeteran & baru bisa cerita lagi ke orang lain setelah beberapa hari kejadian X_X

Ok, balik lagi nih ya ke cerita yang di atas (malah cerita tentang twit hantu ;)) ). Jadi si mbak yang pacarnya ketakutan itu cerita, kalau pacarnya jadi paranoid abis sama dia setelah baca tulisan saya di buku Berbagi Cerita Berbagi Cinta yang judulnya “Dear Mantan Kekasih” ;;). Masalahnya kebetulan si mbak ini masih suka mengingat mantan dengan segala pernak-pernik masa lalunya & tentu saja itu membuat si pacar merasa kurang nyaman. Ya iyalah, sekarang coba ya andai kita ada di posisi si pacar pasti gerah juga dong kalau dikit-dikit pasangan kita ingat-ingat melulu sama kenangan di masa lalu. Mbok ya yang udah ya udah, toh kita sudah ada niat & komitmen baru dengan orang lain, ya hargailah. Itu maksud saya..

Tulisan itu saya saya buat kira-kira setahun yang lalu gara-gara ada teman yang masih suka ingat-ingat mantan jaman SMA padahal sudah sama-sama berkeluarga. Okelah ya yang namanya cerita di masa lalu, apalagi yang berkesan banget, memang nggak akan bisa dilupakan. Tapi ketika kita sudah bulat memutuskan untuk berkomitmen dengan seseorang, ya hargailah komitmen itu & hargai juga keberadaannya. Jangan membahas-bahas lagi tentang kenangan sama mantan. Kecuali pasangan kita itu orang yang sangat legowo mau menelan semua cerita masa lalu kita tanpa merasa hatinya tersakiti. Tapi kayanya nggak mungkinlah. Sebagai manusia normal pasti adalah yang namanya cemburu walaupun sedikit. Jadi cukuplah disimpan dalam hati saja cerita-cerita itu..

Jadi, lebih baik jangan pernah membawa kenangan masa lalu ke dalam hubungan masa depan Anda, karena hanya akan menyebabkan rasa sakit untuk orang-orang yang Anda kasihi .. 😉

[devieriana]

 

 

dokumentasi koleksi pribadi

Continue Reading

Jadi, kapan?

“Pacarmu anak mana? Kuliah/kerja?”
“kapan kamu nikah?”
“Kapan punya anak?”
atau “Anakmu sudah berapa sekarang?”

Pasti kita sudah akrab dengan pertanyaan itu ya? Ya, pertanyaan yang “lazim” ditanyakan oleh teman, dan keluarga. Ya syukur-syukur kalau kebetulan kita sudah punya pacar. Syukur-syukur kalau kita sudah menikah. Syukur-syukur kalau kita sudah punya anak. Pasti enteng jawabnya. Lha kalau belum? X_X

Jangan ditanya bagaimana rasanya mendapat pertanyaan seperti itu disaat kita sedang : jomblo, belum menikah, dan belum punya anak ya. Awalnya sih mungkin bisa santai, jawab dengan hahahihi. Tapi kalau terlalu sering dipertanyakan (walaupun kadang bermaksud basa-basi) justru malah membosankan & bikin males jawab :(( . Saya memang nggak sendirian pernah menerima pertanyaan macam itu. Karena kebetulan juga sering dicurhati masalah yang sama ;)). Seperti kemarin saya juga dicurhati lagi sama seorang teman yang BT karena ditanya-tanya melulu sama ibunya kapan akan menikah. Padahal sampai sekarang pacar aja belum punya.

Teman : “hadooh, stress aku mbak.. Jangankan ngenalin pacar ke keluarga. Pacar aja aku nggak punya. Apanya yang mau dikenalin?”

Saya : “emang berapa sih usia kamu sekarang?’
Teman : “25 tahun”

Saya : “ih itu mah masih precil banget. Apalagi kamu laki. Masih mikir karir & memantapkan kerjaan dulu. Lagian kuliah S3-mu belum selesai kan? Belum kerja juga.. Kalau mau buru-buru nikah istri sama anakmu nanti kamu kasih makan apa?”

Teman : “iya, Mama itu maksa aku buat buru-buru nikah. Karena Mama takut aku tuh nggak nikah-nikah karena patah hati”

Saya : ” :)) Mama kamu berlebihan deh. Bilang dong, patah hati kelamaan itu rugi di kamu. Hari gini masih patah hati? Nggak mutu.. “

Begitu juga dengan curhatan seorang teman yang belum dikaruniai momongan.

Teman : “capek ya mbak kalau mesti jawab pertanyaan “anakmu udah berapa?”. Padahal hamil aja aku belum..”:( ”

Saya : “ya kalau mau nurutin perasaan ya pasti makan hati. Santai aja lagi. Semua kan sudah ada yang mengatur. Kalau Tuhan maunya besok kamu hamil ya besok bakal hamil. Udah nikmatin aja dulu pacaran sama suami.. Kalau ada yang tanya lagi jawab aja sambil becanda. Biar kamunya juga nggak stress..”

Teman : “iya, aku juga udah punya pikiran begitu. Tapi yang nanya suka nggak ngira-ngira. Masa bilang, “makanya kamu buruan hamil dong..”. Kalau aku bisa mengatur semauku kapan aku hamil & melahirkan saat itu juga aku bakal ngelahirin bayi. Sedih aja sama pertanyaan yang nggak kira-kira kaya begitu.. ~X( ”

Saya : *speechless*

Itulah kadang saya jadi super hati-hati kalau ketemu temen yang saya lihat profil di facebooknya masih sendiri atau berdua saja, tanpa foto anak atau pasangan atau pas ngobrol nggak menyinggung anak atau pasangan. Takut salah tanya & mereka jadi kurang nyaman sama pertanyaan saya. Ya kecuali mereka sendiri yang membuka ceritanya.

Dulu saya pernah mengalami masa-masa paranoid kalau tiap kali diajak ngobrol sama temen lama yang ketika menanyakan, “sudah hamil (lagi) belum?”, atau “anakmu berapa?”, karena pasti ujung-ujungnya seolah (dalam pikiran saya) mereka ingin ditanya hal yang sama & sudah punya jawaban : “anakku sekian..” atau “istriku lagi hamil..” >:). Karena kalau yang sama-sama belum punya momongan pasti ngerti & nggak akan nanya. Itu dulu , jaman saya masih sensitif ;))

Pernah sih ngerasa kurang nyaman karena kebetulan ada temen yang saya tahu mungkin dia saking suka citanya dengan kehamilan anak pertamanya hingga dia lupa kalau kalimatnya itu membuat orang lain seperti habis diiris-iris trus dikecrutin jeruk nipis.. :((

Teman : “hai mbak, gimana udah isi belum?”

Saya : “belum lagi.. Kenapa? kamu udah ya?”

Teman : “ih, udah dooong. Nih 2 bulan…”

Saya juga paling sebel tiap kali ketemu sama kerabat yang nanya melulu saya sudah hamil lagi atau belum? Kalau jarak waktu pertanyaan satu dengan lainnya cukup lama sih saya bisa maklum, namanya juga lama nggak ketemu. Tapi kalau pertanyaan itu ditanyakan di tiap pertemuan keluarga yang hanya berjarak seminggu, rasanya kok gimana gitu. Yang nanya ini nggak kreatif, nggak ada bahan obrolan lain atau gimana ya.. ~X(. Nanti toh kalau saya sudah hamil pasti saya kasih tahu kok sama halnya ketika saya akan menikah..

Makin kesini saya sih udah kebal. Semua hanyalah masalah waktu. Catatan penting buat keluarga, jangan terlalu sering menanyakan hal yang bisa membuat stress, seperti menyuruh menikah atau menyuruh hamil. Bukannya kita nggak kepengen lho. Kalau orang normal pasti pengenlah. Mungkin maksudnya sebagai bentuk perhatian ya, tapi kalau terlalu sering ditanyakan bisa jadi terror yang bisa bikin kepikiran. Kalau memang sudah waktunya, pasti semuanya akan terjadi kok. Lagian toh kita bukannya nggak berusaha tho? 🙂

Buat yang masih jomblo, nikmati dulu masa kejombloannya sampai tiba jodoh yang cocok dengan kalian (tapi jangan suruh saya nyariin ya, soalnya saya nggak punya stok). Buat yang sudah punya pacar tapi belum menikah, nikmati saja dulu masa pacarannya sambil nunggu restu orangtua & lamaran sang pacar. Ihiiy.. ;;). Buat yang sudah menikah tapi belum punya anak, nikmati dulu masa pacaran bareng suami sambil nabung buat persiapan punya baby. Nggak usah terlalu mikirin omongan orang, nanti malah stress & nggak menikmati hidup. Sayang banget kan? 😉

Percaya deh, semua akan indah pada waktunya kok.. :-bd

[devieriana]

gambar ngambil dari situ

Continue Reading

Pasanganmu Romantis? Saya, err…

Saya orangnya nggak romantis blas, cenderung suka yang gokil-gokil. Dulu saya juga nggak suka sama pria romantis, karena menurut saya (waktu itu), pria romantis itu tukang gombal *ngepel* ;)). Tapi sejalan dengan bertambahnya usia..tsaahh.. saya akhirnya pasrah pada kenyataan bahwa, sebenarnya saya itu butuh diromantisin dan saya sejatinya adalah perempuan yang romantis. Halaaaah.. :)).

Mantan-mantan saya dulu (eh kok kesannya banyak ya? Ah enggak kok, cuman 5..), juga kebetulan jarang ada yang romantis. Semuanya dalam kadar keromantisan skala 1 s/d 6 . Biasa aja. Sama seperti apa yang saya mau pada waktu itu. Sampai suatu hari ada salah satu penggebet (eh buset, bahasanya..) yang memberikan saya buket anggrek dan dua batang coklat Silverqueen yang kalau diterjemahkan (saya sampai iseng nyari artinya kalau cowok memberikan coklat itu artinya apa lho ;)) ) adalah : “saya ingin mengenalmu lebih jauh”. Saat itu yang saya rasakan justru geli, aneh, lucu, dan.. ya karena nggak biasa itu kali ya. Padahal temen-temen kantor saya udah “ciyah-ciyeh” melulu dari siang. Belum lagi pas pulang, saya kan naik angkot, kebayanglah saya bakal bawa-bawa hand bouquette nan eye catching begitu. Malah ada yang ngirain saya habis menang lomba.

Sampai rumah mama papa saya sampai heran, ini cowok mana yang kesambet sampai ngasih kembang sama saya. Berhubung bunganya bagus ya saya pajang di ruang makan (soalnya kalau di ruang tamu takut dianya GR kalau pas kebetulan main ke rumah saya. Padahal ya nggak pernah main. Ya sebagai langkah antisipasi aja. Ciih, ke-GR-an sangat :p), lagian juga sayanglah kalau dibuang ;)). Nah kalau coklatnya saya makan bareng-bareng sama temen-temen. Itupun pakai acara dilangkahin dulu, karena kata temen saya takut diguna-guna :)) . D’oh, parah sekali ya, jadi pengen mbakar menyan deh..

Suami saya apalagi, termasuk makhluk yang paling nggak romantis sedunia. Mungkin juga karena dia orang teknik ya, jadi nggak bisa & nggak biasa nyastra-nyastra gitu, walaupun nggak ada hubungannya juga antara orang teknik, suka nyastra, atau masalah romantisme ya. Karena menurut dia, rasa sayang/cinta itu tidak selalu harus ditunjukkan dengan kata-kata, tapi lewat perbuatan. Uhuk!! Hmm, ada benernya sih, walaupun sampai sekarang saya belum pernah tuh saya tiba-tiba dikasih kalungan kalung permata atau jari saya diselipin cincin berlian.. *dikeplak*. Lho, katanya lebih ke perbuatan kan? Saya menganggap dia romantis kalau habis gajian, momen ketika dia menyerahkan gajinya sama saya.. *eh* :)).

Gara-gara kebanyakan kumpul sama para “pujangga” blog dan social media, akhirnya jiwa romantis saya muncul dengan sendirinya. Sekali lagi bukan suami saya yang romantis ya, justru saya yang “ngeromantis”, halah ;)) . Yang dulunya nggak pernah nulis tentang sastra, mendadak mau belajar nulis tentang cara menulis dengan majas metafora. Yang dulunya cuma suka baca/ikut lomba baca puisi, sekarang sesekali bikin puisi tentang cinta. Tapi anehnya puisi saya lebih sering puisi patah hati, kenapa yah? :-/ . Lebih gampang aja gitu nulisnya. Ketimbang saya mesti harus merayu pulau kelapa, rasanya kok susah banget ya :((. Ah, berarti romantisnya saya masih tingkat basic, belum intermediate, pun advance :D.

Sampai suatu hari saya nanya ke suami saya :

Saya  : “kamu kok nggak pernah bilang I love you sih sama aku?”
Suami  : “emang harus diomongin ya?”
Saya  : “ya.. mbok ya sesekali gitu. Tapi, ya wis seikhlasnya ajalah, dibilang ya syukur, nggak juga nggak apa-apa deh..” *ngurek-urek tanah*
Suami  : *tertawa* “Cinta atau sayang itu nggak selalu harus diomongin atau diobral..”
Saya  : “ya kagak diobral kali, sesekali bilang lho nggak apa-apa, Bibo (panggilan saya sama dia karena saya selalu membayangkan dia adalah makhluk yang empuk  *dilempar elpiji* )
Suami  : “Aku suka bilang gitu kalau pas kamu udah tidur..”
Saya  : “lah, meneketempreng kalo aku udah tidur..”
Suami  : “ya emang, tujuannya biar ketempreng itu tadi.. Kamu kenal aku berapa lama? Udah tahu kan kalau aku nggak biasa dengan pengungkapan secara verbal. Nggak pernah bisa romantis. Kalau kamu nanya aku sayang apa enggak sama kamu, ya pasti aku bilang sayang kan?”
Saya  : “ya tapi kenapa mesti dipancing dulu? Mbok ya sesekali bilang  I love you kek, atau apa gitu..”
Suami  : “ya udah, I love you Kek..”
Saya : *hiyaaatt*

Ya begitulah kadang-kadang. Kalau soal pengungkapan perasaan secara verbal, suami saya paling nggak jago deh. Tapi pernah sih pas saya ulang tahun, dua tahun yang lalu. Dia yang dari kemarinnya udah bikin masalah dan bikin saya kesel, mendadak siang-siang kekantor nganter kue tart buat saya lengkap dengan lilin dan pisaunya (iya, soalnya emang sudah satu paket) <:-P . Simple, but.. nice :). Mau masih kesel ya gimana ya, lha wong udah disogok tart ulang tahun. Jadi ya, biar gondok (dikit) saya terima kuenya deh.. *pamrih*

Sebulan yang lalu saya request ke suami karena saya “kangen” dikasih bunga. Serius. Saya yang pecicilan ini mendadak pengen dikasih buket bunga padahal nggak ada hujan & nggak ada angin. Nggak tahu deh kerasukan apaan. Terserahlah mau dikasih buket bunga apa aja, pokoknya bukan buket bunga bangkai. Gara-garanya pas pulang saya lewat di Pasar Hias daerah Cikini yang tokonya banyak jualan buket bunga yang cantik-cantik.

Pulangnya saya langsung request dong, buat ulang tahun saya yang kurang 2 bulan lagi  :

Saya  : “Bibo, aku mau dikasih buket bunga dong. Nanti kalau aku ulang tahun aku mau dikirimin buket mawar atau apa gitu ya, ke kantor tapinya yah..”, saya mendadak kecentilan
Suami  : *meraba dahi saya dengan muka khawatir* “kamu nggak apa-apa kan ya?”
Saya  : “eh kenapa sih? aku tuh serius tau, nggak lagi ngigau..”
Suami  : “lah, trus kamu kenapa mendadak pengen dikasih bunga segala?”
Saya  : “ya gapapa, pengen aja, sekali-kali gitu Bibo. Kasih aku buket bunga ya.. Cewek tuh seneng lho kalo dikasih bunga ;;). Nanti ulang tahun nggak usah dibeliin kue tart juga gapapa deh, asalkan aku dikirimin buket bunga aja, ya.. ya..”
Suami  : “Halah sayang, ngapain sih? Aneh bener dah bini gue hari ini. Nih ya, ulang tahun itu beli yang bisa dimakan rame-rame sama temen dikantor gitu. Bunga kan nggak bisa dimakan, diliatin doang, paling-paling tar 2 hari juga udah bubar jalan itu bunga.. Kecuali kamu masih sodaraan sama Suzanna sih ya gapapa, tar aku beliin melati sekalian..”
Saya  : *pasang muka dingin*  “Bang, sate Bang.. seribu tusuk. Mentah juga nggak apa-apa..” :-w –> intonasi Suzanna waktu jadi sundel bolong

Jadi ya gitu deh.. Nggak tahu deh nanti pas saya ulang tahun beneran dia ngasih saya buket bunga atau enggak. Atau, mungkin ada yang mau ngirimin saya hand bouquette? @};- . Kalau iya ada yang ngasih, berarti.. kamu baik deh.. Sini, sini, akun facebook sama twitternya apa sih? Sini aku follow ;))

[devieriana]

Continue Reading